Pertanyaan:
Saya seorang muslim yang
bekerja di Inggris. Aku telah menikah dengan seorang perempuan atheis selama
tiga tahun. Apakah pernikahan demikian ini dibolehkan atau dilarang?
Jawaban:
Alhamdulillah
Tidak halal bagi seorang
muslim menikah dengan seorang wanita kafir yang tidak beriman kepada Allah,
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan Alquran,
berdasarkan firman Allah
وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
“Janganlah kalian nikah perempuan-perempuan
musyrik sampai mereka beriman.” (QS. Al-Baqarah: 221).
وَلاَتُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ
“Dan janganlah kamu tetap
berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir.” (Al-Mumtahanah: 10).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا جَآءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ
مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ
عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَهُنَّ
حِلٌّ لَّهُمْ وَلاَهُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman,
maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang
keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)
beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka)
orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10).
Allah tidak mengecualikan
wanita kafir kecuali dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan
Nasrani pen.) saja, maka seorang muslim dibolehkan untuk menikahi
wanita Yahudi atau Nasrani. Adapun selain keduanya, maka tidak dibolehkan, dari
agama apa pun wanita tersebut. Allah berfirman,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ
حِلٌّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
“Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga
kehormatandiantara wanita-“Wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab.” (QS. Al-Maidah: 5).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Firman Allah ‘Jangan kalian nikahi perempuan-perempuan musyrik sampai mereka
beriman’ karena sejelek-jelek wanita muslimah, dia memiliki kebaikan yang tidak
bisa ditandingi oleh wanita musyrik dengan kebaikan yang ada padanya (cantik,
baik hati, berdarah biru, dsb.). Hal ini berlaku secara umum bagi wanita
musyrik kecuali yang ada pada surat Al-Maidah di atas.” (Tafsir As-Sa’di,
Hal. 19).
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
“Diperkenankan pernikahan tersebut untuk wanita ahli kitab. Adapun
selain mereka, tergolong keumuman hukum larangan tersebut… Semua orang kafir
selain dari ahli kitab seperti pengagung patung, pohon, hewan,
dll, maka tidak ada perselisihan di kalangan para ulama tentang haramnya
menikahi wanita-wanita mereka dan memakan sembelihannya.” (Al-Mughni,
9:548).
Menurut Syaikh Ibnu Baz,
“Menikahi perempuan kafir selain dari golongan ahli kitab tidak
dibolehkan, Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Mereka
(wanita muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir
(laki-laki dan wanita kafir) itu tiada halal pula bagi mereka.” (Majmu’
Fatawa Ibnu Baz, 21:76).
Lajnah Daimah Lilifta
memfatwakan, “Boleh bagi seorang muslim untuk menikahi wanita muslimah atau
wanita ahli kitab dan tidak diperkenankan menikahi
wanita-wanita dari agama apa pun selain keduanya.” (Fatwa Lajnah Daimah,
18:275).
Ulama-ulama di Lajnah
Daimah juga mengatakan, “Tidak boleh dan tidaklah sah bagi seorang laki-laki
muslim menikahi seorang wanita musyrik selain dari Yahudi dan Nasrani, walaupun
wanita musyrik tersebut ridha dengan pernikahan itu, tidak pandang dia
mengetahui laki-laki itu seorang muslim atau tidak. Hal ini berdasarkan firman
Allah, “Janganlah kalian nikahi wanita-wanita musyrik sampai mereka beriman.”
Namun apabila ia bertaubat dari kemusyrikannya, maka dibolehkan untuk
menikahinya.” (Fatwa Lajnah Daimah, 18: 311).
Dalam hal ini perlu kami
ingatkan, yang dimaksud dengan wanita ahli kitab adalah
wanita-wanita yang memegangi ajaran agamanya walaupun setelah agama tersebut berubah
dan menjadi permainan di kalangan tokoh agama mereka. Adapun wanita yang
semulanya ahli kitab (berpegang dengan ajaran agama pen.),
kemudian keluar dari ajaran agamanya menjadi seorang atheis dan tidak beriman
kepada agama, tidak diperkenankan menikahinya.
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah memberi
catatan pada tafsir Ibnu Katsir berkaitan dengan ayat :
‘Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan
diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab.” (QS. Al-Maidah: 5)’,
beliau mengatakan, “Ini
berlaku pada makanan ahli kitab, jika memang benar mereka ahli
kitab. Adapun orang-orang yang berafiliasi (menisbatkan diri) kepada Agama
Nasrani dan Yahudi di Eropa, Amerika, dan selainnya, maka kami berpendapat
mereka bukanlah ahli kitab, karena mereka mengingkari (tidak
menaati aturan pen.) agama mereka sendiri yang tampak pada mereka
hanya sebatas simbol-simbol (keagamaan) semata. Kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang atheis yang tidak beriman kepada Allah dan para nabi. Buku-buku
mereka dan kabar yang demikian ini masyhur bagi kita. Mereka telah keluar dari batas-batas
agama manapun. Mereka beragama dengan cara liberal, serba boleh dan serba halal
dalam permasalahan pergaulan dan kehormatan diri. Dengan demikian tidak boleh
menikah dengan wanita-wanita tersebut, dengan alasan tidak adanya sifat ahli
kitab secara hakiki. Tidak boleh juga memakan sembelihan mereka dengan
alasan serupa. Tersiar berita yang terpercaya bahwasanya mereka tidak melakukan
penyembelihan sama sekali. Kabar yang tersebar adalah cara mereka membunuh
hewan dengan penyiksaan terhadap hewan. Mereka membunuh hewan dengan cara lain
(selain menyembelih), di sisi lain mereka mengklaim mereka adalah orang yang
paling sayang dengan hewan-hewan. Setiap daging yang ada pada mereka statusnya
adalah bangkai, tidak boleh bagi seorang muslim untuk memakannya.” (‘Umdatu
Tafsir, 1:636).
Atas dasar inilah,
pernikahanmu dengan wanita tersebut tidak dibolehkan dan juga tidak sah.
Jawaban atas pertanyaanmu adalah hendaknya engkau lekas menceraikannya dan
bertaubat kepada Allah atas perbuatan tersebut dengan menyesali apa yang telah
engkau perbuat. Andaikata perempuan tersebut masuk Islam, maka engkau
dibolehkan untuk menjalin ikatan pernikahan, dengan akad yang baru.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar