Dalam
sebuah akad nikah, calon suami bisa saja salah menyebutkan nama calon
istrinya, misalkan : nama calon istri “Ani”, kemudian salah menyebut
nama istri menjadi “Ami”. Terhadap kejadian ini bagaimanakah hukum akad
nikahnya tersebut?.
Untuk
memahami kasus yang itu, ada beberapa catatan yang perlu kita pahami,
Pertama, salah
satu syarat nikah adalah ’ta’yin az-zaujain’ memastikan orang
yang menjadi pengantin.
Artinya,
orang yang menikah harus diketahui dengan pasti, siapa yang menjadi istri dan
siapa yang menjadi suami. Sehingga tidak ada lagi kerancuan pada pengantin yang
bersangkutan. Sebagaimana dalam jual beli, barang yang diperjual belikan harus
jelas. Masing-masing antara penjual dan pembeli sama-sama tahu barang yang
menjadi objek jual beli.
Ibnu
Qudamah mengatakan,
من شرط صحة النكاح تعيين الزوجين لأن كل عاقد
ومعقود عليه يجب تعيينهما, كالمشترى والمبيع
Termasuk
syarat nikah adalah ’ta’yin az-zaujain’, karena antara pelaksana akad dan apa
yang diakadkan, harus dipastikan keduanya. Sebagaimana pembeli dan barang yang
dibeli.
Kedua, ta’yin,
upaya memastikan sesuatu, tidak harus dengan menyebutkan nama sesuatu itu. Bisa
juga dilakukan dengan cara lain, misalnya menyebut ciri-cirinya atau dengan
isyarat tunjuk.
Seperti
misalnya, kita membeli barang A dan kita tidak tahu namanya, kemudian kita
pegang barang itu, dan kita tanyakan ke penjual, ’Berapa?’ Penjual jawab, ’10
ribu’. Lalu kita bayar. Kita memegang barang tersebut ini sudah termasuk ta’yin,
memastikan barang yang hendak dibeli.
Dalam
pernikahan juga demikian, ketika suami istri sudah pasti orangnya, tidak
disyaratkan harus menyebut nama. Bisa dengan isyarat atau keterangan lainnya,
yang penting orang yang dimaksud sudah jelas. Ibnu Qudamah melanjutkan
keterangannya,
ثم ينظر فإن كانت المرأة حاضرة, فقال:
زوجتك هذه صح فإن الإشارة تكفى في التعيين فإن زاد على ذلك, فقال: بنتى هذه أو
هذه فلانة كان تأكيدا، وإن كانت غائبة فقال: زوجتك بنتى وليس له سواها جاز فإن
سماها باسمها مع ذلك, كان تأكيدا
Kemudian
perlu diperhatikan, jika sang istri hadir di tempat akad, lalu wali mengatakan,
’Aku nikahkah kamu dengan ini.’ Status pernikahan sah. Karena isyarat bisa
sebagai ta’yin. Jika wali menambahkan, ’Aku nikahkah kamu dengan putriku yang
ini’ atau ’dengan putriku yang bernama si x’, tambahan ini semakin menguatkan.
Dan jika pengantin perempuan tidak ada di tempat, kemudian si wali mengatakan,
’Aku nikahkan kamu dengan putriku’ dan si wali hanya memiliki satu anak
perempuan, maka nikahnya sah. Jika si wali menyebut nama anaknya, ini sebagai
penguat.
Ketiga, jika
ada unsur ketidak jelasan, maka butuh keterangan lain untuk menegaskan siapa
orang yang dimaksud.
Misal,
seseorang memiliki dua anak perempuan kembar, si A dan si B. ketika ayahnya
menikahkan, dia mengatakan, ’Aku nikahkah kamu dengan putriku.’ Kemudian
pengantin lelaki menjawab, ’Aku terima nikahnya dengan mahar sekian.’
Pernikahan
semacam ini tidak sah, karena belum jelas wanita mana yang menjadi istrinya.
Karena itu, butuh keterangan tambahan untuk mempertegas, siapakah putri yang
dimaksud.
Ibnu
Qudamah menjelaskan,
فإن كان له ابنتان أو أكثر فقال: زوجتك ابنتى
لم يصح حتى يضم إلى ذلك ما تتميز به من اسم أو صفة, فيقول: زوجتك ابنتى الكبرى
أو الوسطى أو الصغرى فإن سماها مع ذلك كان تأكيدا
Jika
si wali memiliki dua anak perempuan atau lebih, lalu dia mengatakan, ’Aku
nikahkan kamu dengan putriku’ maka nikahnya tidak sah, sampai dia tambahkan
nama atau keterangan lain yang membedakan satu anak dengan anak lainnya.
Sehingga dia bisa mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putrinya yang sulung’
atau ’yang nomor 2’, atau ’yang bungsu.’ Jika dia menyebut namanya, sifatnya
mempertegas.
Beliau
juga menjelaskan kasus lain,
لو قال: زوجتك ابنتى وله بنات لم يصح حتى
يميزها بلفظه
Jika
wali mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putriku’, sementara dia memiliki
beberapa anak perempuan, nikah tidak sah. Sampai dia tegaskan anak yang
dimaksud dengan ucapannya.
[simak semua
keterangan Ibnu Qudamah di atas dalam al-Mughni, 7/91].
Maka, jika terjadi suami salah menyebut nama istri ...
Kita kembali
kepada keterangan diatas, bahwa menegaskan wanita yang dinikahkan, ini
dilakukan oleh pihak wali. Sedangkan pihak suami cukup menjawab ’Saya terima
nikahnya’.
Karena
itu, jika kesalahan penyebutan nama istri ini dari pihak suami, dan itu bentuknya
jawaban (qabul), insyaaAllah tidak mempengaruhi ta’yin wanita yang dimaksud.
Sehingga pernikahan statusnya sah.
Allahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar