Tidak
seperti bulan Ramadhan, kebanyakan masyarakat kita belum banyak yang menyadari
bahwa Dzulhijjah termasuk bulan yang
istimewa. Padahal banyak dalil yang menunjukkan bahwa di bulan Dzulhijjah, amal
soleh dilipat gandakan. Sebagaimana pahala yang dijanjikan ketika ramadhan.
Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ:
رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ
”Ada dua
bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang. Keduanya dua bulan hari raya:
bulan Ramadlan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Bukhari 1912 dan
Muslim 1089).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menggandengkan bulan Dzulhijjah dengan Ramadhan.
Sebagai motivasi beliau menyebutkan bahwa pahala amal di dua bulan ini tidak
berkurang.
Rentang
waktu yang paling mulia ketika Dzulhijjah adalah 10 hari pertama. Di surat
al-Fajr, Allah berfirman:
وَ الْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ
Demi
fajar, dan demi malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr: 1 – 2)
Ibn Rajab
menjelaskan, malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Inilah tafsir yang benar dan tafsir yang dipilih mayoritas ahli tafsir dari
kalangan sahabat dan ulama setelahnya. Dan tafsir inilah yang sesuai dengan
riwayat dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma…” (Lathaiful
Ma’arif, hal. 469)
Allah
bersumpah dengan menuebut sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Yang ini
menunjukkan keutamaan sepuluh hari tersebut. Karena semua makhluk yang Allah
jadikan sebagai sumpah, adalah makhluk istimewa, yang menjadi bukti kebesaran
dan keagungan Allah.
Karena
itulah, amalan yang dilakukan selama 10 hari pertama Dzulhijjah menjadi amal
yang sangat dicintai Allah. Melebihi amal soleh yang dilakukan di luar batas
waktu itu. Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا
أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ. يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ.
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ
يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada
hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang
dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah.).” Para sahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding
jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke
medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil
musuh).” (HR. Ahmad 1968, Bukhari 969, dan Turmudzi 757).
Dalam
riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada
amalan yang lebih suci di sisi Allah dan tidak ada yang lebih besar pahalanya
dari pada kebaikan yang dia kerjakan pada sepuluh hari al-Adha.” (HR.
Ad-Daruquthni, dan dihasankan oleh al-Albani)
Al-Hafidz
Ibn Rajab mengatakan, Hadis ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari
bulan Dzulhijjah lebih dicintai di sisi Allah dari pada beramal pada hari-hari
yang lain, tanpa pengecualian. Sementara jika suatu amal itu lebih dicintai
Allah, artinya amal itu lebih utama di sisiNya. (Lathaiful Ma’arif, hal. 456).
Diceritakan
oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair
(Murid senior Ibn Abbas), ketika memasuki tanggal satu Dzulhijjah, beliau
sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah, sampai hampir tidak mampu
melakukannya.
Saatnya
Membangun Kesadaran Masyarakat
Memahami
hal ini, saatnya kita menyadarkan masyarakat. Kita ajak mereka untuk
bersama-sama menyemarakkan 10 hari pertama Dzulhijjah dengan berbagai amal
soleh dan ibadah, sebagaimana ketika mereka menyemarakkan bulan ramadhan.
Jadikan kesempatan 10 hari pertama sebagai ladang untuk mendulang jutaan
pahala.
Lebih dari
itu, ada beberapa amal soleh yang dianjurkan untuk dikerjakan selama 10 hari
pertama Dzulhijjah, diantaranya:
Pertama, Memperbanyak puasa di sembilan hari pertama.
Dianjurkan memperbanyak
puasa di sembilan hari bulan Dzulhijjah. Dan ditekankan puasa hari arafah,
tanggal 9 Dzulhijjah.
Dari Abu Qotadah,
ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى
اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah (9
Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.
Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR.
Muslim no. 1162)
Dalil yang mendukung anjuran puasa di 10 hari pertama Dzulhijjah adalah hadits dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ
مِنْ كُلِّ شَهْر.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram),
berpuasa tiga hari setiap bulannya (hijriyah), …” (HR. Abu Daud no.
2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ummul Mukminin, Hafshah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan Al-Albani).
Kedua, Memperbanyak takbiran.
Lafadz
takbiran, sama seperti umumnya takbiran yang kita kenal.
Takbiran pada bulan
Dzulhijjah ada dua macam:
A. Takbiran yang bersifat mutlak (tidak terikat
waktu)
Takbiran
mutlak adalah takbiran yang dilakukan kapan saja dan dimana saja, selama masih
dalam rentang waktu yang dibolehkan.
Takbir mutlak menjelang Idul
Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah dan berakhir hingga waktu asar tanggal
13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah ini, kaum muslimin disyariatkan
memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja.
Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun
berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor,
sawah, pasar, lapangan, masjid, dst.
Anjuran takbiran selama
tanggal 1 sampai 13 Zulhijah ini berdasarkan beberapa dalil berikut,
1. Firman Allah,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ
مَعْلُومَاتٍ
“…supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari
yang telah ditentukan…” (QS. Al-Hajj: 28).
Kemudian di ayat lain, Allah
juga berfirman,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ
مَعْدُودَاتٍ
“….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa
hari yang berbilang…” (QS. Al-Baqarah: 203).
Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan mengatakan,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ
مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ
التَّشْرِيقِ
“Yang dimaksud “hari yang
telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa
hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
(Al-Bukhari secara Mua’alaq,
Bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).
2. Hadis dari
Abdullah bin Umar , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه من
العمل فيهن من هذه الأيام العشر فاكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد
“Tidak ada amal yang
dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang
dilakukan pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca
tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad dan Sanadnya dishahihkan
Syekh Ahmad Syakir).
3. Praktek
beberapa sahabat,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ
يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ
النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا
“Dulu Ibn Umar dan Abu
Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua
mengucapkan kalimat takbir kemudian orang-orang pun bertakbir disebabkan
mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Bukhari secara muallaq, Bab: Keutamaan
beramal di hari tasyriq).
B. Takbiran yang terikat waktu (Takbir Muqayyad)
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan salat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut beberapa dalil yang menunjukkan anjuran takbiran ini,
1. Riwayat dari Umar bin
Khattab radliallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الغداة يوم عرفة إلى
صلاة الظهر من آخر أيام التشريق
Bahwa Umar dulu bertakbir
setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah zuhur pada tanggal
13 Dzulhijjah. (Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi dan sanadnya disahihkan
al-Albani).
2. Riwayat dari
Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى
صلاة العصر من آخر أيام التشريق، ويكبر بعد العصر
Bahwa Ali bertakbir setelah
salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai asar tanggal 13 Dzulhijjah. Ali
juga bertakbir setelah asar. (HR Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Al-Albani
mengatakan: Sahih dari Ali).
3. Keterangan
dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى
آخر أيام التشريق، لا يكبر في المغرب
Bahwa Ibnu Abbas bertakbir
setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Ia
tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibnu Abi
Syaibah dan Al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan, “Sanadnya sahih”).
4. Riwayat dari
Ibn Mas’ud radliallahu ‘anhu,
يكبر من صلاة الصبح يوم عرفة إلى صلاة
العصر من آخر أيام التشريق
Bahwa Ibnu Mas’ud bertakbir
setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai asar tanggal 13
Dzulhijjah. (HR. Al-Hakim dan disahihkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’).
Ketiga, Memperbanyak amal salih
Dari Ibn
Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ
الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ
وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai
Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad
fi sabilillah? Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
“Termasuk
lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan
jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan
hartanya diambil musuh, pen.).” (HR.
Bukhari, Ahmad, dan At-Turmudzi).
Hadis ini menunjukkan kita
dianjurkan memperbanyak amal soleh selama 10 hari pertama dzulhijjah. Apapun
bentuk amalnya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentukan amal
ibadah khusus selain takbiran dan puasa arafah.
Keempat, Shalat Idul Adha
Dari Anas
bin Malik radliallahu ‘anhu, beliau
mengatakan,
قدم رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال « ما هذان اليومان ». قالوا كنا نلعب فيهما
فى الجاهلية. فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « إن الله قد أبدلكم بهما خيرا
منهما يوم الأضحى ويوم الفطر ».
Bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, masyarakat Madinah
memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dua hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Kami merayakannya
dengan bermain di dua hari ini ketika zaman jahiliyah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti
kepada kalian dengan dua hari yang lebih baik: Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan
disahihkan al-Albani).
Kelima, Menyembelih Hewan Qurban
Allah
berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Laksanakanlah salat untuk Rab-mu dan sembelihlah kurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).
Ibadah qurban memiliki nilai
sangat penting, sehingga bagi yang mampu, agar jangan sampai meninggalkannya.
Anda bisa perhatikan hadis ini,
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memililki kelapangan namun dia tidak berkurban
maka jangan mendekat ke masjid kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. Dihasankan
Al-Albani).
Catatan: Bagi orang yang hendak berkurban, dilarang memotong kuku
dan juga rambutnya (bukan kuku dan bulu hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1
Dzulhijjah sampai dia memotong hewan kurbannya.
Dari Umu salamah radliallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا
أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ
أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Barangsiapa yang memiliki hewan yang hendak dia sembelih
(di hari raya), jika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah maka janganlah dia
memotong rambutnya dan kukunya sedikitpun, sampai dia menyembelih hewan
kurbannya.” (HR.
Muslim).
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar