Sujud Sahwi Sebelum ataukah Sesudah Salam?
Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata,
“Hadits-hadits tegas yang menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menyebutkan
bahwa sujud sahwi terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini
menunjukkan bahwa boleh melakukan sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam.
Akan tetapi lebih bagus jika sujud sahwi ini mengikuti cara yang telah
dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sebelum salam,
maka hendaklah dilakukan sebelum salam. Begitu pula jika ada dalil yang
menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sesudah salam, maka hendaklah
dilakukan sesudah salam. Selain hal ini, maka di situ ada pilihan. Akan tetapi,
memilih sujud sahwi sebelum atau sesudah salam itu hanya sunnah (tidak sampai
wajib).” (Ar Roudhotun Nadiyyah Syarh Ad
Durorul Bahiyah, Shidiq Hasan Khon, 1/182, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1422
H.)
Intinya, jika shalatnya perlu ditambal karena ada kekurangan, maka hendaklah
sujud sahwi dilakukan sebelum salam.
Sedangkan jika shalatnya sudah pas atau berlebih,
maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam dengan
tujuan untuk menghinakan setan.
Adapun penjelasan mengenai letak sujud sahwi
sebelum ataukah sesudah salam dapat dilihat pada rincian berikut.
1. Jika terdapat kekurangan pada shalat –seperti kekurangan tasyahud awwal-,
ini berarti kekurangan tadi butuh ditambal, maka menutupinya tentu saja dengan sujud sahwi sebelum salam untuk
menyempurnakan shalat. Karena jika seseorang sudah mengucapkan salam, berarti
ia sudah selesai dari shalat.
2. Jika terdapat kelebihan dalam shalat –seperti terdapat penambahan satu
raka’aat-, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah
salam. Karena sujud sahwi ketika itu untuk menghinakan setan.
3. Jika seseorang terlanjur salam, namun ternyata masih memiliki kekurangan
raka’at, maka hendaklah ia menyempurnakan kekurangan raka’at tadi. Pada saat
ini, sujud sahwinya adalah sesudah salam dengan tujuan
untuk menghinakan setan.
4. Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu ia mengingatnya dan bisa
memilih yang yakin, maka hendaklah ia sujud sahwi sesudah salam untuk
menghinakan setan.
5. Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu tidak nampak baginya keadaan
yang yakin. Semisal ia ragu apakah shalatnya empat atau lima raka’at. Jika
ternyata shalatnya benar lima raka’at, maka tambahan sujud tadi untuk
menggenapkan shalatnya tersebut. Jadi seakan-akan ia shalat enam raka’at, bukan
lima raka’at. Pada saat ini sujud sahwinya adalah sebelum
salam karena shalatnya ketika itu seakan-akan perlu ditambal
disebabkan masih ada yang kurang yaitu yang belum ia yakini.
Tata Cara Sujud Sahwi
Sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadits bahwa
sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud di akhir shalat –sebelum atau
sesudah salam-. Ketika ingin sujud disyariatkan untuk mengucapkan takbir “Allahu akbar”, begitu pula ketika ingin bangkit dari
sujud disyariatkan untuk bertakbir.
Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum salam
dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainah,
فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ
سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
“Setelah beliau menyempurnakan shalatnya,
beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam
posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR.
Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)
Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam
dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,
فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ
ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ
وَرَفَعَ
“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang
tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud.
Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu
beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.”
(HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573)
Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam
sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,
فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ
سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.
“Kemudian beliau pun shalat satu rakaat
(menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau
melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.”
(HR. Muslim no. 574)
Apakah ada takbiratul ihrom sebelum sujud sahwi?
Sujud sahwi sesudah salam tidak perlu diawali dengan
takbiratul ihrom, cukup dengan takbir untuk sujud saja. Pendapat ini adalah
pendapat mayoritas ulama. Landasan mengenai hal ini adalah hadits-hadits
mengenai sujud sahwi yang telah lewat.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,
“Para ulama berselisih pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah
disyaratkan takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas
ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang nampak
kuat dari berbagai dalil.” (Fathul Bari,
Ibnu Hajar Al Asqolani, 3/99, Darul Ma’rifah, 1379.)
Apakah perlu tasyahud setelah sujud kedua dari sujud
sahwi?
Pendapat yang terkuat di antara pendapat ulama yang ada,
tidak perlu untuk tasyahud lagi setelah sujud kedua dari sujud sahwi karena
tidak ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menerangkan hal ini. Adapun dalil yang biasa jadi pegangan bagi yang
berpendapat adanya, dalilnya adalah dalil-dalil yang lemah.
Jadi cukup ketika melakukan sujud sahwi, bertakbir untuk
sujud pertama, lalu sujud. Kemudian bertakbir lagi untuk bangkit dari sujud
pertama dan duduk sebagaimana duduk antara dua sujud (duduk iftirosy). Setelah
itu bertakbir dan sujud kembali. Lalu bertakbir kembali, kemudian duduk
tawaruk. Setelah itu salam, tanpa tasyahud lagi sebelumnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada dalil sama
sekali yang mendukung pendapat ulama yang memerintahkan untuk tasyahud setelah
sujud kedua dari sujud sahwi. Tidak ada satu pun hadits shahih yang
membicarakan hal ini. Jika memang hal ini disyariatkan, maka tentu saja hal ini
akan dihafal dan dikuasai oleh para sahabat yang membicarakan tentang sujud
sahwi. Karena kadar lamanya tasyahud itu hampir sama lamanya dua sujud bahkan
bisa lebih. Jika memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
tasyahud ketika itu, maka tentu para sahabat akan lebih mengetahuinya daripada
mengetahui perkara salam, takbir ketika akan sujud dan ketika akan bangkit
dalam sujud sahwi. Semua-semua ini perkara ringan dibanding tasyahud.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/49)
Do’a Ketika Sujud Sahwi
Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi,
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو
“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw”
(Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa). (Bacaan sujud sahwi semacam ini di antaranya disebutkan
oleh An Nawawi rahimahullah dalam Roudhotuth
Tholibiin, 1/116, Mawqi’ Al Waroq)
Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari
sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil.
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ
يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا : سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ
وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ
أَصْلًا .
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar
sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man
laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku
katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.” (At Talkhis Al Habiir, 2/6)
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud
sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika shalat.
Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci
Allah Yang Maha Tinggi] (HR. Muslim no.
772)
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ
، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika,
allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan
segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)
Dalam Mughnil Muhtaj –salah satu kitab fiqih Syafi’iyah-
disebutkan, “Tata cara sujud sahwi sama seperti sujud ketika shalat dalam
perbuatann wajib dan sunnahnya, seperti meletakkan dahi, thuma’ninah (bersikap
tenang), menahan sujud, menundukkan kepala, melakukan duduk iftirosy ketika
duduk antara dua sujud sahwi, duduk tawarruk ketika selesai dari melakukan
sujud sahwi, dan dzikir yang dibaca pada kedua sujud tersebut adalah
seperti dzikir sujud dalam shalat.”
Sebagaimana pula diterangkan dalam fatwa Al Lajnah Ad
Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika ditanya, “Bagaimanakah kami melakukan sujud sahwi?”
Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah menjawab,
“Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir sebelum
salam, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang dibaca
ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud sahwinya
terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud sahwinya
sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih keraguan yang ia
yakin lebih kuat, maka yang afdhol baginya adalah sujud sahwi sesudah salam.
Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang membicarakan sujud
sahwi. Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
aalihi wa shohbihi wa sallam.”
Jika Lupa Melakukan Sujud Sahwi, Apakah Shalatnya Mesti
Diulangi?
Mengenai masalah ini kita dapat bagi menjadi dua keadaan:
Keadaan pertama: Jika sujud sahwi yang ditinggalkan sudah lama waktunya,
namun wudhunya belum batal.
Dalam keadaan seperti ini –menurut pendapat yang lebih
kuat- selama wudhunya masih ada, maka shalatnya tadi masih
tetap teranggap dan ia melakukan sujud sahwi ketika ia ingat meskipun waktunya
sudah lama. Inilah pendapat Imam Malik, pendapat yang terdahulu dari Imam Asy
Syafi’i, Yahya bin Sa’id Al Anshori, Al Laits, Al Auza’i, Ibnu Hazm dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah {Namun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengkhususkan
jika memang sujud sahwinya terletak sesudah salam, inilah yang beliau bolehkan.
Lihat Majmu’ Al Fatawa, 23/32}. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/466.)
Di antara alasan pendapat di atas adalah:
Pertama: Karena jika kita mengatakan bahwa kalau sudah lama ia
meninggalkan sujud sahwi, maka ini sebenarnya sulit dijadikan standar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah dalam
lupa sehingga hanya mengerjakan dua atau tiga raka’at, setelah itu malah beliau
ngobrol-ngobrol, lalu keluar dari masjid, terus masuk ke dalam rumah. Lalu
setelah itu ada yang mengingatkan. Lantas beliau pun mengerjakan raka’at yang
kurang tadi. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi. Ini menunjukkan bahwa beliau
melakukan sujud sahwi dalam waktu yang lama. Artinya waktu yang lama tidak bisa
dijadikan.
Kedua: Orang yang lupa –selama wudhunya masih ada-
diperintahkan untuk menyempurnakan shalatnya dan diperintahkan untuk sujud
sahwi. Meskipun lama waktunya, sujud sahwi tetap diwajibkan. Hal ini
berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا
فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa mengerjakan shalat atau
ketiduran, maka kafarohnya (penebusnya) adalah hendaklah ia shalat ketika ia
ingat.” (HR. Muslim no. 684)
Keadaan kedua: Jika sujud sahwinya ditinggalkan dan wudhunya batal.
Untuk keadaan kedua ini berarti shalatnya batal hal ini berdasarkan kesepakatan
para ulama. Orang seperti berarti harus mengulangi shalatnya. Kecuali jika sujud sahwi yang ditinggalkan adalah
sujud sahwi sesudah salam dikarenakan kelebihan mengerjakan raka’at, maka
ia boleh melaksanakan sujud sahwi setelah ia berwudhu kembali. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/466.)
Jika Lupa Berulang Kali dalam Shalat
Jika seseorang lupa berulang kali dalam shalat, apakah ia
harus berulang kali melakukan sujud sahwi? Jawabannya, hal ini tidak diperlukan.
Ulama Syafi’iyah, ‘Abdul Karim Ar Rofi’i rahimahullah mengatakan, “Jika lupa berulang kali
dalam shalat, maka cukup dengan sujud sahwi (dua kali sujud) di akhir shalat.” (Fathul ‘Aziz Syarh Al Wajiz, Abul Qosim Abdul Karim bin
Muhammad Ar Rofi’i, 4/172, Darul Fikr)
Sujud Sahwi Ketika Shalat Sunnah
Sujud sahwi ketika shalat sunnah sama halnya dengan
shalat wajib, yaitu sama-sama disyari’atkan. Karena dalam hadits yang
membicarakan sujud sahwi menyebutkan umumnya shalat, tidak membatasi pada
shalat wajib saja.
Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan,
“Sebagaimana dikatakan dalam hadits ‘Abdurrahman bin ‘Auf,
إذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian
ragu-ragu dalam shalatnya.” Hadits ini menunjukkan bahwa
sujud sahwi itu disyariatkan pula dalam shalat sunnah sebagaimana disyariatkan
dalam shalat wajib (karena lafazh dalam hadits ini umum). Inilah yang dipilih oleh jumhur (mayoritas)
ulama yang dulu dan sekarang. Karena untuk menambal kekurangan dalam shalat dan
untuk menghinakan setan juga terdapat dalam shalat sunnah sebagaimana terdapat
dalam shalat wajib.” (Nailul Author, Muhammad bin ‘Ali
Asy Syaukani, 3/144, Idarotuth Thoba’ah Al Muniirah.)
Insya Allah akan dilanjutkan dengan hukum sujud sahwi
dalam shalat jama’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar