Keutamaan Shalat Tathawwu’
Dari Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami -radhiallahu
anhu- dia berkata:
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ
فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ
قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Saya bermalam bersama Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam, lalu aku membawakan air wudhunya dan air untuk
hajatnya. Maka beliau bersabda kepadaku, “Mintalah kepadaku.” Maka aku berkata,
“Aku meminta bersabda,rkepadamu agar aku menjadi teman dekatmu di
surga.” Nabi “Bukan permintaan yang lain?”. Aku menjawab, “Bukan, itu
saja.” Maka beliau menjawab, “Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan
banyak melakukan sujud.” (HR. Muslim no. 489)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلَاتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوهَا
قُبُورًا
“Jadikanlah (sebagian dari) shalat kalian ada
di rumah kalian, dan jangan kalian jadikan dia (rumah kalian) sebagai kuburan.” (HR. Al-Bukhari no. 1187)
Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu anhu dia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat
tatkala mereka ikut shalat lail di belakang beliau di akhir-akhir bulan
ramadhan:
قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ فَصَلُّوا
أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ
فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ
“Sungguh aku mengetahui apa yang aku lihat
kalian melakukannya. Wahai manusia, shalatlah kalian di rumah-rumah kalian,
karena sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang yang
dilakukannya di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR. Al-Bukhari no. 689 dan Muslim no. 781)
Shalat merupakan amalan terbaik yang hamba
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengannya. Dan Nabi shallallahu alaihi
wasallam mengabarkan bahwa memperbanyak melakukannya merupakan sebab masuknya
seseorang ke dalam surga. Beliau juga menganjurkan agar seseorang mengerjakan
shalat sunnah ini di rumahnya, karena itu lebih menjauhkan dia dari riya’,
menyembunyikan kebaikannya dari manusia, sebagai pengajaran kepada keluarganya,
serta membiasakan mereka dalam mengerjakan shalat-shalat sunnah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن أول ما
يحاسب الناس به يوم القيامة من أعمالهم الصلاة قال يقول ربنا عزوجل لملائكته وهو
أعلم انظروا في صلاة عبدي أتمها أم نقصها فإن كانت تامة كتبت له تامة وإن
كان انتقص منها شيئا قال انظروا هل لعبدي من تطوع ؟ فإن كان له تطوع قال أتموا
لعبدي فريضته من تطوعه ثم تؤخذ الأعمال على ذاكم
“Sesungguhnya amal ibadah manusia yang
pertama kali dihisab (diperhitungkan) pada hari kiamat adalah shalat (wajib
lima waktu), Allah Ta’ala berfirman kepada para malaikat –dan Dia Maha
Mengetahui (segala sesuatu)–: ‘Periksalah shalat (lima waktu yang telah
dikerjakan) hamba-Ku, apakah dia telah sempurna atau ada yang kurang?’ Kalau
shalatnya telah sempurna maka dituliskan baginya (pahala) yang sempurna, kalau
ada yang kurang dalam shalatnya, Allah berfirman: ‘Apakah hamba-Ku pernah
mengerjakan shalat tathawwu’?’ Kalau hamba tersebut pernah mengerjakan shalat
sunnah tathawwu’, Allah berfirman: ‘Sempurnakanlah bagi hamba-Ku (kekurangan)
shalat (wajib lima waktu) dengan shalat tathawwu”. Kemudian amal-amal ibadah
lainnya akan diperhitungkan seperti itu.” [HR
Abu Dawud 864, an-Nasa-i 1/232-233, at-Tirmidzi 413 dan Ibnu Majah 1425 dan
1426]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan dan salah satu hikmah besar disyariatkannya shalat tathawwu’. (Bugyatul Mutathawwi’ hal. 16)
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin
mengatakan, “Ketahuilah, sungguh termasuk nikmat Allah (yang agung) dengan Dia
mensyariatkan kepada hamba-hamba-Nya amal-amal ibadah sunnah tambahan untuk
menyempurnakan (kekurangan) amal-amal yang wajib, karena (bagaimana pun)
amal-amal yang wajib tidak akan luput dari kekurangan.” (Syarh Riyadhish
Shaalihiin 3/282).
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari
hadits ini:
a) Shalat tathawwu’ adalah semua shalat yang disyariatkan dalam agama
Islam, selain shalat wajib lima waktu, baik yang
hukumnya wajib atau sunnah (anjuran). (Bugyatul mutathawwi’ hal.
12).
b) Agungnya kedudukan shalat lima waktu dalam Islam, karena
shalat adalah ibadah yang pertama kali Allah Ta’ala wajibkan kepada manusia
setelah kewajiban beriman (dua kalimat syahadat), maka shalat adalah panji iman
dan bendera Islam. (Faidhul Qadiir 3/87)
c) ‘Umar bin Khattab mengatakan, “Hisablah (introspeksilah)
dirimu saat ini sebelum engkau dihisab (diperiksa/dihitung amal perbuatanmu
pada hari kiamat), dan timbanglah dirimu saat ini sebelum amal perbuatanmu
ditimbang (pada hari kiamat nanti).” [HR Ahmad dalam kitab beliau Az
Zuhd ]
d) Agungnya rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada
hamba-hamba-Nya dengan menyempurnakan kekurangan pada ibadah wajib mereka
dengan ibadah sunnah yang mereka kerjakan. (Bahjatun Naazhiriin 2/281)
e) Arti ‘kekurangan yang disempurnakan” dalam hadits ini
adalah ketidaksempurnaan dalam melaksanakan amal-amal wajib dalam shalat, atau
amal-amal yang disyariatkan seperti khusyu’, dzikir-dzikir maupun doa dalam
shalat. (Tuhfatul Ahwadzi (2/384)
f) Hamba Allah yang paling mulia di sisi Allah adalah yang
melaksanakan amal-amal ibadah yang wajib dengan baik, dan banyak mengerjakan
amal-amal sunnah, sehingga Allah Ta’ala pun mencintainya, inilah wali (kekasih)
Allah Ta’ala yang sesungguhnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang
shahih (Lihat HR al-Bukhari 6137 yang menjelaskan tentang wali Allah).
g) Keutamaan memperbanyak shalat tathawwu’ dan amal-amal sunnah
lainnya, karena semakin banyak amalan sunnah yang
kita kerjakan maka semakin besar pula peluang kita untuk menyempurnakan
kewajiban-kewajiban kita, untuk keselamatan kita di hari kemudian.
h) Dahsyatnya perhitungan amal pada hari kiamat, karena pada
waktu itu yang bermanfaat hanyalah amal perbuatan manusia, bukan harta atau
kemewahan dunia yang mereka miliki.
Macam-macam Shalat Tathawwu’
Shalat sunah ada dua macam: mutlak dan muqayad
Shalat sunah muqayad
adalah shalat sunah yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu tertentu atau
pada keadaan tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat seusai wudhu,
shalat sunah rawatib, dst.
Sedangkan shalat sunah mutlak: semua shalat
sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat
tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat
berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk
shalat (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154).
Shalat Tathawwu’ Mutlak
Shalat sunah mutlak, dianjurkan untuk banyak dilakukan setiap waktu, siang
maupun malam, selain waktu larangan untuk shalat.
Waktu terlarang tersebut adalah:
a) Setelah subuh sampai matahari terbit.
b) Ketika matahari tepat berada di atas kepala, hingga
condong sedikit kebarat.
c) Ketika matahari sudah menguning setelah asar, hingga
matahari terbenam.
Allah berfirman,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Punggung-punggung mereka jauh dari tempat tidur,
karena beribadah kepada Allah, dengan penuh rasa takut dan rasa harap. Mereka
juga menginfakkan sebagian dari rezeki yang Aku berikan kepada mereka.”
(QS. As-Sajdah: 16)
Keutamaan Shalat Tathawwu’ Mutlak
Dari Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami -radhiallahu
anhu- dia berkata:
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ
فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ
قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Saya bermalam bersama Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam, lalu aku membawakan air wudhunya dan air untuk
hajatnya. Maka beliau bersabda kepadaku, “Mintalah kepadaku.” Maka aku berkata,
“Aku meminta bersabda,rkepadamu agar aku menjadi teman dekatmu di
surga.” Nabi “Bukan permintaan yang lain?”. Aku menjawab, “Bukan, itu
saja.” Maka beliau menjawab, “Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan
banyak melakukan sujud.” (HR. Muslim no. 489)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan
figur yang pandai berterima kasih kepada orang lain. Sehingga ketika ada orang
yang melayani beliau, beliau tidak ingin itu menjadi utang budi bagi beliau.
Sebagai wujud rasa terima kasih, beliau menawarkan kepada Rabi’ah yang telah
membantunya, agar meminta sesuatu sebagai upahnya. Namun sang sahabat
menginginkan agar upahnya berupa surga, bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Untuk mewujudkan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam meminta agar Rabi’ah memperbanyak sujud, dalam arti
memperbanyak shalat sunah. Karena seseorang bisa melakukan sujud
sebanyak-banyaknya dengan rajin shalat sunah mutlak.
Dalam hadis yang lain, dari Ma’dan bin Abi Thalhah
al-Ya’mari mengatakan,
Saya pernah bertemu Tsauban, budak yang dibebaskan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku pun bertanya kepadanya, ‘Tolong ceritakan kepadaku,
amalan apa yang bisa menjadi sebab Allah memasukkanku ke dalam surga?’ Dalam
riwayat yang lain: ‘Sampaikan kepadaku amalan yang paling dicintai Allah?’
Tsauban pun terdiam. Kemduian aku mengulangi pertanyaanku tiga kali. Setelah
itu beliau menjawab, ‘Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan beliau menjawab:
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ، فَإِنَّكَ
لا تَسْجُدُ، سَجْدَةً إِلا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا
خَطِيئَةً
“Perbanyaklah bersujud. Karena tidaklah kamu bersujud
sekali, kecuali Allah akan mengangkat satu derajat untukmu dan menghapus satu
kesalahan darimu.” (HR. Muslim).
Tata Cara Shalat Tathawwu’ Mutlak
Shalat sunah mutlak tata caranya sama dengan shalat
biasa. Tidak ada bacaan khusus, maupun doa khusus. Sama persis seperti shalat
pada umumnya.
Untuk bilangan rakaatnya, bisa dikerjakan dua rakaat
salam – dua rakaat salam. Bisa diulang-ulang dengan jumlah yang tidak terbatas.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
bertanya, ‘Bagaimana cara shalat di malam hari?’ Beliau menjawab:
مَثْنَى مَثْنَى، فَإذَا خَشِيتَ الصُّبْحَ
فَأوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ، تُوتِرُ لَكَ مَا قَدْ صَلَّيْتَ
“Dua rakaat-dua rakaat, dan jika kamu khawatir nabrak
subuh, kerjakanlah witir satu rakaat, sebagai pengganjil untuk semua shalat
yang telah anda kerjakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk shalat sunah mutlak yang dikerjakan siang hari,
bisa juga dikerjakan empat rakaat dengan salam sekali, tanpa duduk tasyahud
awal.
Shalat Tathawwu’ Muqayad
1. Shalat
sunat rawatib
Ada tiga hadits yang menjelaskan jumlah shalat sunnah
rawatib beserta letak-letaknya:
a)
Dari Ummu Habibah isteri Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Tidaklah
seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas
rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah
rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dan
dalam riwayat At-Tirmizi dan An-Nasai, ditafsirkan ke-12 rakaat tersebut.
Beliau bersabda:
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa
menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan
membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum zhuhur, dua
rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya` dan
dua rakaat sebelum subuh.” (HR. At-Tirmizi no. 379
dan An-Nasai no. 1772 dari Aisyah)
b) Dari
‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu dia berkata:
حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ
“Aku
menghafal sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa shalat sunnat
sepuluh raka’at yaitu; dua raka’at sebelum shalat zuhur, dua raka’at sesudahnya,
dua raka’at sesudah shalat maghrib di rumah beliau, dua raka’at sesudah shalat
isya’ di rumah beliau, dan dua raka’at sebelum shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari no. 937, 1165, 1173, 1180 dan
Muslim no. 729)
Dalam sebuah riwayat keduanya, “Dua rakaat setelah jumat.”
Dalam riwayat Muslim, “Adapun pada shalat maghrib, isya, dan jum’at, maka Nabi r mengerjakan shalat sunnahnya di rumah.”
c)
Dari Ibnu Umar dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا
“Semoga
Allah merahmati seseorang yang mengerjakan shalat (sunnah) empat raka’at
sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud no. 1271 dan At-Tirmizi no.
430)
Maka
dari sini kita bisa mengetahui bahwa shalat sunnah rawatib adalah:
a.
2 rakaat sebelum subuh, dan sunnahnya
dikerjakan di rumah.
b.
2 rakaat sebelum zuhur, dan bisa juga 4
rakaat.
c.
2 rakaat setelah zuhur
d.
4 rakaat sebelum ashar
e.
2 rakaat setelah jumat.
f.
2 rakaat setelah maghrib, dan sunnahnya
dikerjakan di rumah.
g.
2 rakaat setelah isya, dan sunnahnya
dikerjakan di rumah.
Lalu
apa hukum shalat sunnah setelah subuh, sebelum jumat, setelah ashar, sebelum
maghrib, dan sebelum isya?
Adapun dua rakaat sebelum maghrib dan sebelum isya, maka
dia tetap disunnahkan dengan dalil umum:
Dari Abdullah bin Mughaffal Al Muzani dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ قَالَهَا ثَلَاثًا قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ
“Di antara setiap dua adzan (azan dan iqamah) itu ada
shalat (sunnah).” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Dan pada kali yang
ketiga beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau mengerjakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 588 dan Muslim no. 1384)
Adapun setelah subuh dan ashar, maka tidak ada shalat sunnah rawatib saat itu. Bahkan terlarang untuk shalat sunnah mutlak pada waktu itu, karena kedua waktu itu termasuk dari lima waktu terlarang.
Dari Ibnu ‘Abbas dia berkata:
شَهِدَ عِنْدِي رِجَالٌ مَرْضِيُّونَ وَأَرْضَاهُمْ عِنْدِي عُمَرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَشْرُقَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ
“Orang-orang yang diridlai mempersaksikan kepadaku dan di
antara mereka yang paling aku ridhai adalah ‘Umar, (mereka semua mengatakan)
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang shalat setelah Shubuh hingga
matahari terbit, dan setelah ‘Ashar sampai matahari terbenam.” (HR. Al-Bukhari no. 547 dan Muslim no. 1367)
Adapun shalat sunnah sebelum jumat, maka pendapat yang rajih adalah tidak disunnahkan.
2. Shalat
malam
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ
الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa
yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram (yakni tanggal
sepuluh dengan sembilannya), dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu
adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
3. Shalat
Dhuha
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ
صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ
عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ
الضُّحَى
“Pada
pagi hari setiap persendian kamu harus bersedekah; setiap tasbih adalah
sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan Laailaahaillallah)
adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi
mungkar juga sedekah dan hal itu bisa terpenuhi oleh dua rak’at yang
dikerjakannya di waktu Dhuha.” (HR. Muslim)
Jumlah shalat Dhuha bisa 2
rak’at, 4 rak’at, 6 rak’at, 8 rak’at maupun 12 rak’at.
4. Shalat
dua rak’at setelah wudhu’
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ ، لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » .
“Barang
siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua rak’at dengan
khusyu’ melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Shalat
tahiyyatul masjid
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى
يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila
salah seorang di antara kamu masuk ke masjid, maka janganlah duduk sampai ia
shalat dua rak’at.” (HR. Bukhari)
Zhahir hadits ini adalah
wajibnya shalat tahiyyatul masjid, namun jumhur ulama berpendapat bahwa
hukumnya sunat.
6. Shalat
antara azan dan iqamat
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ
صَلاَةٌ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ
“Antara
dua azan (azan dan iqamat) ada shalat, antara dua azan ada shalat,” pada ketiga
kalinya Beliau mengatakan, “Bagi siapa saja yang mau.” (HR. Bukhari)
7. Shalat
tobat
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْباً ثُمَّ يَقُوْمُ
فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّي ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ
“Tidak
ada seseorang yang melakukan suatu dosa, kemudian ia berdiri dan berwudhu, lalu
shalat. Setelah itu, ia meminta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan
mengampuninya.” Kemudian Beliau membacakan surat Ali Imran: 135. (HR.
Tirmidzi dan Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani)
8. Shalat
ba’diyyah Jum’at
Rasulullah shallalllahu
'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا
أَرْبَعًا
“Apabila
salah seorang di antara kamu shalat Jum’at, maka kerjakanlah setelahnya empat
rak’at.” (HR.
Muslim)
Bisa juga ia kerjakan hanya dua rak’at karena Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya.
9. Shalat
sunat di masjid sepulang safar
Ka’ab bin Malik mengatakan: Beliau
–yakni Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam- apabila pulang dari safar,
memulai datang ke masjid, lalu shalat dua rak’at, kemudian duduk menghadap
orang-orang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Shalat
Istikharah (meminta pilihan)
Rasulullah shallalllahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu ingin
melakukan suatu perbuatan, maka lakukanlah shalat dua rak’at bukan di shalat
fardhu. Setelah itu ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ
وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ
تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي
وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ
لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ ُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا
الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي
عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ
الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي
“Ya
Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan kepada-Mu, meminta upaya dengan
kekuasaan-Mu. Aku meminta kepada-Mu di antara karunia-Mu yang besar. Engkau
kuasa, aku tidak kuasa, Engkau Mengetahu aku tidak mengetahui. Engkau Maha
Mengetahui yang ghaib. Ya Allah, jika hal ini (ia sebutkan pilihannya) baik
untukku, agamaku, duniaku dan akibatnya, cepat atau lambat, maka taqdirkanlah
buatku dan mudahkanlah ia, kemudian berikanlah keberkahan kepadanya. Namun,
apabila hal itu buruk buatku baik untuk agamaku, duniaku dan akibatnya, cepat
atau lambat, maka hindarkanlah ia dariku dan hindarkanlah aku darinya,
taqdirkanlah untukku yang baik di manapun aku berada, lalu ridhailah aku.” (HR. Bukhari)
Jika melihat kandungan doa
istikharah di atas, menunjukkan bahwa seseorang melakukan sholat istikharah ini
ketika telah memilih suatu perbuatan, ketika itulah disyari’atkan shalat
istikharah, kemudian ia melanjutkan perbuatan yang dipilihnya itu baik hatinya
tentram maupun tidak.
11. Shalat
gerhana
Rasulullah shallalllahu
'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اَلشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ
اَللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ, فَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُمَا, فَادْعُوا اَللَّهَ وَصَلُّوا, حَتَّى تَنْكَشِفَ
“Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya
tidaklah terjadi gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena
hidupnya. Apabila kamu melihatnya berdoalah kepada Allah dan lakukanlah shalat
sampai hilang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jumlahnya dua rak’at, dilakukan secara berjama’ah. Masing-masing rak’at dua kali ruku’ dan dua kali berdiri (pada setiap berdiri membaca Al Fatihah dan surat).
Setelah melakukan shalat
imam disunnahkan untuk berkhutbah, menasehati orang-orang, mendorong mereka
untuk beristighfar dan beramal shalih.
12. Shalat
Isyraq
Rasulullah shallalllahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ، ثُمَّ قَعَدَ
يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ
لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ، تَامَّةً تَامَّةً تَامَّةً
“Barang
siapa shalat Subuh berjama’ah, lalu duduk berdzikr mengingat Allah sampai
matahari terbit. Setelah itu ia shalat dua rak’at, maka ia akan mendapatkan
pahala seperti satu kali hajji dan umrah secara sempurna, sempurna dan
sempurna.” (HR. Tirmidzi)
Shalat ini dikerjakan pada
waktu dhuha di bagian awalnya ketika matahari terbit setinggi satu tombak
(jarak antara terbit matahari/syuruq dengan setinggi satu tombak kira-kira ¼
jam).
13. Shalat
Tasbih.
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا
عَمَّاهْ أَلاَ أُعْطِيْكَ أَلاَ
أُمْنِحُكَ أَلاَ أُحِبُّوْكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ
أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ
خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ عَشَرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ
رَكْعَاتٍ تَقْرَأُ فِيْ كُلِّ
رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وِسُوْرَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقُرْاءَةِ فِيْ أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ
قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشَرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ
عَشَرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ
مِنَ الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تّهْوِيْ سَاجِدًا فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ
رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا
عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ
فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ
ذَلِكَ فِيْ أَرْبَعِ رَكْعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِيْ كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ
فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً
فَإِنْ لََمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ فَفِيْ كُلِّ سَنَةِ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ
عُمْرِكَ مَرَّةً
"Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muththolib :
Wahai ‘Abbas, wahai pamanku maukah saya berikan padamu?, maukah saya
anugerahkan padamu?, maukah saya berikan padamu?, saya akan tunjukkan suatu
perbuatan yang mengandung 10 keutamaan yang jika kamu melakukannya maka
diampuni dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang lama maupun
yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang
besar, yang tersembunyi maupun yang nampak. Semuanya 10 macam. Kamu sholat 4
raka’at setiap raka’at kamu membaca Al-Fatihah dan satu surah. Jika telah
selesai maka bacalah Subhanallahi walhamdulillahi walaa ilaaha illallah wallahu
akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah kalimat
itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ baca lagi sebanyak
10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud
baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud lagi dan baca lagi sebanyak 10 kali,
kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri baca lagi sebanyak 10 kali, maka
semuanya sebanyak 75 kali setiap raka’at. Lakukan yang demikian itu dalam
empat raka’at. Lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu lakukan setiap pekan,
kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun dan jika tidak
mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu". [HR Abu Dawud, Ibnu Majah]
Tingkat keutamaan
Pada penjelasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa shalat
sunah ada 2: shalat sunah mutlak dan shalat sunah muqayad. Semua shalat sunah
ini, tingkatannya berbeda-beda. Berikut rinciannya:
a. Shalat sunah muqayad, lebih utama dibandingkan shalat
sunah mutlak. Meskipun shalat sunah muqayad ini dilakukan di siang hari.
b. Shalat sunah mutlak yang dilakukan di malam hari, lebih
utama dibandingkan shalat sunah mutlak yang dilakukan di siang hari.
Sebagai contoh, orang yang mengerjakan shalat
sunah mutlak antara maghrib dan isya, lebih utama dibandingkan orang yang
mengerjakan shalat sunah mutlak antara zuhur dan asar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ
المَكْتُوبَةِ الصَّلاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Shalat yang paling utama setelah shalat
wajib adalah shalat sunah yang dikerjakan di malam hari.” (HR. Muslim)
c. Shalat sunah mutlak yang dikerjakan di sepertiga malam
terakhir, lebih utama dibandingkan shalat sunah mutlak di awal malam. Karena
sepertiga malam terakhir adalah waktu mustajab untuk berdoa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ
يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ
لَهُ، وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Tuhan kita Yang Maha Mulia lagi Maha
Tinggi, turun setiap malam ke langit dunia, ketika tersisa sepertiga malam yang
terakhir. Kemudian Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku
kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri, dan siapa yang memohon
ampun kepada-Ku akan aku ampuni.” (HR. Muslim)
Demikian yang dikabarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang wajib kita imani sebagaimana yang beliau
sampaikan. Allah turun ke langit dunia, dengan cara yang sesuai kebesaran dan
keagungannya, dan tidak boleh kita khayalkan.
d. Shalat sunah yang dilakukan di rumah, lebih utama
dibandingkan shalat sunah yang dikerjakan di masjid.
إِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ
فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ
“Sesungguhnya shalat yang paling utama
adalah shalat yang dilakukan seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kontinu dalam Amalan itu Lebih Baik
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan
bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh
Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu
berkeinginan keras untuk merutinkannya. [HR. Muslim no. 783]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa
amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang
banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang
rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri
pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan
tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun
konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat
dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.” (Syarh
Muslim)
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan
oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan
(kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu
saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat
’Abdullah bin ’Umar.” (Fathul Baari lii Ibni Rajab)
Demikian sedikit penjelasan dari kami mengenai shalat
sunnah. Semoga kita termasuk hamba Allah yang bisa merutinkannya. Hanya Allah
yang memberi taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala
kebaikan menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar