Ibadah sunnah di dalam ibadah sholat yang paling utama
adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa
mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim
(tidak bepergian jauh).
Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat
Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan
dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis
ibadah yang serupa. Hal itu dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang
terdapat pada ibadah wajib.
Dan sesungguhnya at-tathowwu’ (ibadah
sunnah) di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya
dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian
jauh).
Mengingat pentingnya ibadah ini, serta
dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana sholat fardhu, sehingga saya
(penulis) ingin menjelaskan sebagian dari hukum-hukum sholat rawatib secara
ringkas:
1. Keutamaan Sholat
Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia
berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan
dibangunkan baginya rumah di surga“. Ummu Habibah berkata: saya tidak
pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut.
‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar
hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin
Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits
tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah)
shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua
rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat
yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia
seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini
merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya,
Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269,
At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah Sholat Sunnah
Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan
bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini
diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu
‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat
sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu):
empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah
maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR.
At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat yang Dibaca pada
Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu,
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallampada sholat
sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan
surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد).”
(HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu
Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya
membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS.
Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
4. Surat yang Dibaca pada
Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha,
dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa
sallam ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah sesudah
maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan
surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد).
(HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih,
Ibnu Majah no. 1166)
5. Apakah Sholat Rawatib 4
Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat
rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi
bersabda: “Sholat (sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam
dua rakaat salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin14/288)
6. Apakah Pada Sholat
Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata,
“Tidak ada sunnah rawatib sebelum dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan
sholat mutlak sebelum sholat ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
7. Sholat Rawatib Qobliyah
Jum’at
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata:
“Tidak ada sunnah rawatib sebelum sholat jum’at berdasarkan pendapat yang
terkuat di antara dua pendapat ulama’. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum
muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan sholat beberapa rakaat semampunya”
(Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 12/386&387)
8. Sholat Rawatib Ba’diyah
Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
seseorang di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka sholatlah sesudahnya
empat rakaat“. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata,
“Adapun sesudah sholat jum’at, maka terdapat sunnah rawatib sekurang-kurangnya
dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
9. Sholat Rawatib Dalam
Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
“Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam didalam safar
senantiasa mengerjakan sholat sunnah rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah
witir dikarenakan dua sholat sunnah ini merupakan yang paling utama di antara
sholat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul
Ma’ad 1/315).
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata:
“Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat rawatib kecuali sholat witir dan
rawatib sebelum subuh”. (Majmu’ Fatawa 11/390).
10. Tempat Mengerjakan
Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah
di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan jadikan rumah kalian bagai
kuburan“. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sudah seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya….
meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah
dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat Nabi shallallahu
a’alihi wasallam bersabda sementara beliau berada di Madinah…..
Ironisnya manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib
di masjidil haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus
Sholihin, 3/295)
11. Waktu Mengerjakan
Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah
rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga
sholat fardhu dikerjakan, dan sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai
dari selesainya sholat fardhu hingga berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut
“. (Al-Mughni 2/544)
12. Mengganti (mengqodho’)
Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak ada tebusan
kecuali hal itu“. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Dan hadits ini meliputi sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah
rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 23/90)
13. Mengqodho’ Sholat
Rawatib Di Waktu yang Terlarang
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam meng-qodho’ sholat ba’diyah dzuhur
setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus, karena apabila beliau
melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’ diwaktu-waktu
terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus-menerus
pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul Ma’ad 1/308)
14. Waktu Mengqodho’
Sholat Rawatib Sebelum Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat subuh, maka sholatlah setelah
matahari terbit“. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya
Qois, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar
rumah mendatangi sholat kemudian qomat ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan
hingga selesai, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling
menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang mengerjakan sholat, lalu
bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh dua kali?“. Maka
saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan sholat sebelum
subuh, Tasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa“. (HR. At-Tirmidzi).
Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR.
At-tirmidzi no. 422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata:
“Barangsiapa yang masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka
sholatlah bersama mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum
subuh setelah selesai sholat subuh, tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan
sampai matahari naik setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin
Ibrahim 2/259 dan 260)
15. Jika Sholat Subuh
Bersama Jama’ah Terlewatkan, Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Terlebih Dahulu
atau Sholat Subuh?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Sholat rawatib didahulukan atas sholat fardhu (subuh),
karena sholat rawatib qobliyah subuh itu sebelum sholat subuh, meskipun
orang-orang telah keluar selesai sholat berjama’ah dari masjid” (Majmu’ Fatawa
As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsatimin 14/298)
16. Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
“Apabila didalam sholat itu terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat
rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah
ba’diyah kemudian qobliyah, contoh: Seseorang masuk masjid yang belum
mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati imam sedang mengerjakan sholat
dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah selesai, yang pertamakali dikerjakan
adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh
Riyadhus Sholihin, 3/283)
17. Mengqodho’ Sholat
Rawatib yang Banyak Terlewatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Diperbolehkan mengqodho’ sholat rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat
sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang
terlewatkan sangat banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan
yang wajib (fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah
perkara yang utama, sebagaimana “Ketika Rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu
yang tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara
berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat bahwasannya Rasulullah mengerjakan
sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu
atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang utama adalah mengerjakan semuanya
sebagaimana perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada
saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama sholat
rawatib”. (Syarh Al-‘Umdah, hal. 238)
18. Menggabungkan
Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata:
“Apabila seseorang masuk masjid diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa
mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat sholat rawatib dan tahiyatul masjid,
dengan demikian tertunailah dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian
juga sholat sunnah wudhu’ bisa digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan
tahiyatul masjid), atau digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid
Wal-Ushul Al-Jami’ah, hal. 75)
19. Menggabungkan Sholat
Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Dhuha
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Seseorang yang sholat qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit,
dan waktu sholat dhuha tiba. Maka pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak
terhitung sebagai sholat dhuha, dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai
sholat rawatib subuh, dan tidak boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu
niat. Karena sholat dhuha itu tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga
demikian, sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung (dianggap)
sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, 20/13)
20. Menggabungkan Sholat
Rawatib dengan Sholat Istikharah
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu
‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan
kami sholat istikhorah ketika menghadapi permasalahan sebagaimana mengajarkan
kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian beliau bersabda: “Apabila
seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka sholatlah dua rakaat dari
selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“Jika seseorang berniat sholat rawatib tertentu digabungkan dengan sholat
istikhorah maka terhitung sebagai pahala (boleh), tetapi berbeda jika tidak
diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
21. Sholat Rawatib Ketika
Iqomah Sholat Fardhu Telah Dikumandangkan
Dari Abu Huroiroh radiyallahu ‘anhu,
dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila
iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu“.
(HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi berkata: “Hadits ini terdapat
larangan yang jelas dari mengerjakan sholat sunnah setelah iqomah sholat
dikumandangkan sekalipun sholat rawatib seperti rawatib subuh, dzuhur, ashar
dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
22. Memutus Sholat Rawatib
Ketika Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Apabila sholat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan
sholat tahiyatul masjid atau sholat rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk
memutus sholatnya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan sholat fardhu,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila
iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu..“,
akan tetapi seandainya sholat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada pada
posisi rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak ada halangan bagi dia untuk
menyelesaikan sholatnya. Karena sholatnya segera berakhir pada saat sholat
fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa11/392
dan 393)
23. Apabila Mengetahui
Sholat Fardhu Akan Segera Ditegakkan, Apakah Disyari’atkan Mengerjakan Sholat
Rawatib?
As-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Sudah seharusnya (mengenai hal ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak dianjurkan
mengerjakan sholat rawatib diatas keyakinan yang kuat bahwasannya sholat fardhu
akan terlewatkan dengan mengerjakannya. Bahkan meninggalkannya (sholat rawatib)
karena mengetahui akan ditegakkan sholat bersama imam dan menjawab adzan
(iqomah) adalah perkara yang disyari’atkan. Karena menjaga sholat fardhu dengan
waktu-waktunya lebih utama daripada sholat sunnah rawatib yang bisa
dimungkinkan untuk diqodho'”. (Syarh Al-‘Umdah, hal. 609)
24. Mengangkat Kedua
Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat kedua
tangan setelah mengerjakannya untuk berdo’a, dikarenakan beramal dengan
keumuman dalil (akan disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan
tetapi lebih utama untuk tidak melakukannya terus-menerus dalam hal itu
(mengangkat tangan), karena tidaklah ada riwayat yang menyebutkan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan demikian,
seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat rawatib pasti akan ada
riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para sahabat meriwayatkan
seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan rasulullah baik ketika
safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”.
(Arkanul Islam, hal. 171)
25. Kapan Sholat Rawatib
Ketika Sholat Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
“Sholat rawatib dikerjakan setelah kedua sholat fardhu dijama’ dan tidak boleh
dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga sholat rawatib qobliyah dzuhur
dikerjakan sebelum kedua sholat fardhu dijama'”. (Shahih Muslim Bi Syarh
An-Nawawi, 9/31)
26. Apakah Mengerjakan
Sholat Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan
Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum)
setelah sholat fardhu hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia
mengerjakan sholat rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa
Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-‘Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
27. Mendahulukan
Menyempurnakan Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu Sebelum Menunaikan Sholat
Rawatib
As-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya:
“Apabila saya mengerjakan sholat jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung
mengerjakan sholat rawatib setelah selesai sholat jenazah ataukah
menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian sholat rawatib?
Jawaban beliau rahimahullah:
“Yang lebih utama adalah duduk untuk menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian
menunaikan sholat rawatib. Maka perkara ini disyariatkan baik ada atau tidaknya
sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah sholat fardhu merupakan
sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka
jika anda memutus dzikir tersebut karena menunaikan sholat jenazah, maka
setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya ditempat anda berada, kemudian
mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib
ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan mengakhirkan sholat rawatib setelah
berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin,
hal. 471)
28. Tersibukkan Dengan
Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan Sholat Rawatib
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Pada dasarnya seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama)
kemudian melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan
adanya sebab. Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di
saat adanya sholat rawatib, maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan
sholat rawatib”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
29. Sholatnya Seorang
Pekerja Setelah Sholat Fardhu dengan Rawatib Maupun Sholat Sunnah lainnya.
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Adapun sholat sunnah setelah sholat fardhu yang bukan rawatib maka tidak
boleh. Karena waktu yang digunakan saat itu merupakan bagian dari waktu kerja
semisal aqad menyewa dan pekerjaan lain. Adapun melakukan sholat rawatib (ba’da
sholat fardhu), maka tidak mengapa. Karena itu merupakan hal yang biasa
dilakukan dan masih dimaklumi (dibolehkan) oleh atasannya”.
30. Apakah Meninggalkan
Sholat Rawatib Termasuk Bentuk Kefasikan?
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Perkataan sebagian ulama’: (Sesungguhnya meninggalkan sholat rawatib termasuk
fasiq), merupakan perkataan yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena sholat
rawatib itu adalah nafilah (sunnah). Maka barangsiapa yang menjaga sholat
fardhu dan meninggalkan maksiat tidaklah dikatakan fasik bahkan dia adalah
seorang mukmin yang baik lagi adil. Dan demikian juga sebagian perkataan
fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga sholat rawatib merupakan bagian dari syarat adil
dalam persaksian), maka ini adalah perkataan yang lemah. Karena setiap orang
yang menjaga sholat fardhu dan meninggalkan maksiat maka ia adalah orang yang
adil lagi tsiqoh. Akantetapi dari sifat seorang mukmin yang sempurna selayaknya
bersegera (bersemangat) untuk mengerjakan sholat rawatib dan perkara-perkara
baik lainnya yang sangat banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya”. (Majmu’
Fatawa 11/382)
Faedah:
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan sholat-sholat dari tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari sholat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan sholat selain yang tersebutkan bukanlah sholat rawatib…..maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Lembaran singkat ini saya ringkas dari
sebuah buku yang saya tulis sendiri berjudul “Hukum-hukum Sholat Sunnah
Rawatib”.
Dan sholawat serta salam kepada nabi kita
muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya serta para sahabatnya.
Amiin
Ummul Hamaam, 1 Ramadhan 1431 H
—
Penulis: As-Syaikh Abdullah bin Za’li
Al-‘Anziy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar