Bismillah. Segala puji bagi Allah, Robb
semesta alam. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
kita, Muhammad bin Abdullah shallallahu alaihi wasallam, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan ajarannya
hingga hari kiamat.
Sekarang ini beredar sebuah video yang berisikan sebuah
hadits yang berisikan tentang huru-hara akhir zaman yang terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan yang
bertepatan dengan hari Jumat.
Sesungguhnya para ulama hadits terdahulu
maupun yang hidup di zaman sekarang telah menerangkan dengan jelas dan gamblang
bahwa hadits-hadits yang berbicara tentang masalah tersebut tidak ada satu pun
yang Shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, baik ditinjau dari segi
sanad hadits maupun realita yang ada. Bahkan semuanya adalah hadits-hadits
munkar dan palsu yang didustakan atas nama Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Berikut ini adalah teks (lafazh) hadits tersebut dengan sanadnya, serta studi kritis para
ulama terhadapnya.
قَالَ
نُعَيْمٌ بْنُ حَمَّادٍ : حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ قَالَ :
حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ حُسَيْنٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ
الْبُنَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْحَارِثِ الْهَمْدَانِيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: “إذا كانَتْ صَيْحَةٌ في رمضان فإنه تكون مَعْمَعَةٌ في شوال، وتميز القبائل في
ذي القعدة، وتُسْفَكُ الدِّماءُ في ذي الحجة والمحرم.. قال: قلنا: وما الصيحة يا
سول الله؟ قال: هذه في النصف من رمضان ليلة الجمعة فتكون هدة توقظ النائم وتقعد
القائم وتخرج العواتق من خدورهن في ليلة جمعة في سنة كثيرة الزلازل ، فإذا
صَلَّيْتُمْ الفَجْرَ من يوم الجمعة فادخلوا بيوتكم، وأغلقوا أبوابكم، وسدوا
كواكـم، ودَثِّرُوْا أَنْفُسَكُمْ، وَسُـدُّوْا آذَانَكُمْ إذا أَحْسَسْتُمْ
بالصيحة فَخَرُّوْا للهِ سجدًا، وَقُوْلُوْا سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ،
سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ ، ربنا القدوس فَمَنْ يَفْعَلُ ذَلك نَجَا، وَمَنْ
لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ هَلَكَ
Nu’aim bin Hammad berkata: “Telah
menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahi’ah, ia berkata; Telah
menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit
Al-Bunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Bila telah muncul suara di bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di
bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antar suku) di bulan
Dzul Qo’dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzul Hijjah dan Muharram…”.
Kami bertanya: “Suara apakah, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara keras
di pertengahan bulan Ramadhan, pada malam Jumat, akan muncul suara keras yang
membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, para
gadis keluar dari pingitannya, pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak
gempa. Jika kalian telah melaksanakan solat Subuh pada hari Jumat, masuklah
kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah
lubang-lubangnya, dan selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga kalian. Jika
kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah
dan ucapkanlah: “Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami
Al-Quddus”, kerana barangsiapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat,
tetapi barangsiapa yang tidak melakukan hal itu, niscaya akan binasa”.
(Hadits ini diriwayatkan oleh Nu’aim bin
Hammad di dalam kitab Al-Fitan I/228, No.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi
di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, No.39627).
Derajat hadits:
Hadits ini derajatnya Palsu
(Maudhu’), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa perowi hadits yang
pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadits.
Para perowi tersebut ialah sebagaimana berikut ini
1. Nu’aim bin Hammad
Dia seorang perowi yang Dho’if (lemah),
An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia
seorang yang Dho’if (lemah).” (Lihat Adh-Dhu’afa wa Al-Matrukin, karya
An-Nasa’i I/101 no.589)
Abu Daud berkata: “Nu’aim bin Hammad
meriwayatkan dua puluh hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang tidak
mempunyai dasar sanad (sumber asli, pent).”
Imam Al-Azdi mengatakan: “Dia termasuk
orang yang memalsukan hadits dalam membela As-Sunnah, dan membuat kisah-kisah
palsu tentang keburukan An-Nu’man (maksudnya, Abu Hanifah, pent), yang semuanya
itu adalah kedustaan.” (Lihat Mizan
Al-I’tidal karya imam Adz-Dzahabi IV/267).
Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya:
“Tidak boleh bagi siapa pun berhujjah dengannya, dan ia telah menyusun kitab
Al-Fitan, dan menyebutkan di dalamnya keanehan-keanehan dan
kemungkaran-kemungkaran.” (Lihat As-Siyar A’lam An-Nubala X/609).
2. Ibnu Lahi’ah (Abdullah bin Lahi’ah).
Dia seorang perowi yang Dho’if (lemah),
karena mengalami kekacauan dalam hafalannya setelah kitab-kitab haditsnya
terbakar.
An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia
seorang yang Dho’if (lemah).” (Lihat Adh-Dhu’afa wa Al-Matrukin, karya
An-Nasa’i I/64 no.346)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani
berkata: “Dia mengalami kekacauan di dalam hafalannya setelah kitab-kitab
haditsnya terbakar.” (Lihat Taqrib At-Tahdzib I/319 no.3563).
3. Abdul Wahhab bin Husain.
Dia seorang perowi yang majhul (tidak
dikenal).
Al-Hakim berkata tentangnya: “Dia
seorang perowi yang Majhul (tidak jelas jati dirinya dan kredibilitasnya).”
(Lihat Al-Mustadrak No. 8590)
Imam Adz-Dzahabi berkata di dalam
At-Talkhish: “Dia mempunyai riwayat hadits palsu.” (Lihat Lisan Al-Mizan, karya
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani II/139).
4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani.
Dia seorang perowi yang Dho’if (lemah
dalam periwayatan hadits) sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu hajar
Al-Asqolani, Ibnu Hibban dan An-Nasa’i.
An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia
seorang yang Dho’if (lemah).”
Yahya bin Ma’in berkata: “Dia seorang
perowi yang tidak ada apa-apanya.” (Lihat Al-Kamil Fi Dhu’afa Ar-Rijal, karya
Ibnu ‘Adi VI/136 no.1638).
Ibnu Hibban berkata: “Tidak boleh
berhujjah dengannya, dan tidak boleh pula meriwayatkan darinya.” (Lihat
Al-Majruhin, karya Ibnu Hibban II/252 no.928).
Imam Al-Azdi berkata: “Dia seorang yang
gugur riwayatnya.” (Lihat Tahdzib At-Tahdzib, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqolani IX/72 no.104)
5. Al-Harits bin Abdullah Al-A’war
Al-Hamdani.
Dia seorang perowi pendusta, sebagaimana
dinyatakan oleh imam Asy-Sya’bi, Abu Hatim dan Ibnu Al-Madini.
An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia bukan
seorang perowi yang kuat (hafalannya, pent).” (Lihat Al-Kamil Fi Dhu’afa
Ar-Rijal, karya Ibnu ‘Adi II/186 no.370).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata
tentangnya: “Imam Asy-Sya’bi telah mendustakan pendapat akalnya, dan dia juga
dituduh menganut paham/madzhab Rofidhoh (syi’ah), dan di dalam haditsnya
terdapat suatu kelemahan.” (Lihat Taqrib At-Tahdzib I/146 no.1029).
Ali bin Al-Madini berkata: “Dia seorang
pendusta.”
Abu Hatim Ar-Rozi berkata: “Dia tidak
dapat dijadikan hujjah.” (Siyar A’lam An-Nubala’, karya imam Adz-Dzahabi IV/152
no.54)
Perkataan Para Ulama Tentang Hadits Ini
Al-Uqoily rahimahullah berkata: “Hadits
ini tidak memiliki dasar dari hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang tsiqoh
(terpercaya), atau dari jalan yang tsabit (kuat dan benar adanya).” (Lihat Adh-Dhu’afa
Al-Kabir III/52).
Ibnul jauzi rahimahullah berkata:
“Hadits ini dipalsukan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
(Lihat Al-Maudhu’aat III/191).
Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata:
“Hadits ini Palsu (Maudhu’). Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitab
Al-Fitan.” Dan beliau menyebutkan beberapa riwayat dalam masalah ini dari Abu
Hurairah dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhuma. (Lihat Silsilah
Al-Ahadits Adh-Dho’ifah wa Al-Maudhu’ah no.6178, 6179).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
berkata: “Hadits ini tidak mempunyai dasar yang benar, bahkan ini adalah hadits
yang batil dan dusta.” (Lihat Majmu’ Fatawa Bin Baz XXVI/339-341).
Kesimpulan
Dengan demikian, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa hadits ini adalah hadits Maudhu’ (Palsu). Tidak boleh diyakini
sebagai kebenaran, dan tidak boleh dinisbatkan kepada Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam. Karena disamping sanad hadits ini tidak ada yg dapat diterima
sebagai hujjah, juga realita telah mendustakannya. Sebab telah berlalu
tahun-tahun yang banyak dan telah terjadi berulang kali hari Jumat yang
bertepatan dengan tanggal lima belas (pertengahan) bulan Ramadhan, namun
kenyataannya tidak pernah terjadi sebagaimana berita yang terkandung di dalam
hadits ini. (Alhamdulillah).
Oleh karena itu, kita dilarang keras
menyebarluaskannya kepada orang lain baik melalui media cetak, maupun
elektronik, atau dalam obrolan dan khutbah kecuali dalam rangka menjelaskan
sisi kelemahan, kepalsuan, dan kebatilannya, serta bertujuan untuk
memperingatkan umat darinya.
Jika kita telah melakukan ini, berarti
kita telah bebas dan selamat dari ancaman keras Nabi shallallahu alaihi
wasallam, yaitu berupa masuk neraka bagi siapa saja yang sengaja berdusta atas
nama beliau, baik dengan tujuan menjelekkan Nabi shallallahu alaihi wasallam
dan ajarannya, atau dalam rangka membela Nabi dan memotivasi kaum muslimin
untuk bersemangat dalam beribadah kepada Allah.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
kita semua.
Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar