Kita mengenal darah kebiasaan wanita yaitu haid, nifas dan
istihadah. Diluar itu ada darah lain yang bisa muncul dari seorang wanita.
misalnya darah yang keluar ketika hubungan suami-istri pada saat malam pertama.
Dimana darah itu keluar karena terkoyaknya selaput dara seorang istri yang
masih perawan.
Mungkin sepasang pengantin baru yang
masih perjaka dan gadis akan bingung, bagaimana memperlakukan darah ini? apakah
darah ini dihukumi najis, sehingga ketika keluar harus dibersihkan terlebih
dahulu, lalu dilanjutkan? atau harus berwudhu dulu? apakah masih ada kewajiban
untuk sholat?. Maka penjelasannya adalah sebagai berikut...
Pertama, bahwa darah perawan bukan darah haid.
Karena itu, wanita yang mengelularkan darah perawan, tetap dalam kondisi suci,
sehingga wajib shalat, dan berlaku semua hukum wanita di luar haid.
Kecuali jika darah ini keluar bersamaan
dengan masa haid atau karakternya sama persis seperti darah haid, maka
statusnya haid.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah
dinyatakan,
أن الدم
الخارج بسبب دخول الرجل بزوجته لا يعتبر حيضا إذا لم ينزل في زمن الحيض عادة ولم
تكن له مواصفات دم الحيض ، وإذا كان نزوله في فترة الحيض المعتادة للمرأة مع
اتصافه بمميزاته فهو حيض
Darah yang keluar disebabkan hubungan
pertama suami istri, tidak termasuk haid. Selama tidak keluar di masa haid yang
menjadi kebiasaannya, dan tidak memiliki ciri seperti darah haid. Jika
keluarnya di masa kebiasaan haidnya si wanita dan memiliki ciri khas darah
haid, maka statusnya haid. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 75686)
Kedua, jika bukan haid
Ada dua hukum yang berlaku mengenai darah
perawan, ketika dia bisa memastikan bahwa ini bukan haid,
[1] Bahwa darah ini najis.
Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas
ulama). Karena semua darah yang keluar dari manusia, najis. Kecuali jika
sedikit, tergolong najis ma’fu (dimaafkan).
Bahkan sebagian menyatakan, bahwa ulama
sepakat, darah luka yang keluar dari manusia, statusnya najis.
سئل الإمام
أحمد عن الدم وقيل له : الدم والقيح عندك سواء؟ فقال : الدم لم يختلف الناس فيه ،
والقيح قد اختلف الناس فيه
Imam Ahmad ditanya tentang hukum darah,
“Apakah menurut anda, darah dan nanah itu hukumnya sama?” jawab beliau, “Hukum
darah, ulama tidak ada yang beda pendapat. Untuk nanah, ulama beda pendapat.”
(Syarh Umdah al-Fiqh, 1/105).
[2] Darah ini membatalkan wudhu
Karena semua yang keluar dari 2 jalan,
membatalkan wudhu
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah
dinyatakan,
وفي حالة
كونه ليس بحيض فهو ناقض للوضوء لأنه دم خارج من أحد السبيلين
Ketika dia bukan darah haid, maka
hukumnya membatalkan wudhu. Karena darah yang keluar dari dua jalur (kemaluan).
(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 75686)
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar