Ada ulama yang menganjurkan shalat hajat dan ada yang tidak. Shalat ini
dilakukan ketika punya hajat pada Allah, atau pada sesama atau bahkan bisa juga
meminta kesembuhan dari suatu penyakit sebagaimana penjelasan dalam hadits.
Ulama yang menganjurkan adanya shalat hajat
berdalil dengan hadits dari ‘Utsman bin Hunaif sebagai berikut.
أَنَّ
رَجُلاً ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ: ادْعُ اللهَ لِي أَنْ
يُعَافِيَنِي. فَقَالَ: إِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ لَكَ وَهُوَ خَيْرٌ وَإِنْ شِئْتَ
دَعَوْتُ. فَقَالَ: ادْعُهْ. فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ
وَيُصَلِّىَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ: اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ. يَا
مُحَمَّدُ، إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ
لِتُقْضَى. اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ
Seorang buta datang kepada Nabi lalu
mengatakan, “Berdoalah engkau kepada Allah untukku agar menyembuhkanku.” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apabila engkau mau, aku akan
menundanya untukmu (di akhirat) dan itu lebih baik. Namun, apabila engkau mau,
aku akan mendo’akanmu.” Orang itu pun mengatakan, “Do’akanlah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyuruhnya untuk berwudhu dan memperbagus wudhunya serta shalat
dua rakaat kemudian berdoa dengan doa ini, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan Muhammad Nabiyyurrahmah. Wahai
Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Rabbku denganmu dalam kebutuhanku
ini agar ditunaikan. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku.” (HR. Ibnu Majah no. 1385 dan Tirmidzi no. 3578. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Adapun ulama yang meniadakan shalat hajat,
mereka memaksudkan seperti yang terdapat dalam hadits berikut ini. Dari
Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ
كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ
فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ ثُمَّ لْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ
لْيُثْنِ عَلَى اللهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ثُمَّ لْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ،
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ
وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ
كُلِّ إِثْمٍ، لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا، يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِينَ
“Barang siapa yang mempunyai kebutuhan kepada
Allah atau kepada seseorang dari bani Adam, maka berwudhulah dan perbaikilah
wudhunya kemudian shalatlah dua raka’at. Lalu hendaklah ia memuji Allah Ta’ala
dan bershalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan mengucapkan (do’a), ‘Tidak ada sesembahan
yang benar melainkan Allah yang Maha Penyantun dan Mahamulia, Mahasuci Allah
Rabb Arsy yang agung, segala puji millik Allah Rabb sekalian alam, aku memohon
kepada-Mu hal-hal yang menyebabkan datangnya rahmat-Mu, dan yang menyebabkan
ampunan-Mu serta keuntungan dari tiap kebaikan dan keselamatan dari segala
dosa. Janganlah Engkau tinggalkan pada diriku dosa kecuali Engkau ampuni,
kegundahan melainkan Engkau berikan jalan keluarnya, tidak pula suatu kebutuhan
yang Engkau ridhai melainkan Engkau penuhi, wahai Yang Maha Penyayang di antara
penyayang’.” (HR. Tirmidzi no. 479 dan Ibnu Majah no.
1384. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if jiddan)
Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan,
ثُمَّ
يَسْأَلُ اللَّهَ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ مَا شَاءَ فَإِنَّهُ
يُقَدَّرُ
“Kemudian ia meminta pada Allah urusan dunia
dan akhiratnya, maka ia akan ditetapkan.”
Hadits di atas dibawakan oleh At-Tirmidzi
pada Bab “Tentang Shalat Hajat”.
Dari hadits di atas para ulama masih menyatakan adanya anjuran shalat
sunnah hajat. Bahkan dikatakan dalam Ensiklopedia Fikih atau Al-Mawsu’ah
Al-Fiqhiyyah 27: 211, “Para ulama sepakat bahwa shalat sunnah hajat adalah
shalat yang disunnahkan.”
Shalat hajat tersebut dua raka’at sebagaimana pendapat dari ulama
Malikiyah, Hambali dan masyhur dalam pendapat Syafi’iyah. Waktu pelaksanaan
shalat hajat tidak ada waktu khusus dan pelaksanaan dua raka’at sama seperti
shalat sunnah lainnya, tidak ada tata cara khusus.
Adapun do’a yang dibaca, bisa mengamalkan apa yang disebutkan dalam
hadits di atas:
Doa pertama:
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ. يَا
مُحَمَّدُ، إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ
لِتُقْضَى. اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ
Alloohumma innii as-aluka wa atawajjahu ilaika binabiyyika Muhammadin
Nabiyyir-rahmah. Ya Muhammad! Innii tawajjahtu bika ilaa Rabbii an yaqdhiya
haajatii, Alloohumma syaffi’hu fiyya wa syaffi’nii fii nafsii
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu
dengan Muhammad Nabiyyurrahmah. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap
kepada Rabbku denganmu dalam kebutuhanku ini agar ditunaikan. Ya Allah,
terimalah syafa’atnya untukku.”
Doa kedua:
لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ
الْعَظِيمِ، الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ
رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ
وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ
وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ
قَضَيْتَهَا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Laa ilaha illallohul haliimul kariimu subhaanallohi robbil ‘arsyil
‘azhiim. Alhamdu lillaahi robbil ‘aalamiin. As `aluka muujibaari rohmatika wa
‘azaaima maghfirotika wal ghoniimata ming kulli birri wassalaamata ming kulli
itsmin Laa tada’ lii dzamban illa ghofartahu walaa hamman illaa farojtahu walaa
haajatan hiya laka ridhon illa qodhoitahaa yaa arhamar roohimiin.
“Tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah yang Maha Penyantun dan
Mahamulia, Mahasuci Allah Rabb Arsy yang agung, segala puji millik Allah Rabb
sekalian alam, aku memohon kepada-Mu hal-hal yang menyebabkan datangnya
rahmat-Mu, dan yang menyebabkan ampunan-Mu serta keuntungan dari tiap kebaikan
dan keselamatan dari segala dosa. Janganlah Engkau tinggalkan pada diriku dosa
kecuali Engkau ampuni, kegundahan melainkan Engkau berikan jalan keluarnya,
tidak pula suatu kebutuhan yang Engkau ridhai melainkan Engkau penuhi, wahai
Yang Maha Penyayang di antara penyayang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar