Pada
asalnya, jin tidak bisa dilihat oleh manusia, karena itulah mereka disebut jin
[arab: الجن]
dari kata: janna – yajunnu [arab: جَنَّ – يَجُنُّ], yang
artinya menutupi. Ibnul Faris dalam kamusnya mengatakan,
فالجن سموا بذلك لأنهم
مستترون عن الإنس
Jin
dinamakan jin, karena mereka tidak terlihat oleh manusia. (Maqayis al-Lughah,
madah; janna)
Keterangan
bahwa manusia tidak bisa melihat jin, bahkan Allah tegaskan dalam al-Quran,
يَا بَنِي آدَمَ لاَ
يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ
يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ
هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ …
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat
ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari
surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya.
Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang
(di sana) kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs.
Al-A’raf:27)
Firman
Allah subhanahu wa ta’ala pada ayat ini, “Sesungguhnya, iblis dan golongannya
bisa melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat
mereka,” menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melihat jin, yaitu pada bentuk
mereka yang asli.
Ketika
menjelaskan hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang menangkap setan,
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Setan terkadang menjelma dengan berbagai
bentuk sehingga memungkinkan (bagi manusia) untuk melihatnya. Firman Allah
ta’ala, ‘Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu
dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka,’ dikhususkan
pada kondisi bentuknya (yang asli) yang Allah telah ciptakan.” (Fathul Bari,
penjelasan hadis no. 2311)
Dari
sini, kita mengetahui bahwa setan terkadang menjelma dalam bentuk manusia,
hewan, atau lainnya. Demikian juga, setan itu sangat pendusta. Jangan sampai
manusia tertipu olehnya.
Bagaimana caranya bisa melihat jin?
Lalu,
bagaimana caranya bisa melihat jin?
Kita
telah mendapatkan kesimpulan bahwa pada kondisi normal, manusia tidak bisa
melihat jin dalam bentuk mereka yang asli. Pertanyaannya adalah, mungkinkah
manusia melihat jin?
Ada
beberapa catatan untuk menjawab ini,
Pertama,
mungkin saja jin menampakkan diri kepada manusia, namun bukan dalam bentuk
asli. Bisa dalam bentuk manusia, atau binatang, atau yang lainnya.
Kenyataan
ini dialami oleh beberapa manusia, diantaranya sahabat Ubay bin Ka’abradhiyallahu
‘anhu.
Suatu
ketika beliau menangkap jin yang mencuri kurma di kebunnya. Ubay bin Ka’ab
berkata kepada Jin: “Apa yang bisa menyelamatkan kami (manusia) dari (gangguan)
kalian?”. Si jin menjawab: “Ayat kursi… Barangsiapa membacanya di waktu sore,
maka ia akan dijaga dari (gangguan) kami hingga pagi, dan barangsiapa
membacanya di waktu pagi, maka ia akan dijaga dari (gangguan) kami hingga
sore”. Lalu paginya Ubay menemui Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- untuk
menuturkan hal itu, dan beliau menjawab:
صَدَقَ الْخَبِيثُ
“Si
buruk itu berkata benar”. (HR. Hakim 2064, Ibnu Hibban 784, Syuaib al-Arnauth
mengatakan: Sanadnya kuat).
Kejadian
yang semisal juga dialami Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ketika beliau
radhiyallahu ‘anhu ditugasi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menjaga makanan zakat, malam harinya ada anak remaja mencuri makanan. Ketika
ditangkap dan hendak dilaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
berusaha memelas dan berjanji tidak akan kembali. Tapi dia dusta, dia tetap
kembali, hingga terjadi selama 3 malam. Di malam ketiga, Abu Hurairah tidak
memberi ampun dan akan dilaporkan kepada Rasulullah. Namun remaja itu terus
memelas dan sebagai gantinya, Abu Hurairah diajari bacaan pengaman tidur, yaitu
ayat kursi. Setelah diajari ayat kursi, Abu Hurairah melepaskannya. Pagi
harinya, kejadian ini beliau sampaikan kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda,
أَمَا إِنَّهُ قَدْ
صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ
”Kali ini dia benar, meskipun aslinya dia pendusta.” (HR.
Bukhari 2311).
Ternyata
remaja ini adalah jin.
Ketika
menjelaskan hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu di atas,
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,
أن الشيطان من شأنه أن
يكذب، وأنه قد يتصور ببعض الصور فتمكن رؤيته ، وأن قوله تعالى (إنه يراكم هو
وقبيله من حيث لا ترونهم) مخصوص بما إذا كان على صورته التي خلق عليها
“Setan
memiliki kebiasaan berdusta, dan terkadang dia menjelma dengan berbagai bentuk
sehingga memungkinkan untuk dilihat manusia. Sementara ayat, ‘Sesungguhnya,
iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu
tidak bisa melihat mereka,’ khusus untuk keadaan ketika dia menampakkan dalam
bentuknya yang asli, sesuai yang Allah ciptakan.” (Fathul Bari, 4/489).
Kalimat:
’Jin menampakkan diri kepada manusia’ menunjukkan bahwa itu terjadi murni
karena kehendak jin, dan di luar kehendak manusia. Artinya, jin menampakkan
diri seperti yang dialami Abu Hurairah atau Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
‘anhuma, bukan karena keinginan mereka untuk bisa melihat jin, tapi karena
keinginan mereka sendiri.
Kedua,
jika tidak ada jin yang menampakkan diri kepada kita, mungkinkah kita bisa
melihat jin?
Mungkin
saja, jika si manusia mengajukan permintaan kepada jin. Dia datang ke tempat
yang umumnya banyak jin, kemudian meminta kepada jin untuk menampakkan diri
kepadanya. Jika jin mengabulkan keinginannya, dia bisa melihat dan jika tidak,
berarti jin tidak bersedia.
Namun
ingat, keterangan ini bukan memotivasi anda untuk pengajukan permintaan ke jin
agar bisa dilihat. Sama sekali bukan untuk motivasi itu. Bahkan kami
mengingatkan agar semacam ini dijauhi, karena:
1.
Jin memiliki karakter pendusta, sebagaimana yang ditegaskan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadis Abu Hurairah di atas,
أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ
كَذُوبٌ
”Kali ini dia benar, meskipun aslinya dia pendusta.”
Bisa
kita bayangkan, makhluk pendusta, sementara kita tidak bisa melihatnya. Maka
peluang dia untuk membohongi kita sangat besar. Bisa jadi dia minta syarat
kepada kita berbagai persyaratan, dan setelah dipenuhi, dia membohongi kita.
2.
Umumnya jin ketika diminta manusia, akan mengajukan berbagai syarat. Yang lebih
parah, biasanya syarat yang diajukan melanggar syariat islam. Ketika manusia
memenuhi persyaratan itu, dia mencari ridha kepada jin dengan bermaksiat kepada
Allah. Sehingga manusia melakukan pengabdian dan penghambaan kepada jin,
kemudian jin membantunya untuk mewujudkan keinginan manusia. Jadilah jin
bertambah sombong dan manusia bertambah hina dan bergelimang dosa karena
melakukan berbagai kesyirikan atas permintaan si jin. Inilah yang diakui oleh
jin, sebagaimana yang Allah ceritakan di surat Al-Jin:
وَأَنَّهُ كَانَ
رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
Bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara
manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka
jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.(QS.
Al-Jin: 6).
Dan
ketika di hari kiamat, mereka dikumpulkan dan saling menyalahkan. Allah
memasukkan mereka semua ke dalam neraka, karena melakukan kerja sama yang
diawali dengan kesyirikan,
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ
جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ وَقَالَ
أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ
وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ
خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Ingatlah hari di waktu Allah menghimpunkan mereka
semuanya (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin, Sesungguhnya kamu telah
banyak menyesatkan manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan
manusia: “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya sebahagian daripada Kami telah dapat
kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan Kami telah sampai kepada waktu yang
telah Engkau tentukan bagi kami”. Allah berfirman: “Neraka Itulah tempat
tinggal kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki
(yang lain)”. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (QS.
A-An’am: 128).
3.
Kegiatan semacam ini sama sekali tidak ada manfaatnya. Anda bisa renungkan, apa
manfaat bisa melihat jin? Apakah semakin menambah ketaqwaan kita kepada Allah?
Dari sisi mana bisa menambah ketaqwaan, sementara jin juga makhluk seperti
manusia? Dan jin yang kita lihat, tidak kita ketahui kesalehannya. Bisa jadi
dia jin urakan, jin nakal, kemudian berpura-pura soleh di hadapan manusia.
Untuk
itulah, para ulama melarang meriwayatkan hadis dari jin. Karena kita tidak bisa
menilai kejujurannya dan keabsahan beritanya. As-Suyuthi mengatakan,
وأما رواية الإنس عنهم،
فالظاهر: منعها، لعدم حصول الثقة بعدالتهم
”Adapun manusia meriwayatkan berita dari jin, yang
zahir: dilarang, karena tidak bisa dibuktikan kejujurannya dan tingkat keadilan
mereka.” (al-Asybah wa an-Nadzair, 1/435)
4.
Pada beberapa kasus, orang yang menjalin hubungan dengan jin, menjadi rawan
kerasukan. Karena kedekatan semacam ini, dipastikan berdampak pada
kecenderungan salah satu pihak, jin menjadi seneng dengan si manusia, atau
sebaliknya. Tentu saja ini akan sangat mengganggu aktivitas kehidupan si
manusia.
Amalan Untuk Melihat Jin
Tidak
dijumpai adanya amalan maupun doa khusus agar dapat melihat jin. Sementara
beberapa amalan maupun doa yang tersebar di internet, semua itu tidak ada
dasarnya dan hanya omong kosong. Bahkan sebagiannya berbau kesyirikan, seperti
menyembelih ayam cemani dipersembahkan untuk jin tersebut.
Hidup
normal seperti yang Allah gariskan adalah kenikmatan yang luar biasa. Berusaha
mencari-cari jin, disamping tidak bermanfaat, justru menambah beban bagi kita.
Ingat hidup tidak ada yang gratis, apalagi ketika berhadapan dengan karakter
penipu. Mustahil si jin ini mau membantu secara cuma-cuma. Pasti ada batu
dibalik udang. Jin ini mau membantu, karena manusia mau mengabdi kepada jin.
Sehingga siapa yang sejatinya diuntungkan?
Jawabannya
si jin. Dia yang lebih berkuasa, sementara manusia selalu bergantung kepada
jin.
Allahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar