Pada kota Madinah terdapat dua masjid yang agung yaitu
masjid Nabawi dan Masjid Kuba’. Kedua masjid tidak akan terpisahkan dari
pembicaraan seputara kota Madinah, karena kedua memiliki kedudukan tinggi.
Berikut penjelasan singkat terkait kedua masjid tersebut.
Masjid Nabawi
Masjid Nabawi yang terletak di kota Madinah memiliki banyak keutamaan yang dijelaskan dalam banyak hadits. Diantaranya adalah sabda Rasûlullâh :
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ
إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا،
وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Tidak boleh melakukan safar (menuju tempat yang dianggap
berkah) kecuali safar menuju tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini dan
Masjidil Aqsha. [HR. Imam
al-Bukhâri dan Muslim]
Di kota Madinahlah terdapat salah satu dari tiga masjid
yang dibangun oleh para Nabi Alihimussalam.
Ada juga hadits yang menunjukkan keutamaan shalat di
Masjid Nabawi. Shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu shalat, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا
أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاةٌ
فِي ذَلِك أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ صَلاةٍ فِي هَذَا يَعْنِي فِي مَسْجِد
الْمَدِينَة
Shalat dimasjidku ini lebih baik dari seribu shalat di
masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram. Dan shalat di masjid itu (Masjidil
Haram) lebih baik dari seratus shalat di masjid ini (Masjid Nabawi). [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Ini merupakan keutamaan yang sangat agung dan momen
diantara momen akhirat, keuntungan pahala padanya berlipatganda, bukan hanya
puluhan kali, bukan pula ratusan akan tetapi lebih dari ribuan kali.
Sudah diketahui bersama, bahwa para pebisnis apabila
meyakini atau mengetahui barang dagangan mereka laris atau laku di suatu tempat
pada suatu waktu, maka mereka akan mempersiapkan diri mereka untuk menyambut
momen tersebut, walaupun keuntungan yang akan didapatkan hanya setengah atau
satu kali lipat. Ini perdagangan duniawi, lalu bagaimana keuntungan akhirat
yang ada didapatkan Masjid Nabawi, bukan hanya sepuluh kali lipat, atau seratus
kali lipat, tidak pula lima ratus atau enam ratus, akan tetapi lebih dari
seribu??!
Janji Allah Azza wa Jalla lewat lisan Rasul-Nya ini tentu
akan semakin memompa semangat kaum Muslimin untuk memperbanyak beribadah di
Masjid Nabawi. Namun terkait ini ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan
berkenaan dengan masjid yang penuh berkah ini:
1. Pelipatgandaan pahala shalat di
Masjid Nabawi sampai lebih dari seribu tidak dikhususkan untuk shalat fardhu
saja tanpa shalat sunnah, tidak pula sebaliknya, akan tetapi mencakup shalat
fardu dan sunnah. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata
shalat secara mutlak. Jadi shalat fardhu setara dengan seribu shalat fardhu,
dan shalat sunnah setara dengan seribu shalat sunnah.
2. Pelipatgandaan pahala yang terdapat
dalam hadits tidak dikhususkan untuk area Masjid yang ada pada zaman Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, akan tetapi mencakup semua area yang
ditambahkan saat perluasan masjid. Terbukti khalifah Umar dan Utsmân
Radhiyallahu anhuma memperluas masjid dari arah depan, dan kita ketahui bersama
bahwa tempat imam dan shaf setelahnya termasuk dari area perluasan, diluar
areal masjid pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya area
perluasan tidak memiliki hukum yang sama denga area sebelum perluasan, niscaya
dua khalifah besar itu tidak akan melakukan perluasan dari sisi depan masjid,
kemudian juga jumlah para Shahabat di masa dua khalifah tersebut masih sangat
banyak dan tidak ada seorangpun yang menyangkal atau menolak perluasan masjid.
Ini merupakan bukti yang sangat kuat bahwa pelipatgandaan pahala tidak terbatas
pada arela masjid di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja.
3. Di dalam area Masjid Nabawi terdapat
tempat yang disebut oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai salah satu
taman dari taman surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما بَيْنَ بَيْتِيْ
ومِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
Area diantara
rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga. [HR. al-Bukhâri dan
Muslim].
Pengkhususan
area ini sebagai salah satu taman surga tanpa penyebutan area-area lain dari
Masjid Nabawi menunjukkan keutamaan dan keistimewaan tempat tersebut. Keutamaan
akan bisa diraih dengan melakukan shalat sunnah di sana atau berzikir dan
membaca al-Qur’ân, dengan tanpa menyakiti atau mengganggu orang lain yang sudah
berada di dalamnya atau ketika mencapai tempat tersebut. Adapun shalat fardhu,
maka ia lebih utama dilakukan pada shaf-shaf awal, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ
أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا
Sebaik-baiknya
shaf kaum laki-laki adalah shaf yang paling depan, dan seburuk buruk shaf
mereka adalah shaf yang paling belakang. [HR. Muslim]
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا
فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلا أَنْ يَسْتَهِمُوا
عَلَيْهِ لاسْتَهَمُوا عَلَيْهِ
Seandainya
manusia mengetahui ganjaran yang terdapat pada panggilan adzan dan shaf
pertama, kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan cara undian
niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
4. Apabila Masjid Nabawi sudah penuh
dengan orang yang sedang menunaikan shalat berjama’ah, maka orang yang datang
terlambat bisa melakukan shalat di jalan-jalan yang ada pada tiga sisi masjid
selain jalan yang ada pada sisi depan. Dengan itu dia sudah mendapatkan pahala
shalat berjama’ah, namun mendapatkan keutamaan shalat di Masjid Nabawi. Karena
pahala yang lebih dari seribu kali itu dikhususkan untuk orang yang shalat di
dalam Masjid Nabawi saja, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
:
صَلاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا
أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
Satu shalat
dimasjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya, kecuali
Masjidil Haram. [HR.
Al-Bukhâri dan Muslim]
Dan orang yang
shalat di jalan-jalan tidak dianggap shalat di dalam Masjid Nabawi, maka dia
tidak mendapatkan pahala yang berlipat-lipat.
5. Telah tersebar di tengah masyarakat
kaum Muslimin, bahwa barangsiapa datang ke kota Madinah maka dia harus
menunaikan shalat empat puluh kali shalat di Masjid Nabawi, berdasar hadits
dalam Musnad Imam Ahmad dari Shahabat Anas Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي
أَرْبَعِينَ صَلَاةً لَا تَفُوتُهُ صَلَاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ
النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
Barangsiapa
shalat di masjidku ini empat puluh shalat tidak terlewatkan satu shalat pun,
maka akan dituliskan baginya kebebasan dari api neraka, selamat dari adzab, dan
terlepas dari sifat munafik
Hadits ini
adalah hadits yang dhaif (lemah) yang tidak bisa dijadikan hujjah (argumen).
Juga masalah ini adalah masalah yang fleksibel. Jadi, siapa pun yang datang ke kota Madinah tidak diharuskan untuk melakukan shalat-shalat tertentu di Masjid Nabwi, akan tetapi setiap shalat yang dilakukan di Masjid Nabawi berpahala lebih dari seribu kali shalat di tempat lain selain Masjidil Haram tanpa ada batasan atau pengkhususan shalat-shalat tertentu.
6. Banyak kalangan kaum Muslimin
diberbagai belahan dunia yang membangun masjid di atas kubur, atau memakamkan
mayat di dalam masjid. Untuk membenarkan perbuatan ini, mereka terkadang
berdalih dengan kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berada di dalam
Masjid Nabawi. Syubhat ini bisa dibantah dengan mengatakan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang membangun Masjid Nabawi saat pertama
kali tiba di kota Madinah, kemudian Beliau membangun rumah-rumah Beliau yang
ditempati oleh para istri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tepat di samping
Masjid Nabawi. Diantara rumah-rumah itu ada rumah untuk Aisyah Radhiyallahu
anhuma yang pada akhirnya nanti menjadi tempat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dikuburkan. Rumah-rumah ini tetap berada di luar area Masjid Nabawi pada
zaman khulafâ’ ar-râsyidîn, zaman Mu’âwiyah dan zaman beberepa khalifah
setelahnya. Dipertengahan khilafah Umawiyyah, Masjid Nabawi diperluas dan rumah
Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berisi kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
masuk menjadi area Masjid Nabawi.
Selain itu banyak hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang tidak mungkin dinaskh (dihapus hukumnya) yang menunjukkan haramnya
menjadikan kuburan sebagai masjid. Diantaranya hadits Jundub bin Abdillah
al-Bajali, beliau Radhiyallahu anhu mendengarnya langsung dari Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lima hari sebelum Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat. Jundub Radhiyallahu anhu berkata, “Saya mendengar Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam meninggal:
إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى
اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ، وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدِ
اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَلَوْ كُنْتُ
مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا، أَلَا
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ
مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ
عَنْ ذَلِكَ
Saya berlepas diri kepada Allâh dari menjadikan salah
seorang diantara kalian sebagai kekasih, sesungguhnya Allâh menjadikanku
sebagai kekasih-Nya sebagaimana Allâh Azza wa Jalla telah mengambil Nabi
Ibrâhîm sebagai kekasih-Nya. Aeandainya saya diperkenannkan mengambil salah
seorang diantara ummatku sebagai kekasih, niscaya saya telah menjadikan Abu
Bakr sebagai kekasihku. Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai masjid, maka
janganlah kalian menjadikan kubur sebagai masjid, karena sesungguhnya aku
melarang kalian dari perbuatan tersebut. [HR. Muslim di dalam Shahîhnya)
Bahkan ketika ajal akan menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam masih sempat memperingatkan ummatnya dari perbuatan yang menjadikan
kuburan sebagai masjid, sebagaimana termaktub dalam Shahîh al-Bukhâri dan
Shahîh Muslim dari Aisyah Radhiyallahu anhuma dan Ibnu Abbâs Radhiyallahu
anhuma. Mereka berdua berkata, “Ketika ajal akan menjemput Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan
sehelai kain hitam di wajah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian
tatkala Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam susah bernafas Beliau
melepaskannya, lantas Beliau bersabda:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى
الْيَهُوْدِ والنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنَبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Semoga Allâh melaknat kaum Yahudi dan Nashra, mereka
menjadikan kubur para Nabi mereka sebagai masjid.
Beliau mewanti-wanti umatnya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam agar tidak melakukan apa yang telah dilakukan kaum Yahudi dan Nashara.
Hadits-hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu
anhuma, Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma dan Jundub Radhiyallahu anhu adalah
hadits muhkam yang tidak bisa dinasakh (dihapus) hukumnya bagaimanapun
keadaannya. Karena hadits Jundub Radhiyallahu anhu terjadi pada hari-hari akhir
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Adapun hadits Aisyah Radhiyallahu
anhuma dan Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma terjadi di saat-saat akhir Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Oleh karena itu, tidak dibenarkan bagi kaum
Muslimin secara individu dan maupun berkelompok untuk meninggalkan isi
hadits-hadits ini, dan menjadikan apa yang dilakukan pada bani Ummayah berupa
perluasan masjid yang mengakibatkan masuknya kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ke dalam Masjid Nabawi sebagai hujjah untuk membolehkan pembangunan
masjid di atas kubur, atau memakamkan mayat di dalam masjid.
Masjid Quba
Masjid Quba’ adalah masjid kedua dari dua masjid yang memiliki keutamaan dan kedudukan penting di kota Madinah. Kedua masjid itu didirikan atas dasar ketakwaan sejak hari pertama. Khusus tentang Masjid Quba’, ada beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan shalat di masjid itu. Dalil-dalil itu berasal dari perkataan mau perbuatan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalil yang berasal dari perbuatan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullâh bin Umar
Radhiyallahu anhuma. Beliau Radhiyallahu anhuma berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ، مَاشِيًا
وَرَاكِبًا فَيُصَلِّي فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ
Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi
Masjid Quba setiap hari Sabtu dengan berjalan kaki atau berkendaraan kemudian
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rekaat. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Sedangkan dalil yang berasal dari perkataan Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits yang diriwayatkan dari Sahl bin Hunaif
Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ
ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ، فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ
عُمْرَةٍ
Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian datang ke Masjid
Quba’, kemudian dia mendirikan shalat di sana, maka dia mendapatkan pahala
umrah [HR. Ibnu Majah dan lainnya]
Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
di atas :
فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً
Kemudian dia mendirikan shalat
Kata shalat disini mencakup semua shalat fardu dan
sunnah.
Itulah keutamaan Masjid Nabawi dan Masjid Quba’ yang
dijelaskan dalam hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
Selain kedua masjid di kota Madinah di atas, tidak ada keterangan dalam hadits
yang menunjukkan keutamaan tertentu dari masjid-masjid lain yang ada di kota
Madinah.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar