Haruskah Membaca Basmalah Ketika Baca al-Quran?
Ketika kita memperhatikan seseorang yang
membaca al-Quran, terkadang kita dapati antara orang yang satu dengan yang
lainnya berbeda dalam cara mengawalinya. Kita ambil contoh salah satunya, yaitu
seseorang yang ketika membaca al-Quran, dia tidak baca basmalah. Cuma membaca
ta’awudh, lalu membaca ayat. Apakah hal itu bisa dibenarkan? Sementara
diketahui bahwa dia ditokohkan di masyarakat.
Sebelum menyatakan benar atau salahnya,
tentu kita harus membekali diri dulu dengan ilmu tentang anjuran ketika akan
membaca al-Quran.
Pertama, setiap membaca al-Quran, yang dimulai
dari bagian manapun, kita dianjurkan membaca ta’awudz. Sehingga sebisa mungkin,
ta’awudz tidak ditinggalkan. Karena ini perintah yang Allah sebutkan dalam
al-Quran. Allah berfirman,
فَإِذَا
قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca al-Qur’an,
hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Kedua, menurut mayoritas ulama, bacaan
basmalah dianjurkan ketika kita membaca al-Quran dimulai dari awal surat.
Dalilnya, hadis dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam terbangun dari tidur sambil tersenyum. Kamipun bertanya, ‘Ya
Rasulullah, apa yang membuat anda tersenyum?’ beliau bersabda, “Baru saja turun
kepadaku satu surat.” Kemudian beliau membaca,
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
Bismillahirrahmanirrahiiim.. innaa
a’thainaakal kautsar… dst (HR. Ahmad 12322, Muslim 921, dan yang lainnya).
An-Nawawi mengatakan,
وينبغي أن
يحافظ على قراءة بسم الله الرحمن الرحيم في أول كل سورة ، سوى براءة فإن أكثر
العلماء قالوا إنها آية حيث تكتب في المصحف ؛ وقد كتبت في أوائل السور سوى براءة
Selayaknya dijaga untuk membaca
bismillahirrahmanirrahim di setiap awal surat. Kecuali surat at-Taubah. Karena
mayoritas ulama mengatakan, ini adalah satu ayat (khusus) yang ditulis di
mushaf. Dan ayat ini ditulis di semua awal surat, kecuali at-Taubah. (at-Tibyan
fi Adab Hamalah al-Quran, hlm. 81).
Namun jika kita membacanya di
pertengahan surat, misalnya kita baca surat al-Baqarah langsung dari ayat 183,
maka tidak masalah baca basmalah, tapi jika hanya membaca ta’awudh dan langsung
baca ayatnnya, tidak dicela.
Dalam al-Adab as-Syar’iyah dinyatakan,
وتستحب
قراءة البسملة في أول كل سورة في الصلاة وغيرها نص عليه وقال: لا يدعها قيل له:
فإن قرأ من بعض سورة يقرؤها؟ قال لا بأس
Dianjurkan membaca basmalah di awal
semua surat, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Sebagaimana yang
ditegaskan Imam Ahmad. Beliau mengatakan, “Jangan sampai ditinggalkan.”
Ada yang bertanya kepada beliau, “Jika
dia membaca basmalah di tengah surat?” jawab Imam Ahmad, “Tidak masalah dia
baca.” (al-Adab as-Syar’iyah, Ibnu Muflih, 2/326).
Ketiga, khusus untuk awal surat at-Taubah,
Dianjurkan untuk tidak diawali dengan
basmalah, namun cukup baca ta’awudh.
Diantara sebabnya,
Kesepakatan sahabat di zaman Utsman,
Dalam mushaf Utsman tidak ada tulisan
basmalah di awal surat at-Taubah. Dan menurut Utsman, itu yang beliau pahami
dari isyarat yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di awal surat at-Taubah berisi
pengumuman permusuhan antara Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan orang-orang musyrikin. Karena itu, surat at-Taubah sering disebut surat
Bara’ah (permusuhan).
Demikian pula, surat ini isinya
mempermalukan orang-orang munafiq. Hingga Ibnu Abbas menyebutnya dengan surat
al-Fadhihah (Yang mempermalukan).
Mengapa di awal surat at-taubah tidak
ada basmalah?
Ada dua versi penjelasan, mengapa di
surat at-Taubah tidak diawali dengan bacaan basmalah.
Pertama, tidak adanya basmalah di awal surat
at-Taubah adalah ijtihad sahabat terkait urutan al-Quran yang diajarkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat menyimpulkan dari beliau, yang
kemudian menjadi acuan penulisan dalam mushaf Utsmani.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
menanyakan hal ini kepada Utsman radhiyallahu ‘anhu,
مَا
حَمَلَكُمْ أَنْ عَمَدْتُمْ إِلَى الأَنْفَالِ وَهِىَ مِنَ الْمَثَانِى وَإِلَى بَرَاءَةَ
وَهِىَ مِنَ الْمِئِينَ فَقَرَنْتُمْ بَيْنَهُمَا وَلَمْ تَكْتُبُوا بَيْنَهُمَا
سَطْرَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَوَضَعْتُمُوهُمَا فِى السَّبْعِ
الطُّوَلِ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ
Apa yang menyebabkan anda memposisikan
surat al-Anfal disambung dengan surat at-Taubah, sementara anda tidak
menuliskan kalimat basmalah diantara keduanya. Dan anda letakkan di 7 deret
surat yang panjang. Apa alasan anda?
Jawab Utsman,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِمَّا يَأْتِى عَلَيْهِ الزَّمَانُ وَهُوَ
تَنْزِلُ عَلَيْهِ السُّوَرُ ذَوَاتُ الْعَدَدِ فَكَانَ إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ
الشَّىْءُ دَعَا بَعْضَ مَنْ كَانَ يَكْتُبُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَؤُلاَءِ الآيَاتِ
فِى السُّورَةِ الَّتِى يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَإِذَا نَزَلَتْ عَلَيْهِ
الآيَةُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَذِهِ الآيَةَ فِى السُّورَةِ الَّتِى يُذْكَرُ فِيهَا
كَذَا وَكَذَا
Selama masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mendapatkan wahyu, turun surat-surat yang ayatnya banyak.
Ketika turun kepada beliau sebagian ayat, maka beliau akan memanggil sahabat
pencatat al-Quran, lalu beliau perintahkan, “Letakkan ayat-ayat ini di surat
ini.” Ketika turun ayat lain lagi, beliau perintahkan, “Letakkan ayat ini di
surat ini.”
Utsman melanjutkan,
وَكَانَتِ
الأَنْفَالُ مِنْ أَوَائِلِ مَا أُنْزِلَتْ بِالْمَدِينَةِ وَكَانَتْ بَرَاءَةُ
مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ وَكَانَتْ قِصَّتُهَا شَبِيهَةً بِقِصَّتِهَا فَظَنَنْتُ
أَنَّهَا مِنْهَا فَقُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلَمْ يُبَيِّنْ
لَنَا أَنَّهَا مِنْهَا
Sementara surat al-Anfal termasuk surat
yang pertama turun di Madinah. Sedangkan surat at-Taubah, turun di akhir masa.
Padahal isi at-Taubah mirip dengan surat al-Anfal. Sehingga kami (para sahabat)
menduga bahwa surat at-Taubah adalah bagian dari surat al-Anfal. Hingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau tidak menjelaskan kepada
kami, bahwa at-Taubah itu bagian dari al-Anfal.
Lalu Utsman menegaskan,
فَمِنْ
أَجْلِ ذَلِكَ قَرَنْتُ بَيْنَهُمَا وَلَمْ أَكْتُبْ بَيْنَهُمَا سَطْرَ بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَوَضَعْتُهَا فِى السَّبْعِ الطُّوَلِ
Karena alasan ini, saya urutkan
al-Taubah setelah al-Anfal, dan tidak kami beri pemisah dengan tulisan
bismillahirrahmanirrahim, dan aku posisikan di tujuh surat yang panjang. (HR. Ahmad 407, Turmudzi 3366, Abu Daud
786, dan dihasankan at-Turmudzi dan ad-Dzahabi)
Alasan sahabat Utsman bin Affan
radhiyallahu ‘anhu ini, seolah menjelaskan latar belakang, mengapa di awal
surat at-Taubah tidak tertulis basmalah. Yang sejatinya, ini merupakan hasil
pemahaman sahabat terhadap al-Quran yang mereka dapatkan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Kedua, tidak adanya basamalah di awal
at-Taubah, karena beda konten basmalah dengan at-Taubah.
Basmalah menggambarkan keamanan, dan
kasih sayang Allah, sementara at-Taubah mennyebutkan tentang permusuhan Allah
dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada orang musyrikin dan orang
munafik.
Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
لِـمَ لَمْ
تَكْتُبْ فِي بَرَاءَة بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم ؟
Mengapa anda tidak menulis bismillahirrahmanirrahim
di awal surat at-Taubah?
Jawab Ali bin Abi Thalib,
لِأَنَّ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم أَمَانٌ ، وَبَرَاءَة نَزَلَت بِالسَّيْفِ ،
لَيْسَ فِيهَا أَمَانٌ
Karena bismillahirrahmanirrahim isinya
damai, sementara surat at-Taubah turun dengan membawa syariat perang, di sana
tidak ada damai. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak 3273)
Penjelasan sahabat Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu adalah penjelasan mengenai hikmah tidak adanya basamalah di
surat at-Taubah. Beliau menilik makna dari basmalah dan makna dari surat
at-Taubah. Basmalah, kalimat yang berisi rahmat Allah, memberikan kedamaian,
keamanan. Sementara surat at-Taubah merupakan pengumuman bagi orang musyrikin,
bahwa Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memusuhi mereka dan
menantang perang mereka.
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar