Oleh
Syaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Syaikh Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memujiNya, memohon pertolongan
dan berlindung kepadaNya dari keburukan diri kita dan kejelekan amalan kita,
siapa yang diberi petunjuk oleh Allah niscaya dia akan tertunjuki, sedang siapa
yang disesatkan Allah tiada yang mampu memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada
sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
Amma ba’du
Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari para ulama supaya
mereka menjelaskan kepada manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka
(syari’at ini), Allah berfirman.
وَإِذْ
أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ
وَلَا تَكْتُمُونَهُ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi kitab (yaitu) : “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada
manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. [Ali-Imron/3 : 187]
Allah melaknat orang yang menyembunyikan ilmunya.
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ
بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ
اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ﴿١٥٩﴾إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang
telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka
terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima
taubat lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah/2 : 159-160]
Dan Allah mengancam mereka dengan neraka.
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ
ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُولَٰئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ
وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan
Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka
itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api,
dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak
mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. [Al-Baqarah/2 : 174]
Sebagai pengamalan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Agama itu adalah nasehat, kami bertanya : Bagi siapa wahai Rasulullah?
Jawab beliau : Bagi Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan
mayarakat umum. [Hadit Riwayat Muslim]
Dan mencermati beragam musibah yang menimpa umat Islam dan
pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh komplotan musuh terutama pemikiran
import yang merusak aqidah dan syariat umat, maka wajib bagi setiap orang yang
dikarunia ilmu agama oleh Allah agar memberi penjelasan hukum Allah dalam
beberapa masalah berikut.
Demokrasi
Menurut pencetus dan pengusungnya, demokrasi adalah pemerintahan rakyat
(dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, -pent). Rakyat pemegang kekuasaan
mutlak. Pemikiran ini bertentangan dengan syari’at Islam dan aqidah Islam.
Allah berfirman.
إِنِ
الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al-An’am/6 : 57]
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang kafir. [Al-Maidah/5 : 44]
أَمْ
لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan
untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah ? [As-Syura/42 : 21]
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. [An-Nisa/4 : 65]
وَلَا
يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
Dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutuNya dalam menetapkan
keputusan. [Al-Kahfi/18 : 26]
Sebab demokrasi merupakan undang-undang thagut, padahal kita diperintahkan
agar mengingkarinya, firmanNya.
فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(Oleh karena itu) barangsiapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. [Al-Baqarah/2 : 256]
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan) : Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu. [An-Nahl/16 : 36]
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ
وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ
الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari
Al-Kitab ? Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada
orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari
orang-orang yang beriman. [An-Nisa/4 : 51]
Demokrasi Berlawanan Dengan Islam, Tidak Akan Menyatu
Selamanya.
Oleh karena itu hanya ada dua pilihan, beriman kepada Allah dan berhukum
dengan hukumNya atau beriman kepada thagut dan berhukum dengan hukumnya. Setiap
yang menyelisihi syari’at Allah pasti berasal dari thagut.
Adapun orang-orang yang berupaya menggolongkan demokrasi ke dalam sistem
syura, pendapatnya tidak bisa diterima, sebab sistem syura itu teruntuk sesuatu
hal yang belum ada nash (dalilnya) dan merupakan hak Ahli Halli wal Aqdi [1]
yang anggotanya para ulama yang wara’ (bersih dari segala pamrih). Demokrasi
sangat berbeda dengan system syura seperti telah dijelaskan di muka.
[Ahlu Halli wal Aqdi tersusun dari dua kata Al-Hillu dan Al-Aqdu. Al-Hillu
berarti penguraian, pelepasan, pembebasan dll. Sedang Al-Aqdu berarti
pengikatan, penyimpulan, perjanjian dll. Maksudnya yaitu semacam dewan yang
menentukan undang-undang yang mengatur urusan kaum muslimin, perpolitikan,
manajemen, pembuatan undang-undang, kehakiman dan semisalnya. Semua hal
tersebut suatu saat bisa direvisi lagi dan disusun yang baru. Lihat
kitab Ahlu Halli wal Aqdi, Sifatuhum wa Wadha’ifuhum. Dr Abdullah bin Ibrahim
At-Thoriqi, Rabithah Alam Islami]
Berserikat
Merupakan bagian dari demokrasi, serikat ini ada dua macam :
• Serikat dalam politik (partai) dan,
• Serikat dalam pemikiran.
Maksud serikat pemikiran adalah manusia berada dalam naungan sistem
demokrasi, mereka memiliki kebebasan untuk memeluk keyakinan apa saja sekehendaknya.
Mereka bebas untuk keluar dari Islam (murtad), beralih agama menjadi yahudi,
nasrani, atheis (anti tuhan), sosialis, atau sekuler. Sejatinya ini adalah
kemurtadan yang nyata.
Allah berfirman.
إِنَّ
الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ
الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُم ﴿٢٥﴾ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي
بَعْضِ الْأَمْرِ ۖ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْْ
Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran)
sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah
(berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang
benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang yahudi) ; Kami akan
mematuhi kamu dalam beberapa urusan, sedang Allah mengetahui rahasia mereka. [Muhammad/47 : 25-26]
وَمَنْ
يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat,
dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. [Al-Baqarah/2 : 217]
Adapun serikat politik (partai politik) maka membuka peluang bagi semua
golongan untuk menguasai kaum muslimin dengan cara pemilu tanpa mempedulikan
pemikiran dan keyakinan mereka, berarti penyamaan antara muslim dan non muslim.
Hal ini jelas-jelas menyelisihi dali-dalil qath’i (absolut) yang melarang
kaum muslimin menyerahkan kepemimpinan kepada selain mereka.
Allah berfirman.
وَلَنْ
يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang beriman. [An-Nisa/4 : 141]
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya),
dan ulil amri di antara kamu. [An-Nisa /4: 59]
أَفَنَجْعَلُ
الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ ﴿٣٥﴾ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan
orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian) ;
bagaimanakah kamu mengambil keputusan ? [Al-Qolam : 35-36]
Karena serikat (bergolong-golongan) itu menyebabkan perpecahan dan
perselisihan, lantaran itu mereka pasti mendapat adzab Allah. Allah
memfirmankan.
وَلَا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ
الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat. [Ali-Imran/3 : 105]
Mereka juga pasti mendapatkan bara’ dari Allah (Allah berlepas diri dari
mereka). FirmanNya.
إِنَّ
الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamaNya dan mereka menjadi
bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. [Al-An’am/6 : 159]
Siapapun yang beranggapan bahwa berserikat ini hanya dalam program saja
bukan dalam sistem atau disamakan dengan perbedaan madzhab fikih diantara ulama
maka realita yang terpampang di hadapan kita membantahnya. Sebab program setiap
partai muncul dari pemikiran dan aqidah mereka. Program sosialisme berangkat
dari pemikiran dasar sosialisme, sekularisme berangkat dari dasar-dasar
demokrasi, begitu seterusnya.
Persekutuan Dan Koalisi Dengan Kelompok Sekuler
Tahaluf (persekutuan) adalah kesepakatan antara dua kelompok yang bersekutu pada
satu urusan, keduanya saling menolong.
Tansiq (koalisi) adalah suatu tandhim (sistem) yaitu semua partai berada dalam
satu sistem yang menyeluruh dan menyatu. Tandhim lebih tertata ketimbang
persekutuan.
Bila koalisi ini bertujuan menyokong demokrasi berserikat, pemikiran dan
usaha meraih kekuasaan yang dicanangkan oleh partai-partai Islam di beberapa
negara Islam bekerjasama dengan partai sekuler maka pungkasannya adalah seperti
persekutuan antara orang-orang Yaman dengan partai Bats sosialis untuk
melancarkan perbaikan. Persekutuan dan koalisi model begini diharamkan, sebab
termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah menfirmankan.
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. [Al-Maidah/5 : 2]
وَلَا
تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ
دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai
seorang penolongpun selain dari pada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan. [Hud/11 : 113]
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا
يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ
أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ
الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. [Ali-Imron/3 : 118]
Selain mengandung implikasi terwujudnya kecintaan antara golongan tersebut
(antara muslim dan non muslim,-pent), hal ini juga menggerus pondasi wala’ dan
bara’ (loyalitas dan sikap berlepas diri). Padahal keduanya merupakan tali iman
yang terkokoh. Allah berfirman.
وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. [Al-Maidah/5 : 51]
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Seseorang itu
dikelompokkan bersama orang yang dia cintai. [Muttafaqun Alaihi]
Orang-orang yang melegalkan persekutuan dan koalisi berdalil dengan
beberapa dalil, namun dalil-dalil tersebut tidak menunjukkan apa yang mereka
kehendaki, diantaranya ;
1. Persekutuan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Dengan Orang Yahudi
Jawabannya sebagai berikut :
• Haditsnya tidak shahih, karena mu’dhal (gugurnya dua orang rawi secara
berurutan dalam silsilah sanadnya, -pent)
• Pasal-pasal dalam persekutuan yang dijadikan pijakan -jika ini benar-
maka menyelisihi isi dari persekutuan tadi.
• Hukum bagi yahudi dan bagi orang-orang yang enggan menerapkan syari’at
Allah adalah berbeda.
• Mereka tidak dalam keadaan terpaksa (dharurat) sebab keadaan dharurat
yang sesuai dengan syar’iat tidak terwujud, lantaran syarat darurat tidak ada.
• Kalaulah hadits tentang persekutuan Nabi dengan yahudi itu shahih,
tetapi hukumnya mansukh (terhapus) dengan hukum-hukum jizyah (upeti yang
diserahkan oleh orang-orang non muslim yang berada dalam kawasan negara Islam
sebagai imbalan jaminan keamanan dan menetapnya mereka, -pent)
• Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjalankan pemerintah Islam,
sedangkan jama’ah dan partai yang terjun di medan dakwah tidak boleh
memposisikan diri mereka sebagai pemerintah Islam.
• Orang-orang yahudi tersebut berada dalam naungan negara Islam, oleh
karena itu tidak akan terwujud persekutuan antara golongan yang sederajat.
2. Persekutuan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dengan Bani Khuza’ah
Jawabannya sebagai berikut :
• Yang benar, Bani Khuza’ah adalah muslimin, buktinya, tersebut dalam
sejarah mereka mengatakan : Kami telah memeluk Islam dan kami tidak mencabut
ketaatan, namun mereka membunuh kami sedang kami dalam keadaan ruku dan sujud.
• Andaikan saja mereka itu masih musyrik, tetapi hukum kafir asli berbeda
dengan hukum bagi orang-orang yang menolak hukum Islam.
• Isi persekutuan yang ada sekarang ini bebeda dengan isi persekutuan
dengan bani Khuza’ah ; pasal-pasal kesepakatan partai itu telah diisyaratkan di
muka sedangkan pasal-pasal kesepakatan dengan Khuza’ah tidak mengandung
penyelewengan dari kebenaran dan tidak ada kerelaan kepada kebatilan.
3. Perlindungan Yang Diberikan Muth’im bin Adi dan Abu Thalib Kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Jawabannya :
Ini strategi beliau mensiasati keadaan dan beliau masih bebas untuk
berdakwah.
Kontrakdiksi Yang Menimpa Mereka
Suatu kali mereka menyebut Partai Sekuler, kali lain mengatakan Perbedaan
golongan ini hanya dalam program bukan perbedaan manhaj, kali lainnya lagi
mengucapkan Partai itu sekarang telah murtad, namun mereka telah bertobat,
lantaran itu mereka menerima ke-Islaman dan pertobatan mereka. Lantas mengapa
mereka berdalih bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersekutu dengan yahudi
dan orang-orang musyrik, jika mereka telah memvonis bahwa partai tertentu
kafir, lalu mengapa mereka masih mengadakan persekutuan ? Ini kontradiksi yang
nyata. Andai taubat mereka jujur, maka menurut syari’at harus memenuhi hal-hal
berikut :
• Harus mengumumkan pelepasan diri mereka dari keyakinan mereka yang
terdahulu dan atribut-atribut ketenaran mereka, dan mengakui kesalahan manhaj
mereka yang dahulu.
• Menghilangkan anasir yang menentang Islam dari diri mereka secara lahir
batin.
Dalih Yang Menjadi Pegangan Mereka Yaitu Perjanjian Hudaibiyyah.
Jawabnya :
• Pemerintah Islam berhak mengikat perjanjian dengan musuh mereka jika
dipandang maslahatnya lebih banyak ketimbang mafsadahnya.
• Pada perjanjian Hudaibiyyah tidak terdapat sikap mengalah, tidak seperti
sikap partai-partai itu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengganti
tulisan Ar-Rahman Ar-Rahiim dengan Bismika Allah. Adapun beliau tidak
menuliskan kalimat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bukan merupakan
bukti bahwa beliau menghapus risalah dari dirinya, tetapi justru mengucapkan :
Demi Allah, aku benar-benar utusan Allah.
• Terjadinya perjanjian Hudaibiyyah itu menghasilkan maslahat (kebaikan)
nyata yaitu pengagungan kemuliaan Allah, bandingkan dengan dampak yang muncul
akibat persekutuan dan koalisi tersebut.
• Hukum bagi kafir asli dan bagi orang yang enggan menerapkan hukum Islam
berbeda.
Pemilihan Umum
Termasuk sistem demokrasi pula, oleh karena itu diharamkan, sebab orang
yang dipilih dan yang memilih untuk memegang kepemimpinan umum atau khusus
tidak disyaratkan memenuhi syarat-syarat yang sesuai syariat. Metode ini
memberi peluang kepada orang yang tidak berhak memegang kepemimpinan untuk
memegangnya. Karena tujuan dari orang yang dipilih tersebut adalah duduk di
dewan pembuat undang-undang (Legislatif) yang mana dewan ini tidak memakai
hukum Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun yang
jadi hukum adalah Suara Mayoritas. Ini adalah dewan thagut, tidak boleh diakui,
apalagi berupaya untuk menggagas dan bekerjasama untuk membentuknya. Sebab
dewan ini memerangi hukum Allah dan merupakan sistem barat, produk yahudi dan
nashara, oleh karena itu tidak boleh meniru mereka.
Bila ada yang membantah : Sebab di dalam syari’at Islam tidak terdapat
metode tertentu untuk memilih pemimpin, lantaran itu pemilu tidak dilarang.
Jawabannya : Pendapat tersebut tidak benar, sebab para sahabat telah
menerapkan metode tersebut dalam memilih pemimpin dan ini merupakan metode
syar’i. Adapun metode yang ditempuh partai-partai politik, tidak memiliki
patokan-patokan pasti, ini sudah cukup sebagai larangan bagi metode itu,
akibatnya orang non muslim berpeluang memimpin kaum muslimin, tidak ada
seorangpun dari kalangan ahli fikih yang membolehkan hal itu.
Aktivitas Politik
Partai-partai politik memiliki kesepakatan-kesepakatan antara mereka untuk
tidak saling mengkafirkan dan bersepakat untuk mengukuhkan dasar-dasar
demokrasi. Sedangkan hukum Islam dalam masalah ini adalah mengkafirkan
orang-orang yang telah dikafirkan oleh Allah dan RasulNya, memberi cap fasiq
kepada orang yang di cap fasiq oleh Allah dan RasulNya dan memberi cap sesat
kepada orang yang diberi cap sesat oleh Allah dan RasulNya. Islam tidak
mengenal pengampunan (grasi/amnesti dari pemerintah, -pent). Mengkafirkan
seorang muslim yang tercebur dalam maksiat bukan termasuk manhaj Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah selama dia tidak menghalalkan kemaksiatan tersebut. Adapun
undang-undang produk manusia diantaranya undang-undang Yaman, telah dijelaskan
oleh ulama Yaman bahwa di dalamnya terkandung penyelisihan terhadap syari’at.
Metode Dakwah Kita Yang Wajib Diketahui Oleh Masyarakat
• Kita mendakwahi manusia untuk berpegang dengan Al-Qur’an dan Sunnah
secara hikmah, nasehat yang baik selaras dengan pemahaman para Salaf.
• Kita memandang bahwa kewajiban syar’i terpenting adalah menghadapi
pemikiran import dan bid’ah-bid’ah yang disusupkan ke dalam Islam dengan cara
menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dakwah, menggugah kesadaran umat, meluruskan
keyakinan-keyakinan dan pemahaman yang keliru dan menyatukan kaum muslimin
dalam lingkup semua tadi.
• Kami memandang bahwa umat Islam tidak membutuhkan revolusi, penculikan
dan penyebaran fitnah. Namun yang dibutuhkan adalah pendidikan iman dan
pemurnian. Ini merupakan saran paling vital untuk mengembalikan kejayaan dan
kemuliaan umat.
• Sebagai penutup kami akan memperingatkan bahwa motif yang melatari
munculnya uraian ini adalah kami melihat sebagian ulama dan khususnya ulama
negara Yaman membicarakan permasalahan yang dipakai pijakan oleh partai-partai
politik Islam. Mereka bermaksud meletakkan landasan syar’i bagi permasalahan
tersebut, padahal masalah tersebut mengandung kontradiksi dan
kesalahan-kesalahan ditinjau dari sisi syar’i. Perlu diketahui bahwa mereka
tidak mewakili kaum muslimin namun hanya mewakili diri mereka sendiri dan
partai mereka saja. Yang jadi mizan adalah dalil bukan jumlah mayoritas dan
bukan desas-desus.
Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada pemimpin kita Muhammad,
keluarganya dan seluruh sahabat beliau. Segala puji bagi Allah.
Penandatangan fatwa ini adalah :
Syaikh Muhamad Nashiruddin Al-Albani
Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
Syaikh Abdul Majid Ar-Rimi.
Syaikh Abu Nashr Abdullah bin Muhammad Al-Imam
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Washshabi, dll.
[Dialih bahasakan dari Majalah Al-Ashalah, edisi 2 Jumadil Akhir 1413H,
oleh Abu Nuaim Al-Atsari, Disalin ulang dari Majalah Al-Furqon, edisi 7/Th III.
Hal.39-43 Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Srowo-Sedayu Gresik-Jatim]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar