Hukum Interaksi dengan Perusahaan
Leasing
Di era sekarang ini, begitu menjamurnya
perusahaan leasing, yang sangat memudahkan seseorang dalam membeli sebuah
barang. Perusahaan-perusahaan itu sangat aktif dalam menjaring
pelanggan-pelanggan yang mau memakai jasa mereka. Kita sebagai seorang muslim, apakah
boleh berinteraksi dengan perusahaan-perusahaan tersebut dan memanfaatkan jasa
layanannya?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
ketika beliau ditanya masalah ini menjawab,
Kita harus mengetahui lebih dahulu apa
yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan perkreditan; apakah yang dimaksud
adalah penjualan secara kredit atau apa? Jika yang dimaksud adalah penjualan
dengan kredit, maka penjualan secara tangguh adalah dibolehkan berdasarkan
makna zhahir Al-Qur’an dan dalil yang jelas dari As-Sunnah.
Mengenai hal itu, dalam Al-Qur’an Allah
berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya…” hingga firman-Nya:
“…dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguannmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika
muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya…” (Qs. Al-Baqarah: 282)
Hal tersebut, yakni penjualan secara
tangguh (kredit) adalah boleh hukumnya berdasarkan dalil As-Sunnah yang jelas
sekali, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus kepada seorang
laki-laki yang telah mempersembahkan kepada beliau pakaian dari Syam agar
menjualnya dengan dua buah baju kepada Maisarah (budak Khadijah, isteri belaiu,
-pent) [HR At-Tirmidzi, Kitab Al-Buyu (1213), An-Nasai, Kitab Al-Buyu (VII :
294), Ahmad (VI : 147)]
Dalam kitab Ash-Shahihain dan selain
keduanya dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah datang ke Madinah sementara mereka biasa melakukan jual beli secara salam
(memberikan uang di muka namun barangnya belum bisa diambil/memesan) terhadap
kurma setahun atau dua tahun, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa memesan kurma, maka hendaklah dia memesan dalam takaran
(Kayl) yang sudah diketahui, dan wazan (timbangan) yang sudah diketahui hingga
batas waktu yang sudah diketahui.” [HR Al-Bukhari, Kitab As-Salam (2239-2241),
Muslim, Kitab Al-Musaqah (1604)]
Akan tetapi kami pernah mendengarkan
bahwa ada sebagian orang yang menjual barang yang tidak dimilikinya setelah dia
mengetahui ada permintaan dari pembeli kepadanya, seperti seseorang mendatangi
seorang pedagang sembari berkata padanya, “Saya ingin barang yang begini akan
tetapi saya tidak bisa membayarnya.” Lalu si pedagang pergi dan membelinya dari
pemilik asalnya, kemudian menjualnya lagi kepada orang yang mencarinya tersebut
dengan harga tangguh (kredit) yang lebih mahal daripada harga ketika dia
membelinya.
Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan
pengelabuan (siasat licik) yang amat jelas sekali untuk melakukan riba, sebab
sipedagang ini tidak pernah berminat membeli barang itu ataupun membeli untuk
dirinya sendiri. Tujuannya hanyalah ingin mendapatkan keuntungan yang akan
diberikan oleh si pembeli kepadanya. Dan ini akan menjadi pembeda antara jual
beli kontan dengan jual beli kredit.
Sebagian orang terkadang sengaja
berkata, “Saya mengambil keuntungan dari anda, misalnya 8%. Atau mengatakan,
pada tahun ke dua sebesar 10%. Atau, pada tahun ke tiga menjadi sebesar 15%,
demikian seterusnya, riba semakin bertambah setiap kali waktunya diperpanjang,
atau setiap kali terlambat membayarnya. Ini merupakan bukti yang nyata sekali
bahwa yang dimaksud oleh si pedagang tersebut hanyalah riba saja.
Seorang yang berakal, bila merenungi hal
itu pasti akan menemukan bahwa tindakan mengelabui tersebut lebih dekat kepada
riba dari jenis Inah yang telah diingatkan oleh Rasulullah. Jual beli Inah
adalah seseorang menjual sesuatu dengan harga tangguh (kredit) lalu membelinya
lagi secara tunai (kontan) dengan harga yang lebih murah dari harga saat dia
mejualnnya kepadanya.
Bisa jadi si penjual ini, yakni penjual
pertama ketika menjualnya tidak terbetik di hatinya bahwa dia akan membelinya
lagi dari orang yang telah membeli darinya, demikian pula tidak pernah terbetik
di hati si pembeli bahwa dia akan menjualnya lagi, kemudian setelah itu dia
mengurungkan niatnya dan menawarkannya di pasaran; sehingga tidak halal (boleh)
bagi penjual pertama untuk membelinya dengan harga yang lebih rendah (murah)
dari harga ketika dia menjualnya, sebab ini termasuk jual beli Inah yang telah
diperingatkan oleh Rasulullah agar tidak dilakukan, dalam sabdanya:
“Jika kalian telah melakukan jual beli
dengan cara Inah, senantiasa memegang ekor sapi, rela dengan tanah garapan
pertanian (senantiasa mendahulukan kehidupan dunia atas kehidupan
akhirat,-pent) dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kalian kehinaan
yang tidak akan dicabutNya hingga kalian kembali kepada ajaran dien kalian.”
[HR Abu Dawud, Kitab Al-Buyu (3462)]
Sebagaimana telah diketahui bahwa
pengelabuan (siasat licik) terhadap penjualan secara kredit yang telah saya
sebutkan di muka lebih dekat dengan pengelabuan dalam masalah Inah. Oleh karena
itu, saya menasehati saudara-saudaraku, para penjual dan pembeli dari melakukan
transaksi seperti ini, yang mereka tidak akan mendapatkan selain dicabutnya
keberkahan pada jual beli mereka. Sementara Allah telah berfirman:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah.” (Qs. Al-Baqarah: 276)
Disamping itu, traksaksi seperti ini
mengandung dampak negatif dari aspek ekonomi karena begitu mudahnya sehingga
membuat kaum fakir nekat melakukannya dan menanggung hutang serta menyibukkan
beban diri mereka dengan hutang-hutang yang telah bertumpuk ini. Barangkali,
ada waktunya mereka sama sekali tidak mampu melunasinya, maka ketika itu
terjadilah berbagai problematika dan perselisihan antara si penjual dan pembeli
bahkan bisa jadi sampai kepada kondisi kebangkrutan, lalu apa akibat yang akan
dituai oleh penjual yang sengaja menginginkan riba dari transaksi tersebut?
Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya telah Kami ketahui
orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman
kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina.’ Maka Kami jadikan yang demikian
itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang
kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Qs.
Al-Baqarah: 66-67)
Dalam kesempatan ini saya ingin
menyampaikan nasehat kepada segenap saudara-saudaraku, kaum muslimin agar tidak
melakukan pengelabuan terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan hendaknya
mereka mengetahui bahwa yang menjadi standar dalam akad-akad jual-beli adalah
tujuan-tujuannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya segala perbuatan itu
tergantung kepada niatnya, dan setiap orang tergantung kepada niatnya.” [HR
Al-Bukhari, Kitab Bad’ul Wahyi (1), Muslim, Kitab Al-Imarah (1907)]
Bila orang ini memang benar-benar
temannya, maka alangkah baiknya dia meminjamkannya dengan pinjaman yang baik
(Qardl Hasan), yang tidak mengandung riba di dalamnya. Dengan begitu, dia
termasuk orang-orang yang berbuat ihsan sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman di dalam kitab-Nya.
“sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berbuat baik (ihsan).” (Qs. Al-Baqarah: 195)
Dan saya menasehati saudara saya yang
melakukan transaksi seperti ini agar menggugurkan riba yang ditambahkannya
kepada harga mobil tersebut dan hanya mengambil sebatas harga pembeliannya
saja.
[Kitab Ad-Da’wah, edisi V, dari Fatwa
Syaikh Ibn Utsaimin, Jld II, hal. 55-60]
Membeli Kendaraan (Mobil) Lewat Leasing
Seorang penjual mobil, seringkali mobil
jualannya dibeli konsumen dengan cara kredit melalui leasing, dalam transaksi
mobil dengan kredit melalui leasing, selain dia mendapat keuntungan dari unit
mobilnya, dia juga sebagai penjual akan mendapatkan refund bunga keuntungan
tambahan dari leasing dengan persentase tertentu.
Bagaimana hukum transaksi dengan
keuntungan seperti ini? Bagaimana cara menyikapinya?
Yang penjual dapatkan adalah hasil dari
riba, maka tidak halal dia menerimanya.
Bagaimana cara menyikapinya?
Sikap pertama, jangan anjurkan pembeli
untuk ke leasing.
Kedua, kalau si penjual ingin dia
memenuhi syar’i, sampaikan kepada leasing,
“Kalau kalian ingin mendapatkan
konsumen, beli dulu barang dari saya, nanti saya akan alihkan konsumen kepada
Anda, tapi sebelum Anda membuat akad dengan dia, beli dulu barang dari saya”.
Walaupun akad nya hanya sekedar lisan,
tidak harus tertulis. Karena akad boleh dengan lisan, boleh juga dengan
tulisan. Cukup dengan mengatakan, “saya beli”, (maka) berpindah resikonya kepada
leasing.
Setelah itu, pihak leasing baru menjual
kepada si konsumen ini.
Seumpamanya nasabah (seseorang yang
datang membeli mobil di showroom) mengatakan, “Saya gak punya uang tunai, Pak”.
Kalau gak punya uang tunai, JANGAN
langsung menjualnya kepada dia.
Kalau si penjual mengatakan, “Kalau gak
punya uang tunai, ya udah saya jual kepada Anda, nanti ambil pembiayaan dari
leasing”.
Berarti ini adalah Akad meminjam uang
kepada leasing. Kemudian si pembeli membayar berlebih kepada leasing dalam
bentuk pertambahan bunga, kemudian belum lagi denda keterlambatan.
Seharusnya yang pertama penjual katakan
kalau pembeli datang kepadanya,
(Pembeli) : “Pak, saya ingin mobil ini
tapi saya gak punya uang tunai.”
(Penjual) : “Anda ingin ya? tapi saya
gak jual kepada Anda.”
(Pembeli) : “Lalu bagaimana saya ingin
juga, Pak?.”
(Penjual) : “Nanti, saya jual dulu
kepada leasing A silahkan datang dan beli dari dia.”
Maka Anda hubungi leasing yang tadi yang
menawarkan jasa kepada Anda.
(Penjual) : “Pak Leasing, mobil ini ada
orang ingin beli, tapi saya belum jual (masih milik saya), kalau Anda ingin
jual kepada dia dengan kredit, saya akan jual dulu kepada Anda.”
(Leasing) : “Oh ya udah saya beli, specs
nya mana? ya udah, dan langsung aja dia beli ambil dari Anda pak.”
(Penjual) : “Gak bisa, Anda datang dulu
untuk terima barangnya, suruh pegawai Anda terima barangnya, atau saya
mengantarkan ke tempat Anda.”
Lalu dibawalah yang nasabah tadi
ketempat leasing, disana silahkan mereka buat akad.
Kemudian leasing transfer uang kepada si
penjual dengan cara tunai.
Maka ini menjadi halal jadinya.
Tapi bila tidak, tidak ada akad jual
beli sebelumnya.
Ini artinya si penjual membantu orang
berbuat riba, dan membantu membesarkan riba.
Wa billahi taufiq…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar