Apa yang sering diangankan oleh kebanyakan laki-laki
tentang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya? Cantik, kaya, punya
kedudukan, karir bagus, dan baik pada suami. Inilah keinginan yang banyak
muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat disebut angan-angan, karena jarang
ada wanita yang memiliki sifat demikian. Kebanyakan laki-laki lebih
memerhatikan penampilan lahir, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut
kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan
banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.
Seorang muslim yang saleh, ketika membangun mahligai
rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan
rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah,
sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong-menolong),
saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki istri yang
pandai memosisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat
beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu
kelak akan lahir anak turunannya yang saleh yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk
mata) baginya.
Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil
meminta kepada Ar- Rabbul A‘la (Allah Yang Mahatinggi)
agar dimudahkan segala urusannya.
Namun apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini
tidak akan terwujud dengan baik kecuali bila wanita yang dipilihnya untuk
menemani hidupnya adalah wanita salihah. Hanya wanita salihah yang dapat
menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara, yang akan membantu
dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hanya dalam diri wanita salihah tertanam akidah tauhid, akhlak yang mulia dan
budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan
suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh guna
menyiapkan generasi Islam yang diridhai ar-Rahman.
Sebaliknya, bila yang dipilih sebagai pendamping hidup
adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama dan tidak
berpegang dengan agama (atau ia belajar agama namun tidak mengamalkan-nya), maka
dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami.
Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan keruwetan, keributan, dan
perselisihan. Istri seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para suami,
sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata, “Aku telah berbuat baik
kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu
menyakitiku.”
Andaikata wanita itu tahu betapa besar hak suaminya, andaikata
dia tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati
suaminya….! Namun dari mana pengetahuan dan kesadaran itu akan didapatkan bila
dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang haq? Wallahu
al-Musta‘an.
Keutamaan Wanita Salihah
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ
مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik
perhiasan dunia adalah wanita salihah.” (HR. Muslim no.
1467)
Perhiasan disini menurut Imam as Sindi rahimahullah
dalam Syarah Sunan an-Nasai adalah tempat untuk bersenang-senang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepada Umar ibnul Khaththabradhiallahu ‘anhu,
أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ
مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ
وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik
perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya, bila diperintah akan menaatinya, dan bila ia pergi si istri
ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam al-Jami’ush
Shahih 3/57, “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
-menyenangkan- Karena keindahan dan kecantikannya secara lahir, karena bagusnya akhlaknya secara batin, atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala (Ta’liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab “Afdhalun Nisa”, 1/596, ‘Aunul Ma’bud, 5/56)-diperintah- Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma’bud, 5/56)-menaatinya- Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma’bud, 5/56)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata,“Tatkala
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para
sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka
menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada
mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal
yaitu istri yang salihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu
bersamamu menemanimu.
Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan
kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya
dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat
meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia menaati perintahmu dan bila
engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/ mengasuh
anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
pula bersabda,
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ:
الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَ المَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَ الَمرْكَبُ
الْهَنِي؛ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ،وَ الْمَرْأَةُ السُّوءُ،
وَا رْملَكَبُ السُّوءُ، وَ المَسْكَنُ الضَّيِّقُ
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu
wanita (istri) yang salihah, tempat tinggal yang luas/lapang, tetangga yang
saleh, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan
kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak salihah),
kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu
Hibban dalam al-Mawarid hlm. 302, dinyatakan sahih
oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan
asy-Syaikh Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya
kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya
kita miliki?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati
yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir dan istri mukminah yang akan
menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856,
dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Albanirahimahullah dalam Shahih
Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita salihah
dengan anjuran Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki
yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا،
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau
akan beruntung.” (HR. al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no.
1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor penyebab
dipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan
kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk
mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata al-Imam al-Qurthubi rahimahullah.
Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu
dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih
utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ
maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama
dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk
pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan
tinggal lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki
agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (FathulBari,
9/164)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,
“Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/ bersahabat dengan orang yang
memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari
akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka,
dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim,
10/52)
Sifat-Sifat Istri Salihah
Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam berfirman,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا
حَفِظَ اللهُ
“Wanita (istri) salihah adalah yang taat lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara
mereka.” (an-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara
sifat wanita salihah adalah taat kepada Allah subhanahu wa
ta’ala dan kepada suaminya dalam hal yang ma‘ruf lagi memelihara
dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
-hal yang ma’ruf- Bukan dalam bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‘di rahimahullah berkata,
“Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada
suaminya, karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Wanita salihah
adalah yang taat,’ yakni taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, ‘Lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada.’ Yakni taat
kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.),
dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir
al-Karimir Rahman, hlm. 177)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau
bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah subhanahu
wa ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya:
عَسَى رَبُّهُ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا
خَيْرًا مِّنكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُّؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ
ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian, mudah-mudahan Rabbnya akan memberi ganti
kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat,
qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda
ataupun gadis.” (at-Tahrim: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah subhanahu wa ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk Nabi-Nya, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah subhanahu wa ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa
sifat istri yang salihah yaitu:
1. Muslimat:
wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah subhanahu wa ta’ala),
tunduk kepada perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan perintah
Rasul-Nya.
2. Mukminat:
wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah subhanahu wa
ta’ala.
3. Qanitat: wanita-wanita
yang taat.
4. Taibat:
wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali
kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa
nafsu mereka.
5. ‘Abidat:
wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala
(dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala di dalam al-Qur’an adalah tauhid,
kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
6. Saihat: wanita-wanita
yang berpuasa. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/126—127, Tafsir
Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,
إِذَا صَلَّتِ المَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa
sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka
dikatakan kepadanya, ‘Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang
engkau sukai’.” (HR. Ahmad1/191, dinyatakan sahih
oleh asy-Syaikh Albani rahimahullah dalam Shahihul
Jami’no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas,
dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang salihah adalah sebagai berikut:
- Mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala dengan mempersembahkan
ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
- Tunduk kepada perintah Allah subhanahu wa ta’ala,
terus-menerus dalam ketaatan kepada- Nya dengan banyak melakukan ibadah
seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala
perintah dan larangan Allah subhanahu wa ta’ala.
- Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang
rendah.
- Selalu kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan
bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan
zikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi,
tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan
lainnya.
- Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami
sebaik-baiknya.
- Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga
kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak
melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga
anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri salihah lainnya bisa kita rinci berikut
ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu
kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ الْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا،وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku beri tahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi
penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali
kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan
meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata, “Aku tak dapat tidur
sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun
Nisa no. 257.Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, asy- Syaikh
Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat
kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan
yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami,
lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’
bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada
di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum
lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang
diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan
barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang
diperbuatnya bersama suaminya?”
Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab, “Demi
Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar
melakukannya, demikian pula mereka (para suami).”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan
yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara
manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Albani rahimahullah dalam
Adabuz Zafaf (hlm. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung)
yang menjadikan hadits ini sahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus
dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan
menyenangkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرٍ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ إِذَا نَظرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِذَا
غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang
lelaki, yaitu istri salihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila
diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga
dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata
dalam al-Jami’ush Shahih 3/57, “Hadits ini shahih di atas
syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di
rumah (tidak bepergian/safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan
ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat)
dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak
sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (HR.
al-Bukhari no. 5195 danMuslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan
kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Diperlihatkan neraka kepadaku,
ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. ”
Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah mereka kufur kepada Allah subhanahu
wa ta’ala?”
Beliau menjawab, “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri
(tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari
kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun
penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak
berkenan baginya) niscaya dia berkata, ‘Aku tidak pernah melihat darimu
kebaikan sama sekali’.” (HR. al-Bukhari no. 29 dan Muslim no.
907)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah
bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melihat kepada seorang istri yang
tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR.
an-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami
untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak
menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami
memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan
Yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR.
Muslim no. 1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ
هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur
suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke
suaminya).” (HR. al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no.
1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan
sifat-sifat istri salihah, mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala memberi
taufik kepada para muslimah agar dapat menjadi wanita yang salihah, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar