Setelah
berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, kemudian kita menginjak ke bulan Syawal.
Dari Abu Ayyub radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
من
صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر
“Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan
Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR.
Ahmad dan Muslim)
Bagaimanakan
tuntunan Islam dalam melaksanakan puasa Syawal?
Tata cara puasa Syawal
Ulama
berselisih pendapat tentang tata cara yang paling baik dalam melaksanakan puasa
enam hari di bulan Syawal.
Pendapat pertama, dianjurkan untuk menjalankan puasa
Syawal secara berturut-turut, sejak awal bulan. Ini adalah pendapat Imam
Syafi’i dan Ibnul Mubarak. Pendapat ini didasari sebuah hadis, namun hadisnya
lemah.
Pendapat kedua, tidak ada beda dalam keutamaan, antara
dilakukan secara berturut-turut dengan dilakukan secara terpisah-pisah. Ini
adalah pendapat Imam Waki’ dan Imam Ahmad.
Pendapat ketiga, tidak boleh melaksanakan puasa persis
setelah Idul Fitri karena itu adalah hari makan dan minum. Namun, sebaiknya
puasanya dilakukan sekitar tengah bulan. Ini adalah pendapat Ma’mar,
Abdurrazaq, dan diriwayatkan dari Atha’. Kata Ibnu Rajab, “Ini adalah pendapat
yang aneh.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 384–385)
Pendapat
yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa
Syawal tanpa berurutan. Keutamaannya sama dengan puasa Syawal secara terpisah.
Syekh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang puasa Syawal, apakah harus berurutan?
Beliau
menjelaskan, “Puasa 6 hari di bulan Syawal adalah sunah yang sahih dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh dikerjakan secara berurutan atau terpisah
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keterangan secara
umum terkait pelaksanaan puasa Syawal, dan beliau tidak menjelaskan apakah
berurutan ataukah terpisah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang
siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal ….‘
(Hadis riwayat Muslim, dalam Shahih-nya)
Wa
billahit taufiiq ….” (Majmu’ Fatwa wa Maqalat Ibni Baz, jilid 15, hlm. 391)
Boleh puasa di tanggal 2 Syawal
Ibnu
Rajab mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak dimakruhkan puasa
pada hari kedua setelah hari raya (tanggal 2 Syawal). Ini sebagaimana
diisyaratkan dalam hadis dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang, ‘Jika kamu sudah
selesai berhari raya, berpuasalah.’ (HR. Ahmad, no. 19852).” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 385)
Antara qadha dan puasa Syawal
Keutamaan
puasa Syawal hanya diperoleh jika puasa Ramadan telah selesai
Syekh
Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan, “Setiap orang perlu memerhatikan
bahwa keutamaan puasa Syawal ini tidak bisa diperoleh kecuali jika puasa
Ramadan telah dilaksanakan semuanya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki
tanggungan qadha Ramadan, hendaknya dia bayar dulu qadha Ramadan-nya, baru
kemudian melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal. Jika dia berpuasa Syawal
sementara belum meng-qadha utang puasa Ramadhan-nya maka dia tidak mendapatkan
pahala keutamaan puasa Syawal, tanpa memandang perbedaan pendapat, apakah
puasanya sebelum qadha itu sah ataukah tidak sah.
Alasannya,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berpuasa
Ramadan, kemudian dia ikuti dengan …” sementara orang yang punya kewajiban
qadha puasa Ramadan baru berpuasa di sebagian Ramadan dan belum dianggap telah
berpuasa Ramadan (penuh).
Boleh
melaksanakan puasa sunah secara berurutan atau terpisah-pisah. Namun,
mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan sikap
bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak menunda-nunda amal yang bisa
menyebabkan tidak jadi beramal.” (Fatawa Ibni Utsaimin, kitab “Ad-Da’wah“,
1:52–53)
Keterangan
dari Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Ulama berselisih pendapat dalam
masalah ini. Yang lebih tepat, mendahulukan qadha Ramadan sebelum melaksanakan
puasa 6 hari di bulan Syawal atau puasa sunah lainnya. Berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian
diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.’ (HR. Muslim). Siapa saja yang berpuasa
Syawal sebelum qadha puasa Ramadan maka dia tidak dianggap ‘mengikuti puasa
Ramadan dengan puasa Syawal’, namun hanya sebatas ‘mengikuti SEBAGIAN puasa
Ramadan dengan puasa Syawal,’ karena qadha itu hukumnya wajib dan puasa Syawal
hukumnya sunah. Ibadah wajib lebih layak untuk diperhatikan dan diutamakan.”
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, jilid 15, hlm. 392, Syekh Abdul Aziz
bin Baz)
Bolehkah puasa sunah Syawal sebelum qadha?
Keterangan
dari Syekh Khalid Al-Mushlih,
“Bismillahirrahmanirrahim.
Ulama
berbeda pendapat tentang bolehnya berpuasa sunah sebelum menyelesaikan qadha puasa
Ramadan. Secara umum, ada dua pendapat:
Pertama, bolehnya puasa sunah sebelum qadha
puasa Ramadan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Ada yang mengatakan boleh
secara mutlak dan ada yang mengatakan boleh tetapi makruh.
Al-Hanafiyah
berpendapat, ‘Boleh melakukan puasa sunah sebelum qadha Ramadan karena qadha
tidak wajib dikerjakan segera. Namun, kewajiban qadha sifatnya longgar. Ini
merupakan salah riwayat pendapat Imam Ahmad.’
Adapun
Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa boleh berpuasa sunah sebelum qadha,
tetapi hukumnya makruh, karena hal ini menunjukkan sikap lebih menyibukkan diri
dengan amalan sunah sebelum qadha, sebagai bentuk mengakhirkan kewajiban.
Kedua, haram melaksanakan puasa sunah sebelum
qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat Mazhab Hanbali.
Pendapat
yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa sunah
sebelum qadha karena waktu meng-qadha cukup longgar, dan mengatakan tidak boleh
puasa sunnah sebelum qadha itu butuh dalil. Sementara, tidak ada dalil yang
bisa dijadikan acuan dalam hal ini.” (Sumber:
http://www.saaid.net/mktarat/12/10-2.htm)
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar