Berikut ini ringkasan perkara-perkara yang
dilarang dan perkara-perkara yang dibolehkan terhadap orang kafir. Sengaja
kami paparkan secara ringkas tanpa menyebutkan banyak penjelasan sisi
pendalilan dan pendapat-pendapat para ulama agar tersampaikan dengan lebih
singkat dan padat. Harapannya agar kaum Muslimin dan juga non Muslim, bisa
memahami dengan singkat dan gamblang permasalahan ini.
Perkara-Perkara Yang Tidak
Diperbolehkan
- Tidak boleh mengikuti agamanya, mencakup semua ritual dan
kepercayaannya
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ
عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama
yang diridhai di sisi Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19).
قُلْ يَا
أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنْتُمْ
عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah: “Hai
orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun).
- Tidak boleh membantu non Muslim menghancurkan atau merendahkan Islam
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا
وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil jadi auliya bagimu, orang-orang yang membuat
agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”
(QS. Al Maidah: 57).
- Tidak boleh tasyabbuh bil kuffar, meniru kebiasaan yang
menjadi ciri khas kaum non-Muslim
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم
فهو منهم
“Orang yang
menyerupai suatu kaum, ia menjadi bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu
Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di
shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152)
- Tidak boleh menghadiri atau merayakan perayaan kaum non-Muslim
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لَا
يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang
tidak melihat az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja)
dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan: 72).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan: “az zuur adalah hari-hari perayaan kaum musyrikin” (Tafsir Al Qurthubi).
- Tidak boleh menjadikannya teman dekat, pemimpin dan orang kepercayaan
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن
يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi aliya
bagi(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka” (QS. Al Maidah: 51).
لَا يَتَّخِذِ
الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ
تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Al Imran: 28)
Makna auliya adalah: pemimpin;
orang kepercayaan; orang yang dicenderungi untuk disayangi; teman dekat; wali.
Ini semua makna yang benar dan tercakup dalam ayat.
- Tidak boleh seorang Muslimah menjadikan lelaki non Muslim sebagai
suami
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ
مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا
هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan
mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka”
(QS. Mumtahanah: 10).
- Tidak boleh pergi ke negeri non Muslim tanpa kebutuhan
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
أَنا بريءٌ من
كلِّ مسلمٍ يُقيمُ بينَ أظهرِ المشرِكينَ
“Aku berlepas diri
dari setiap Muslim yang tinggal di antara mayoritas kaum Musyrikin” (HR.
Abu Daud 2645, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Kecuali ketika ada kebutuhan, seperti untuk mendakwahkan Islam di antara mereka.
- Tidak boleh memuliakan non Muslim
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ
لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا
لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ
أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah
ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah,
kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja“” (QS.
Al Mumtahanah: 4).
- Tidak boleh memakan sembelihan non Muslim yang selain Ahlul Kitab
(Yahudi dan Nasrani)
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al
An’am: 121)
- Tidak boleh terlebih dahulu memberikan salam
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
لا تبدؤوا
اليهود ولا النصارى بالسلام
“Janganlah engkau
mendahului orang Yahudi dan Nasrani dalam mengucapkan salam” (HR. Muslim
no. 2167)
- Tidak boleh memintakan ampunan bagi non Muslim yang sudah meninggal
Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ
“Tidak sepatutnya
bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya),
sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka)
Jahim” (QS. At-Taubah: 113).
- Tidak boleh dimakamkan bersama dengan kaum Muslimin
Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (19/21) disebutkan,
اتَّفَقَ
الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ دَفْنُ مُسْلِمٍ فِي مَقْبَرَةِ الْكُفَّارِ
وَعَكْسُهُ إِلاَّ لِضَرُورَةٍ
“Para fuqaha sepakat
bahwa diharamkan memakamkan Muslim di pemakaman orang kafir atau sebaliknya,
kecuali jika darurat”.
- Tidak boleh menjadikannya saudara atau menyebutnya sebagai saudara
Allah Ta’ala berfirman:
لَا تَجِدُ
قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ
اللَّـهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan
mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang
itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka”
(QS. Al Mujadilah: 22)
- Tidak boleh menzaliminya
Karena zhalim itu haram secara mutlak kepada siapapun, termasuk kepada orang kafir.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia
lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maa’idah: 8)
يا عبادي ! إني
حرَّمتُ الظلمَ على نفسي وجعلتُه بينكم محرَّمًا . فلا تظَّالموا
“Wahai hambaKu, Aku
telah haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku jadikan kezaliman itu haram bagi
kalian, maka janganlah saling menzalimi” (HR. Muslim 2577).
اتَّقُوا
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
“Waspadalah terhadap
doa orang yang terzalimi, walaupun ia kafir. Karena tidak ada hijab antara ia
dengan Allah” (HR. Ahmad 12549, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah
Shahihah no. 767 )
- Tidak boleh menyakitinya atau menganggu orang kafir yang dijamin
keamanannya oleh kaum Muslimin, yang sedang dalam perjanjian damai, atau
kafir dzimmi
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من قتل
مُعاهَدًا لم يَرَحْ رائحةَ الجنَّةِ ، وإنَّ ريحَها توجدُ من مسيرةِ أربعين عامًا
“Barangsiapa yang
membunuh orang kafir muahad, ia tidak akan mencium wangi surga. Padahal
wanginya tercium dari jarak 40 tahun” (HR. Bukhari no. 3166).
Perkara-Perkara Yang
Dibolehkan
- Boleh bermuamalah atau bergaul dengannya secara umum, seperti:
bermain bersama, belajar bersama, bekerja bersama, makan bersama, safar
bersama, dan muamalah-muamalah yang lain. Tentunya muamalah adalah perkara
yang sangat banyak jenisnya dan luas sekali. Kecuali terhadap lawan jenis,
ada adab-adab Islam yang mengatur muamalah laki-laki dan wanita,
diantaranya tidak boleh berduaan, tidak boleh bersentuhan, tidak boleh
berpacaran, wanita tidak boleh safar kecuali bersama mahram, dll.Karena
hukum asal muamalah secara umum adalah mubah, kaidah fiqhiyyah mengatakan
الأصل في
المعاملات الإباحة
“hukum asal muamalah
adalah mubah”
Allah Ta’ala berfirman:
لا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ
مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al
Mumtahanah: 8)
Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau
berkata,
واستأجَرَ رسولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم وأبو بكر رجلًا مِن بني الدِّيلِ ، هاديًا خِرِّيتًا ،
وهو على دينِ كفارِ قريشٍ ، فدفعا إليه راحلتيهما ، وواعداه غارَ ثورٍ بعدَ ثلاثَ
ليالٍ ، فأتاهما براحلتَيْهما صبحَ ثلاثٍ
“Rasulullah dan Abu
Bakar menyewa seorang dari Bani Ad-Dail dari Bani Adi bin Adi sebagai penunjuk
jalan, padahal ia ketika itu masih kafir Quraisy. Lalu Nabi dan Abu Bakar
menyerahkan unta tunggangannya kepada orang tersebut dan berjanji untuk
bertemu di gua Tsaur setelah tiga hari. Lalu orang tersebut pun datang
membawa kedua unta tadi pada hari ke tiga pagi-pagi” (HR. Bukhari no.
2264).
- Boleh berjual-beli atau menggunakan produk buatan non Muslim
Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata,
أنَّ النبيَّ
صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من
حديدٍ
“Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan
berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang
tersebut” (HR. Bukhari no. 2068).
- Boleh berbuat ihsan (baik) dengannya secara umum (memberi hadiah,
memberi bantuan, berkata sopan, bersikap ramah, dll.)
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, ia berkata:
ذُبِحتْ شاة
لابن عمرو في أهله ، فقال : أهديتم لجارنا اليهوديّ ؟، قالوا : لا ، قال : ابعثوا
إليه منها ، فإني سمعتُ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – يقول : ( ما زال جبريل
يوصيني بالجار ، حتى ظننت أنه سيورِّثه )
Aku menyembelih kambing
untuk Ibnu Umar dan keluarganya. Ibnu Umar berkata: “apakah engkau sudah
hadiahkan kambing ini juga kepada tetangga kita yang Yahudi itu?”. Mereka
berkata: “Belum”. Ibnu Umar berkata: “berikan sebagian untuk mereka, karena
untuk mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‘Jibril senantiasa mewasiatkan aku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga
hampir aku menyangka tetangga akan mendapatkan harta waris” (HR. Tirmidzi
1943, dishahihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam Shahih Al Musnad
797).
- Boleh menjenguknya ketika sakit
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:
كان غُلامٌ
يَهودِيٌّ يَخدِمُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فمَرِض، فأتاه النبيُّ صلَّى
اللهُ عليه وسلَّم يَعودُه، فقعَد عِندَ رَأسِه، فقال له : أسلِمْ . فنظَر إلى
أبيه وهو عندَه، فقال له : أطِعْ أبا القاسمِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فأسلَم، فخرَج
النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وهو يقولُ : الحمدُ للهِ الذي أنقَذه من النارِ
“Ada seorang Yahudi
yang suka membantu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Suatu hari ia sakit, Nabi
pun menjenguknya. Nabi duduk di dekat kepadanya lalu mengatakan: ‘Masuk Islamlah
anda!’. Lalu orang itu memandang kepada ayahnya yang ada di sampingnya, lalu
ayahnya mengatakan: ‘Turuti perkataan Abul Qasim (Rasulullah)’. Lalu Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam pun keluar dan berkata: ‘Segala puji bagi Allah
yang telah menyelamatkan ia dari api neraka‘” (HR. Bukhari 1356).
- Boleh menyambung silaturahim dengan kerabat yang non Muslim
Asma’ radhiallahu’anha mengatakan,
أَتَتْنِى
أُمِّى رَاغِبَةً فِى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَسَأَلْتُ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – آصِلُهَا قَالَ « نَعَمْ »
“Ibuku datang
kepadaku dan ia sangat menyambung silaturahim denganku. Kemudian aku
menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin
silaturahim dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”.
- Boleh memakan makanan non daging sembelihan hasil olahan non Muslim,
baik Ahlul Kitab atau bukan, selama tidak ada zat haram di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al
An’am: 121).
Yang dilarang dalam ayat ini adalah daging sembelihan, adapun sayuran, buah-buahan, makanan laut, kue dan lainnya dari orang kafir maka tidak ada masalah selamat tidak ada zat haram.
Dalam hadits Aisyah:
أنَّ النبيَّ
صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من
حديدٍ
“Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang
Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya
kepada orang tersebut” (HR. Bukhari no. 2068).
- Boleh memakan makanan daging sembelihan Ahlul Kitab, selama tidak ada
zat haram di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ
لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
“Pada hari ini
Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka”
(Al-Maidah : 5).
- Boleh seorang lelaki Muslim menikahi wanita Ahlul Kitab
Allah Ta’ala berfirman:
وَالْمُحْصَنَاتُ
مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“(dan dihalalkan
menikahi) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman
dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik” (Al-Maidah : 5).
- Boleh bersentuhan kulit, kecuali terhadap lawan jenis
Karena dibolehkan bermuamalah dengan mereka, berjual-beli dengan mereka, dibolehkan menikahi wanita ahlul kitab. Maka konsekuensinya, bersentuhan kulit dengan non Muslim itu boleh. Adapun makna ayat:
فَأَعْرِضُوا
عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ
“Sungguh orang-orang
musyrik itu adalah najis” (QS. At Taubah: 28)
Syaikh Ibnu Jibrin mengtakan: “najis yang dimaksud disini adalah ma’nawiyah (konotatif), yaitu bahwa mereka itu berbahaya, buruk dan rusak. Adapun badan mereka, jika memang bersih, tentu tidak dikatakan najis secara hissiy (inderawi)” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, Al Maktabah Asy Syamilah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar