Allah ‘azza wa jalla berfirman:
قُلْ مَن كَانَ
عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللّهِ
مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Katakanlah, ‘Barang siapa menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan apa
(kitab-kitab) sebelumnya, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi
orang-orang yang beriman’.” (al-Baqarah: 97)
Penjelasan Kosakata
Jibril adalah salah satu malaikat Allah ‘azza wa jalla. Al-Qurthubi rahimahullah
menyebutkan ada sepuluh bahasa dalam menyebutkan lafadz Jibril. (Tafsir
al-Qurthubi, 2/37)
“Ia telah menurunkan ke dalam hatimu.” Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Makna lafadz ini ada dua kemungkinan:
- Allah ‘azza wa jalla yang menurunkan Jibril menuju
hatimu.
- Bahwasanya Jibril yang menurunkan Al-Qur’an ke dalam
hatimu.” (Tafsir al- Qurthubi, 2/36)
Asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Zhahir ayat ini bahwa Jibril
memasukkan Al-Qur’an ke dalam hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tanpa mendengarkan bacaan. Namun pada beberapa (ayat) yang lain bahwa maknanya
adalah malaikat membacakannya sehingga beliau mendengarnya. Maka sampailah
makna-makna (ayat tersebut) ke dalam hatinya setelah mendengarnya. Inilah yang
dimaksud diturunkannya ke dalam hatimu. Seperti firman Allah ‘azza wa jalla:
ثُمَّ إِنَّ عَلَيۡنَا بَيَانَهُۥ ١٩ كَلَّا بَلۡ تُحِبُّونَ
ٱلۡعَاجِلَةَ ٢٠ وَتَذَرُونَ ٱلۡأٓخِرَةَ
٢١
“Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Sekali-kali
janganlah demikian. Sebenarnya kamu, (wahai manusia), mencintai kehidupan dunia
dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.” (al-Qiyamah: 19—21) [Adhwa’ul Bayan,
1/82—83]
Disebutkannya hati karena merupakan tempat akal (memahami), ilmu, dan
tempat menerima pengetahuan. (Tafsir al-Qurthubi)
بِإِذۡنِ
ٱللَّهِ
“Dengan seizin Allah.” Yaitu dengan kehendak Allah ‘azza wa
jalla dan ilmu-Nya.
“Membenarkan apa yang sebelumnya.” Yaitu Taurat. (Tafsir al-Qurthubi)
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ: سَمِعَ عَبْدُ اللهِ بنُ سَلاَمٍ بِقُدُوْمِ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِى أَرْضٍ يَخْتَرِفُ، فَأَتَى النَبِيَّ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّى سَاِئَلُكَ عَنْ ثَلاَثٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ
إِلاَّ نَبِيٌّ؛ فَمَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ؟ وَمَا أَوَّلُ طَعَامِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ وَمَا يَنْزِعُ الْوَلَدَ إِلَى أَبْيِهِ أَوْ إِلَى أُمِّهِ؟
قَالَ: أَخْبَرَنِى بِهِنَّ جِبْرِيْلُ آنِفاً. قَالَ: جِبْرِيْلُ؟ قَالَ: نَعَمْ.
قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ الْيَهُوْدِ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ. فَقَرأَ هَذِهِ اْلآيَةَ:
{مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ} أَمَّا
أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ فَنَارٌ تَحْشُرُ النَّاسَ مِنَ الْمَشْرِقِ إِلَى
الْمَغْرِبِ، وَأَمَّا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَزِيَادَةُ كَبِدِ
الْـحُوْتِ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْـمَرْأَةِ نَزَعَ الْوَلَدَ،
وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الْـمَرْأَةِ نَزَعَتْ. قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ
الْيَهُوْدَ قَوْمٌ بُهُتٌ، وَإِنَّهُمْ إِنْ يَعْلَمُوا بِإِسْلاَمِي قَبْلَ أَنْ
تَسْأَلَهُمْ يَبْهَتُوْنِى. فَجَاءَتِ الْيَهُوْدُ، فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَىُّ
رَجُلٍ عَبْدُ اللهِ فِيْكُمْ؟ قَالُوا: خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، سَيِّدُنَا
وَابْنُ سَيِّدِنَا. قَالَ: أَرَأَيْتُمْ إِنَّ أَسْلَمَ عَبْدُ اللهِ بْنُ
سَلاَمٍ؟ فَقَالُوا: أَعَاذَهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ. فَخَرَجَ عَبْدُ اللهِ فَقَالَ:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ.
فَقَالُوا: شَرُّنَا وَابْنُ شَرِّنَا. وَانْتَقَصُوْهُ، قَالَ: فَهَذَا الَّذِى
كُنْتُ أَخَافُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ
Dari Anas, dia berkata: “Abdullah bin Salam mendengar kedatangan
Rasulullah shallallahu alaihi wassalamdan ia tengah berada di sebuah kebun
sedang memetik buah (kurma). Datanglah ia kepada Nabi shallallahu alaihi
wassalamdan berkata: ‘Sesungguhnya saya akan bertanya kepadamu tentang tiga
hal, tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi: Apa awal tanda
datangnya hari kiamat? Makanan apakah yang pertama kali bagi penduduk Jannah
(surga)? Apakah yang menyebabkan anak dapat serupa dengan ayah atau ibunya?’
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: ‘Baru saja Jibril memberitakan
kepadaku (jawaban) tiga perkara itu.’ Abdullah bin Salam bertanya: ‘Jibril?!’
Beliau menjawab: ‘Iya.’ Maka ia berkata: ‘Itu adalah musuh Yahudi dari
kalangan para malaikat.’ Kemudian beliau membaca ayat:
مَنْ
كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ
‘(Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al-Qur`an) ke dalam hatimu)1. Adapun awal tanda hari kiamat
adalah munculnya api yang menghimpun manusia dari Masyriq (Timur) ke Maghrib
(Barat). Adapun makanan yang pertama bagi penghuni Jannah adalah potongan yang
menempel pada hati ikan. Apabila memancarnya air mani laki-laki mendahului air
mani wanita maka anak yang akan lahir serupa dengan ayahnya (laki-laki), dan
apabila air mani wanita mendahului maka anak yang akan lahir serupa dengan ibunya
(wanita).’
Abdullah bin Salam berkata: ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Wahai
Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi adalah suatu kaum yang
mengada-adakan kebohongan. Sesungguhnya jika mereka mengetahui keislamanku
sebelum engkau bertanya kepada mereka, pasti mereka akan membuat kebohongan
atas diriku.’ Datanglah orang-orang Yahudi. Nabi shallallahu alaihi wassalam pun
bertanya: ‘Bagaimana menurut kalian seorang laki-laki yang bernama Abdullah?’
Mereka menjawab: “Dia orang yang terbaik di antara kami, anak seorang yang
terbaik di antara kami, pemuka kami, anak seorang pemuka kami.’ Beliau
bertanya: ‘Bagaimana pendapat kalian jika Abdullah bin Salam masuk Islam?’
Mereka menjawab: ‘Semoga Allah melindunginya dari perkara itu.’ Keluarlah
Abdullah dan berkata:
أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ
Kemudian mereka berkata: ‘Dia orang yang terburuk di antara kami dan anak
seorang terburuk di antara kami,’ dan menjelek-jelekkannya. Abdullah berkata:
‘Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah’.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 12502,
12728, 13365), Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitab Bad`ul Khalq bab Dzikru Malaikat,
Kitab Ahaditsul Anbiya` (no. 3329), Kitab Manaqib Al-Anshar (no. 3911, 3938),
Kitab Tafsir (no. 4480).
Penjelasan Jalur Periwayatan
-
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad terdapat tiga
jalan periwayatan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu:
Pertama: dari Humaid bin Abi Humaid At-Thawil Abu ‘Ubaidah Al-Khuza’i Al-Bashri.
Dari Humaid ada tiga perawi yang meriwayatkan darinya. Mereka adalah:
Hammad bin Salamah Abu Salamah Al-Bashri, Ismail bin Ibrahim Al-Asadi Abu Bisyr
Al-Bashri, dan Muhammad bin Ibrahim As-Sulami Abu ‘Amr Al-Bashri.
Kedua: dari Abdul Aziz bin Shuhaib Abu Hamzah Al-Bashri.
Dari Abdul Aziz ada seorang perawi yang meriwayatkan darinya yaitu Abdul
Warits bin Sa’id bin Dzakwan Al-‘Anbari.
Ketiga: dari jalan Tsabit bin Aslam Al-Bunani Abu Muhammad Al-Bashri.
Dari Tsabit bin Aslam terdapat seorang rawi yang meriwayatkan darinya
yaitu Hammad bin Salamah Abu Salamah Al-Bashri.
-
Adapun dalam Shahih Al-Bukhari terdapat
dua jalan periwayatan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu.
Pertama: dari jalan Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawil Abu Ubaidah Al-Khuza’i
Al-Bashri.
Dari Humaid terdapat tiga perawi yang meriwayatkan darinya. Mereka adalah
Marwan bin Mu’awiyah Abu Abdillah Al-Fazari Al-Kufi, Bisyr bin Mufadhal
Ar-Raqasyi Abu Isma’il Al-Bashri, dan Abdullah bin Bakr Al-Bahili Abu Wahb
Al-Bashri.
Kedua: dari Abdul Aziz bin Shuhaib Abu Hamzah Al-Bashri
Dari Abdul Aziz terdapat seorang perawi yang meriwayatkan darinya yaitu
Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan Al-‘Anbari.
Lafadz hadits yang tersebut pada pembahasan ini disebutkan Al-Imam
Al-Bukhari dalam Shahih-nya pada Bab Dzikru Al-Malaikat dengan bentuk mu’allaq
dengan lafadz yang singkat. Kemudian beliau meriwayatkan pada tempat yang lain
dengan sanad yang bersambung dan lafadz yang sempurna seperti tersebut di atas.
Sebagaimana yang tersebut pada periwayatan di atas, kita ketahui bahwa
Humaid meriwayatkan dari Anas bin Malik. Terkadang periwayatan beliau dalam
bentuk عَنْعَنَةٌ
(seperti menggunakan lafadz عَنْ (dari)) sebagaimana riwayat dari jalan Hammad bin Salamah,
Isma’il bin Ibrahim, Muhammad bin Ibrahim dan Marwan bin Mu’awiyah Al-Fazari,
yang semua meriwayatkan dari Humaid. Dalam keadaan beliau seorang mudallis
sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Taqrib
At-Tahdizb (hal. 181, cet. Dar Ar-Rusyd).
Demikian pula Hammad, Syu’bah, Ibnu ‘Adi, Ibnu Sa’d, Ibnu Hibban, dan yang
lainnya menyatakan bahwa Humaid adalah seorang mudallis. (lihat Tahdzibut
Tahdzib, 1/494 – 495 cet. Muassasah Ar-Risalah)
Namun kesamaran riwayat beliau ini telah dipertegas dengan bentuk yang
gamblang -menunjukkan ia mendengar langsung dari rawi di atasnya-, seperti yang
terdapat pada riwayat dari jalan Bisyr bin Mufadhal dan Abdullah bin Bakr.
Keduanya berkata: “Humaid telah memberitakan kepada kami, Humaid berkata: Anas
bin Malik telah memberitakan kepada kami.”
Demikian pula pernyataan Al-Hafizh Abu Sa’id Al ‘Ala`i. Kalaupun dikatakan
bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan Humaid dari Anas adalah mudallasah
(periwayatan dengan lafadz yang samar) akan tetapi telah jelas siapa yang
menjadi perantara antara beliau dengan Anas (yaitu Tsabit bin Aslam), yang mana
beliau adalah seorang yang tsiqah (dipercaya).
Penjelasan Mufradat Hadits
• Kalimat:
وَهُوَ
فِى أَرْضٍ يَخْتَرِفُ
Artinya: ia berada di sebuah kebun sedang memetik buah (kurma).
Lafadz ini terdapat pada riwayat dari jalan Abdullah bin Bakr, dari Hammad,
dari Anas bin Malik. Yang mempertegas bahwa ia sedang berada di atas pohon
kurma ialah riwayat yang tersebut dalam Musnad Al-Imam Ahmad, sebagaimana
riwayat dari jalan Hammad dari Tsabit dan Humaid dari Anas bin Malik dengan
lafadz:
وَهُوَ
فِى نَخْلِهِ
Artinya: ia sedang berada di atas pohon kurma.
Dan Al-Hafizh menyebutkan dalam Fathul Bari (7/311) riwayat dalam Sunan
Al-Baihaqi dengan lafadz:
وَأَنَا
عَلَى رَأسِ نَخْلَةٍ
Artinya: dan saya berada di atas pohon kurma.
• Kalimat:
جِبْرِيْلُ
‘Ikrimah berkata bahwa nama جِبْرِيْلُ berasal dari kata جبر bermakna: عَبْدٌ (hamba), adapun إِيلُ bermakna الله, sehingga nama جِبْرِيْلُ bermakna عَبْدُ
اللهِ
(hamba Allah).
Pendapat ini juga disandarkan kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma,
hanya saja terdapat tambahan: “Setiap nama yang padanya ada kata-kata إِيلُ maknanya adalah Allah.”
Abdullah ibn Harits Al-Bashri, salah seorang tabi’in, menerangkan bahwa
nama Allah إيل
adalah nama yang menggunakan huruf Ibraniyyah.
‘Ali bin Hasan berkata: “Nama جِبْرِيْلُ sama dengan Abdullah, مِيكَائِيلُ sama dengan Ubaidullah, إِسْرَافِيْلُ sama dengan Abdurrahman. Dan
setiap nama yang padanya ada kata إيل maka bermakna مُعَبَّدٌ
لِلهِ
: dihambakan kepada Allah.”
Ath-Thabari dan yang lainnya berkata: “Pada nama جِبْرِيْلُ terdapat beberapa bahasa:
Ahlul Hijaz (penduduk Hijaz) membacanya dengan: جِبْرِيْلُ dan inilah bacaan mayoritas
alaihissalamurra` (ahli alaihissalamira`ah).
Bani Asad membacanya dengan جِبْرِيْن.
Sebagian Ahlu Najd, Tamim, alaihissalamais membaca dengan جَبْرَئِيْل, dan ini bacaan Al-Kisa`i dan
Abu Bakr, dan yang dipilih oleh Abu ‘Ubaid.
Yahya bin Watsaf dan ‘Alqamah membacanya dengan جَبْراَئِيْل.
Yahya bin Adam membacanya dengan جَبْراَئِل.
Diriwayatkan dari Al-Hasan dan Ibnu Katsir, bahwa keduanya membaca dengan جَبْرِيْلُ.
Kemudian diriwayatkan dari Yahya bin Ya’mar membacanya dengan جَبْرَئِلُّ. (Fathul Bari, 8/205-206, cet.
Darul Hadits)
Kemudian pada Fathul Bari (6/368), Al-Hafizh menyebutkan bahwa nama جِبْرِيْلُ terdapat13 bahasa:
جِبْرِيْلُ،
جَبْرِيْلُ، جَبْرَئِيْلُ، جَبْرَئِلُ، جَبْرَئِلُّ، جَبْرَائِيْلُ، جَبْرَايِلُ،
جَبْرَيْئِيْلُ، جَبْرَالُ، جَبْرَايِلُ، جَرِيْنُ، جِرِيْنُ، جَبْرَئِيْنُ
• Kalimat:
نَزَعَ
الْوَلَدَ
bermakna جَذَبَهُ
yang berarti menariknya. Maksudnya adalah penyerupaan,
sebagaimana dalam riwayat yang lain (lihat pembahasan Asy-Syariah Vol. II/No.
24 hal. 87-90).
• Kalimat:
خَيْرُنَا
وَابْنُ خَيْرِنَا، سَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا
Pada riwayat yang lain terdapat lafadz عَالِمُنَا
وَابْنُ عَاِلِمنَا
(orang alim kami, dan anak dari orang alim kami) seperti pada riwayat
Hammad dari Humaid dari Anas dalam Musnad Al-Imam Ahmad.
Juga dari jalan Al-Fazari dari Humaid dari Anas dengan lafadz:
وَأَخْبَرُنَا
وَابْنُ أَخْبَرِنَا أَعْلَمُنَا وَابْنُ أَعْلَمِنَا
“Orang yang paling tahu di antara kami dan anak orang yang paling tahu di
antara kami, orang yang paling berilmu di antara kami dan anak orang yang
paling berilmu di antara kami.”
Dalam riwayat Bisyr dari Humaid dari Anas dengan lafadz:
أَفْضَلُنَا
وَابْنُ أَفْضَلِنَا
“Orang yang paling utama di antara kami dan anak orang yang paling utama
di antara kami.”
Al-Hafizh berkata: “Ada kemungkinan semua riwayat itu diucapkan, atau
diucapkan sebagiannya dengan makna.” (Lihat Fathul Bari, 7/311)
• Kalimat:
بُهُتٌ
Dapat dibaca dengan men-dhammah huruf ba` dan ha`, atau dengan men-dhammah
ba` dan mensukun ha`. Ini adalah bentuk jamak dari kata بَهِيْتٌ, seperti kata قُضُبٌ adalah bentuk jamak dari قَضِْيبٌ, dan kata قُلُبٌ adalah bentuk jamak dari قَلِيْبٌ.
Maknanya adalah perkara yang mencengangkan, yang disebabkan oleh
hal-hal yang diada-adakan dari suatu kedustaan. Dinukil dari pendapat
Al-Kirmani bahwa kata ini berasal dari بَهُوْتٌ.
Pada riwayat yang berasal dari jalan Abdul Warits, dari Abdul Aziz, dari
Anas, ia berkata: “Telah datang Nabi shallallahu alaihi wassalam ke
Madinah. Beliau shallallahu alaihi wassalam membonceng di belakang Abu
Bakr radhiyallahu anhu dan Abu Bakr radhiyallahu anhu adalah
orang tua yang dikenal (شَيْخٌ يُعْرَفْ) dan Nabi shallallahu alaihi
wassalam adalah orang muda yang tidak dikenal (شَابٌّ
لاَ يُعْرَف).
Dari riwayat ini, secara dzahir dipahami bahwa Abu Bakr (Ash-Shiddiq, pent.)
lebih tua daripada Nabi shallallahu alaihi wassalam. Namun perkaranya
tidaklah demikian. Karena, sebagaimana yang tersebut dalam Shahih Muslim dari
Mu’awiyah bahwa Abu Bakr meninggal dalam usia 63 tahun. Dan dalam riwayat
‘Aisyah, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam meninggal juga dalam
usia 63 tahun. Padahal didapatkan Abu Bakr masih hidup setelah meninggalnya
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dua tahun lebih. Hal ini
mengharuskan bahwa yang benar, umur Abu Bakr radhiyallahu anhu lebih
muda ketimbang Nabi shallallahu alaihi wassalam dengan selisih dua tahun
lebih. Adapun makna kalimat Abu Bakr radhiyallahu anhu adalah orang tua
yang dikenal ialah beliau telah beruban dan seringnya beliau melewati
orang-orang Madinah pada waktu safarnya di kala berdagang. Berbeda dengan Nabi
shallallahu alaihi wassalam yang lama tidak melakukan safar dan belum banyak
beruban. (Fathul Bari, 7/308-309)
Sebab-Sebab Kebencian Orang Yahudi terhadap Malaikat Jibril alaihissalam
Ats-Tsa’labi menghikayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma
tentang sebab kebencian orang Yahudi terhadap Jibril alaihissalam. Yaitu, salah
seorang nabi mereka memberitakan bahwa Bukhtanashar (Nebukadnezar) akan
menghancurkan Baitul Maqdis. Kemudian mereka mengutus seorang laki-laki untuk
membunuhnya. Ketika dijumpainya (Bukhtanashar) adalah seorang pemuda yang
lemah, maka Jibril menghalangi upaya laki-laki tadi untuk membunuhnya dan
berkata kepada laki-laki tersebut: “Kalau Allah menghendaki untuk
membinasakan kalian melalui tangannya (kekuatan Bukhtanashar), kalian tidak
akan mampu mencegahnya. Dan jika Allah menghendaki bukan dia yang berbuat, maka
dengan hak apakah kalian akan membunuhnya?” Maka laki-laki tadi
meninggalkannya. Kemudian bertakbirlah Bukhtanashar dan memerangi mereka serta
menghancurkan Baitul Maqdis. Karena itulah mereka membenci malaikat Jibril
alaihissalam. (lihat Fathul Bari, 8/207)
Al-Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan An-Nasa`i telah meriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas radhiyallahu anhuma bahwa orang-orang Yahudi datang kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Mereka berkata: “Wahai Abal
alaihissalamasim (kunyah Rasulullah, pent.), kami akan bertanya kepadamu
tentang lima perkara. Jika engkau memberitakan kepada kami perkara itu, kami
akan memercayai bahwa engkau seorang nabi dan kami akan mengikutimu (masuk
Islam). Di antara lima perkara yang ditanyakan adalah: Siapakah yang
selalu datang kepadamu dari kalangan malaikat? Beliau menjawab: “Jibril,
tidaklah Allah mengutus setiap nabi kecuali dia (Jibril) yang menjadi wali
(penolongnya).” Merekapun menjawab: “Di sisi inilah kami tidak
sependapat. Kalau saja penolongmu selain Jibril, pasti kami akan mengikutimu
dan membenarkannya.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bertanya: “Apa
yang menghalangi kalian untuk tidak membenarkannya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya
dia adalah musuh kami.”
Pada riwayat yang lain mereka berkata: “Jibril yang turun dengan
membawa peperangan, pembunuhan, dan adzab. Kalau saja yang menyertaimu adalah
Mikail, dialah yang turun membawa rahmat, menumbuhkan tanaman, dan menurunkan
hujan.” Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wassalam membaca
ayat:
“Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al-Qur`an) ke dalam hatimu.” (Al-Baqarah: 97) (lihat Fathul Bari
8/206)
Pada riwayat yang terakhir –jika shahih– yaitu kalau saja yang menolong
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam adalah Mikail alaihissalam
mereka akan masuk Islam. Dan kalau saja mereka mengetahui bahwa Mikail alaihissalam
juga membantu dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah shallallahu alaihi
wassalam, pasti mereka juga akan memusuhi Mikail alaihissalam, dan
tetap mereka berada pada tipu muslihat dan kebohongan yang diada-adakannya.
Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu beliau berkata: “Aku
melihat dua orang laki-laki memakai baju putih di sebelah kanan dan sebelah
kiri Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pada perang Uhud. Aku sama sekali
belum pernah melihat kedua orang itu sebelum maupun sesudahnya, yaitu Jibril alaihissalam
dan Mikail alaihissalam.” (HR. Al-Bukhari no. 4054 dan Muslim no. 2306)
Inilah sesungguhnya karakter mereka, mengetahui kebenaran tapi tidak
mengamalkan apa yang telah mereka ketahui. Perhatikanlah kisah tipu muslihat
mereka terhadap Nabi Musa alaihissalam ketika Allah azza wa jalla
perintahkan untuk menyembelih sapi betina di mana hampir-hampir mereka tidak
melaksanakannya. Demikian pula kebencian mereka yang luar biasa terhadap
kebenaran dan pembawanya (Jibril dan para nabi) serta para pengikut kebenaran
(kaum muslimin).
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya
terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang
musyrik.” (Al-Ma`idah: 82)
Secara umum, manusia yang paling besar permusuhannya kepada Islam dan kaum
muslimin adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Bahkan mereka
berusaha dengan segala daya dan upaya untuk mencapai tujuan mereka, yaitu
memberikan mudarat kepada kaum muslimin. Semua itu disebabkan kebencian,
kedengkian, dan hasad mereka yang luar biasa kepada kaum muslimin serta
penentangan, kekufurannya terhadap kebenaran. (Tafsir As-Sa’di hal. 241)
Kandungan Ayat
Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Katakan
kepada mereka orang-orang Yahudi, yang mereka menyangka bahwa yang menghalangi
mereka dari keimanan adalah karena penolongmu adalah Jibril ‘alaihissalam.
Bila sekiranya malaikat Allah ‘azza wa jalla yang lain, tentunya mereka
akan beriman dan membenarkannya. Sesungguhnya persangkaan kalian ini
bertentangan dan sombong terhadap Allah ‘azza wa jalla. Karena sesungguhnya
Jibril ‘alaihissalam-lah yang membawa turun Al-Qur’an dari sisi Allah ‘azza
wa jalla ke dalam hatimu, dan dialah yang menurunkan (wahyu) kepada para
nabi sebelumnya. Allah ‘azza wa jalla-lah yang memerintahkan dan
mengutusnya, maka beliau semata-mata seorang rasul.
Padahal kitab yang Jibril turun membawanya —sebagai pembenar dari
kitab-kitab sebelumnya— tidak menyelisihinya dan tidak pula menentangnya. Di
dalamnya terdapat hidayah yang sempurna dari berbagai jenis kesesatan. Padanya
juga terdapat kabar gembira tentang kebaikan dunia dan akhirat bagi orang yang
beriman kepadanya.
Maka memusuhi Jibril yang telah memiliki sifat tersebut adalah kufur
terhadap Allah ‘azza wa jalla dan ayat-ayat-Nya serta memusuhi Allah ‘azza wa
jalla, para rasul dan malaikat-Nya.
Sesungguhnya permusuhan mereka dengan Jibril bukanlah terhadap diri
pribadi (Jibril), bahkan terhadap kebenaran yang diturunkannya dari Allah ‘azza
wa jalla kepada para utusan Allah ‘azza wa jalla. Maka, padanya mengandung
kekufuran dan permusuhan kepada apa yang diturunkan dan diutusnya serta apa
yang dibawanya, juga kepada siapa diutus. Inilah maksudnya.” (Taisir al-Karim
ar-Rahman, hlm. 60)
Beberapa Faedah Ayat
Bahwa Jibril adalah malaikat yang ditugaskan Allah ‘azza wa jalla sebagai
pembawa wahyu. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
قُلْ نَزَّلَهُ
رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَهُدًى
وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Rabbmu
dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, serta
menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah ‘azza wa jalla)’.” (an-Nahl: 102)
Yang dimaksud dengan Ruhul Qudus di dalam Al-Qur’an adalah Jibril, menurut
pendapat yang rajih (kuat). (Adhwaul Bayan, 1/80)
Juga firman-Nya:
نَزَلَ
بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ
“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril).” (asy-Syu’ara: 193)
Ayat ini juga menunjukkan ketinggian Allah ‘azza wa jalla, bahwa
Allah Mahatinggi di atas seluruh hamba-Nya. Karena Al-Qur’an dan kitab-kitab
Allah ‘azza wa jalla yang lain diturunkan kepada hamba-Nya, sehingga ini
menunjukkan bahwa firman-firman Allah ‘azza wa jalla tersebut berasal
dari atas. (Syarah Nuniyyah oleh Ibnu ‘Isa, 1/412)
Menetapkan ketinggian Allah ‘azza wa jalla merupakan perkara yang
diketahui secara pasti dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan kesepakatan ulama. Oleh
karena itu, para ulama salaf sepakat mengafirkan orang yang mengingkari hal
tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “…Di dalam
Al-Qur’an ada seribu dalil atau lebih yang menunjukkan bahwa Allah ‘azza wa
jalla tinggi di atas seluruh makhluk dan bahwa Dia di atas seluruh
hamba-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 5/121)
Telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Nuniyyah-nya lebih
dari 20 alasan. Masing-masing alasan tersebut dikuatkan dengan beberapa dalil.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa barang siapa memusuhi salah seorang dari
wali Allah ‘azza wa jalla berarti dia telah menampakkan permusuhan
kepada Allah ‘azza wa jalla.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Firman-Nya ‘Siapa yang
menjadi musuh’ ini merupakan syarat, dan jawabannya adalah firman-Nya ‘Sesungguhnya
Allah adalah musuh bagi orang-orang kafir’. Ini merupakan ancaman bagi
orang yang memusuhi Jibril ‘alaihissalam dan penegasan bahwa memusuhi
sebagiannya berarti telah memusuhi Allah ‘azza wa jalla. Seorang hamba
yang memusuhi Allah ‘azza wa jalla berarti berbuat kemaksiatan, menjauhi
ketaatan kepada-Nya, dan memusuhi para wali-Nya. Permusuhan Allah ‘azza wa
jalla terhadap seorang hamba adalah menyiksanya dan menampakkan pengaruh
permusuhan tersebut.” (Tafsir al-Qurthubi, 2/36)
Dari sebab turunnya ayat ini juga menunjukkan kebenaran apa yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semuanya berasal dari
Allah ‘azza wa jalla sehingga tidaklah bertentangan dengan apa yang
diterangkan di dalam kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla yang terdahulu.
Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat pengakuan
dari orang-orang yang bertanya dari kalangan Yahudi bahwa
permasalahan-permasalahan yang mereka tanyakan tersebut tidak ada yang
mengetahuinya kecuali seorang nabi. Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam) telah mengabarkan apa yang mereka pertanyakan tersebut dan
mereka membenarkan semuanya. Maka tertolaklah keraguan orang-orang yang ragu
dan batallah keraguan setiap orang yang mengingkarinya.” (Irsyad ats-Tsiqat,
hlm. 47)
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar