Segala puji hanya bagi
Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menciptakan hidup dan
mati untuk menguji manusia siapa yang terbaik amalannya. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dan juga kepada keluarganya, shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka
denga baik.
Ketahuilah hamba-hamba
Allah, sadar atau tidak sadar, kita semua saat ini sama-sama sedang menuju
garis akhir kehidupan kita di dunia, meskipun jaraknya berbeda-beda
setiap orang. Ada yang cepat, ada yang lama. Tetapi, perlahan tapi pasti,
setiap orang menuju garis akhir kehidupannya di dunia, itulah kematian.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan” (QS.
Ali ‘Imran : 185)
Setelah mati, seorang
hamba hanya tinggal memetik apa yang selama ini ia tanam di dunia, tidak ada
kesempatan kedua untuk menambah amal. jika kebaikan yang ia tanam, itulah yang
akan ia panen. Jika keburukan yang ia tanam, maka dialah yang akan merasakannya
sendiri. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kita untuk banyak-banyak mengingat kematian.
Beliau bersabda,
“أكثروا ذكر هازم اللذات”
يعني : الموت.
“Perbanyaklah mengingat
pemutus kelezatan (yakni kematian) ” [HR. At Tirmidzi (no. 2307), Ibnu Majah (no. 4258), An
Nasa’i (4/4), Ahmad (2/292,293). Syaikh Salim Al Hilaly hafizhahullah mengatakan:
“hadits shahih li ghairihi”. Lihat Bahjatun Nazhirin (1/581),
Daar Ibnul Jauzy]
Dan di antara cara untuk
mengingat kematian adalah dengan berziarah kubur. Banyak sekali manfaat yang
dapat dipetik dari amalan berziarah ke kubur. Inilah yang akan menjadi topik
pembahasan kali ini mengingat masih banyaknya kaum muslimin yang salah
dalam menyikapi ziarah ini sehingga bukannya manfaat yang mereka raih, akan
tetapi ziarah mereka justru mengundang murka Allah ‘Azza wa Jalla.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita semua petunjuk.
@ Hukum ziarah kubur
Ziarah kubur adalah sebuah
amalan yang disyari’atkan. Dari Buraidah Ibnul Hushaibradhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كنت نهيتكم عن زيارة
القبور، فزوروها
“Dahulu aku melarang
kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah” [HR. Muslim
no. 977. Lihat Bahjatun Nazhirin (1/583)]
@ Bolehkah wanita berziarah
kubur?
Para ulama berselisih dalam
hal ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan
ada 5 pendapat ulama dalam masalah ini :
- Disunnahkan seperti laki-laki
- Makruh
- Mubah
- Haram
- Dosa besar [Lihat Asy Syarhul Mumti (5/380)]
Ringkasnya, pendapat yang
paling kuat –wallahu a’lam– adalah wanita juga diperbolehkan untuk
berziarah kubur asal tidak sering-sering. Hal ini berdasarkan beberapa alasan :
Pertama: Keumuman sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits yang sudah lewat :
كنت نهيتكم عن زيارة
القبور، فزوروها
“Dahulu aku melarang
kalian dari ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah” [HR. Muslim no. 977]
Dalam hadits ini
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan antara
laki-laki dan wanita.
Kedua: Hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya
wanita berziarah lebih shahih daripada hadits yang melarang wanita berziarah.
Hadits yang melarang wanita berziarah tidak ada yang shahih kecuali hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
أن رسول الله لعن زوّارات القبور
“Rasulullah melaknat
wanita yang sering berziarah kubur” [Hadits ini hasan dengan beberapa penguatnya. Diriwayatkan
oleh Tirmidzi no. 1056 dan beliau berkomentar : hadits hasan shahih,
juga oleh Ibnu Majah no. 1576 dan Al Baihaqi (4/78). Lihat Jaami’
Ahkaamin Nisaa (1/580).]
Ketiga: Lafazh زوّارات dalam hadits di atas menunjukkan makna
wanita yang sering berziarah. Al Hafizh Ibnu Hajar menukil perkataan Imam Al
Qurthubi : “Laknat dalam hadits ini ditujukan untuk para wanita yang sering
berziarah karena itulah sifat yang ditunjukkan lafazh hiperbolik tersebut
(yakni زوّارات )”
[Lihat Fathul Baari (3/149)]. Oleh karena itu, wanita yang
sesekali berziarah tidaklah masuk dalam ancaman hadits ini.
Keempat: Persetujuan (taqrir) Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap seorang wanita yang sedang menangis di sisi
kubur kemudian beliau hanya memberikan peringatan kepada wanita tersebut seraya
berkata,
اتقى الله و اصبرى
“Bertaqwalah engkau kepada
Allah dan bersabarlah!” [HR. Bukhari no. 1283]
Dalam hadits ini
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengingkari
perbuatan wanita tersebut. Dan sudah diketahui bahwa taqrir Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah hujjah.
Kelima: Wanita dan laki-laki sama-sama perlu
untuk mengingat kematian, mengingat akhirat, melembutkan hati, dan meneteskan
air mata dimana hal-hal tersebut adalah alasan disyari’atkannya ziarah kubur.
Kesimpulannya, wanita juga boleh berziarah kubur
Keenam: Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memberikan keringanan kepada para wanita untuk berziarah kubur.
Dalilnya adalah hadits dari shahabat Abdullah bin Abi Mulaikah :
أن عائشة أقبلت ذات يوم من
المقابر، فقلت لها: يا أم المؤمنين من أين أقبلت؟ قالت: من قبر أخي عبد الرحمن بن
أبي بكر، فقلت لها: أليس كان رسول الله نهى عن زيارة القبور؟ قالت: نعم: ثم أمر
بزيارتها
“Aisyah suatu hari pulang
dari pekuburan. Lalu aku bertanya padanya : “Wahai Ummul Mukminin, dari mana
engkau?” Ia menjawab : “Dari kubur saudaraku Abdurrahman bin Abi
Bakr”. Lalu aku berkata kepadanya : “Bukankah Rasulullah melarang
ziarah kubur?” Ia berkata : “Ya, kemudian beliau memerintahkan
untuk berziarah” [HR. Al Hakim (1/376) dan Al Baihaqi (4/78). Adz
Dzahabi berkata : “Shahih”. Al Bushiri berkata : “Sanadnya shahih dan perawinya
tsiqah”. Syaikh Al Albani berkata : “Hadits ini (derajatnya) sebagaimana
penilaian mereka berdua”. Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 230,
Maktabah Al Ma’arif]
Ketujuh: Disebutkan dalam kisah ‘Aisyah yang
membuntuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamke pekuburan Baqi’
dalam sebuah hadits yang panjang, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah,
كيف أقول لهم يا رسول الله؟
قال: قولي: السلام على أهل الديار من المؤمنين والمسلمين، ويرحم الله المستقدمين
منا والمستأخرين، وإنا إن شاء الله بكم للاحقون
“Ya Rasulullah, apa yang
harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kubur-ed)?” Rasulullah menjawab,
“Katakanlah : Assalamu’alaykum wahai penghuni kubur dari kalangan kaum
mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami
dan orang-orang yang dating kemudian. Dan insya Allah kami akan menyusul
kalian” [HR. Muslim (3/14), Ahmad (6/221), An Nasa’I (1/286), dan
Abdurrazzaq (no. 6712)]
Syaikh Al Albani rahimahullah berkata
setelah membawakan hadits ini : “Al Hafizh di dalam At Talkhis (5/248)
berdalil dengan hadits ini akan bolehnya berziarah kubur bagi wanita” [Lihat Ahkaamul
Janaa-iz hal. 232, Maktabah Al Ma’arif]
Dengan berbagai argumen di
atas jelaslah bahwa wanita juga diperbolehkan berziarah kubur asalkan tidak
sering-sering. Inilah pendapat sejumlah ulama semisal Al Hafizh Ibnu Hajar Al
‘Asqalani, Al ‘Aini, Al Qurthubi, Asy Syaukani, Ash Shan’ani, dan lainnya rahimahumullah.
[Lihat Bahjatun Nazhirin (1/583), Daar Ibnul Jauzy]
@ Hikmah ziarah kubur
Ziarah kubur adalah amalan
yang sangat bermanfaat baik bagi yang berziarah maupun yang diziarahi. Bagi
orang yang berziarah, maka ziarah kubur dapat mengingatkan kepada kematian,
melembutkan hati, membuat air mata menetes, mengambil pelajaran, dan membuat
zuhud terhadap dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ
زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ
الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا
“Dahulu aku melarang
kalian untuk berziarah kubur, sekarang berziarahlah karena ziarah dapat
melembutkan hati, membuat air mata menetes, dan mengingatkan akhirat. Dan
janganlah kalian mengucapkan al hujr” [HR. Al Hakim (1/376),
dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Ahkaamul Janaa-iz hal.
229]
Al Hujr adalah ucapan yang bathil. Lihat Al
Majmu’ (5/310), Maktabah Syamilah
Dalam hadits tersebut,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hikmah
dibalik ziarah kubur. Ketika seseorang melihat kubur tepat di depan matanya, di
tengah suasana yang sepi, ia akan merenung dan menyadari bahwa suatu saat ia
akan bernasib sama dengan penghuni kubur yang ada di hadapannya. Terbujur kaku
tak berdaya. Ia menyadari bahwa ia tidaklah hidup selamanya. Ia menyadari batas
waktu untuk mempersiapkan bekal menuju perjalanan yang sangat panjang yang
tiada akhirnya adalah hanya sampai ajalnya tiba saja. Maka ia akan mengetahui
hakikat kehidupan di dunia ini dengan sesungguhnya dan ia akan ingat akhirat,
bagaimana nasibnya nanti di sana? Apakah surga? Atau malah neraka? Nas-alullahas
salaamah wal ‘aafiyah.
Selain itu, ziarah kubur
juga bermanfaat bagi mayit yang diziarahi karena orang yang berziarah
diperintahkan untuk mengucapkan salam kepada mayit, mendo’akannya, dan
memohonkan ampun untuknya. Tetapi, ini khusus untuk orang yang meninggal di
atas Islam. Dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha,
أن النبي كان يخرج إلى
البقيع، فيدعو لهم، فسألته عائشة عن ذلك؟ فقال: إني أمرت أن أدعو لهم
“Nabi pernah keluar ke
Baqi’, lalu beliau mendo’akan mereka. Maka ‘Aisyah menanyakan hal tersebut
kepada beliau. Lalu beliau menjawab : “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk
mendo’akan mereka”” [HR. Ahmad (6/252). Syaikh Al Albani berkata : “Shahih
sesuai syarat Syaikhain (yakni Bukhari dan Muslim-ed)”.
Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 239]
Adapun jika mayit adalah
musyrik atau kafir, maka tidak boleh mendo’akan dan memintakan ampunan untuknya
berdasarkan sabda beliau,
زار النبي قبر أمه. فبكى,
وأبكى من حوله، فقال: استأذنت ربي في أن أستغفر لها، فلم يؤذن لي، واستأذنته في أن
أزور قبرها فأذن لي، فزوروا القبور فإنها تذكر الموت
“Nabi pernah menziarahi
makam ibu beliau. Lalu beliau menangis. Tangisan beliau tersebut membuat
menangis orang-orang disekitarnya. Lalu beliau bersabda : “Aku meminta izin
kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan untuk ibuku. Tapi Dia tidak
mengizinkannya. Dan aku meminta izin untuk menziarahi makam ibuku, maka Dia
mengizinkannya. Maka berziarahlah kalian karena ziarah tersebut dapat
mengingatkan kalian kepada kematian” [HR. Muslim (3/65)]. Dalam hadits ini
juga terdapat dalil bolehnya menziarahi makam orang kafir dengan tujuan hanya
untuk mengambil pelajaran saja, bukan untuk mendo’akannya.
Maka ingatlah hal ini,
tujuan utama berziarah adalah untuk mengingat kematian dan akhirat, bukan untuk
sekedar plesir, apalagi meminta-minta kepada mayit yang sudah tidak berdaya
lagi.
@ Adab Islami ziarah kubur
Agar berbuah pahala, maka
ziarah kubur harus sesuai dengan tuntunan syari’at yang mulia ini. Berikut ini
adab-adab Islami ziarah kubur :
Pertama: Hendaknya mengingat
tujuan utama berziarah
Ingatlah selalu hikmah
disyari’atkannya ziarah kubur, yakni untuk mengambil pelajaran dan mengingat
kematian.
Imam Ash Shan’ani rahimahullah berkata
: “Semua hadits di atas menunjukkan akan disyari’atkannya ziarah kubur dan
menjelaskan hikmah dari ziarah kubur, yakni untuk mengambil pelajaran seperti
di dalam hadits Ibnu Mas’ud (yang artinya) : “Karena di dalam
ziarah terdapat pelajaran dan peringatan terhadap akhirat dan membuat zuhud
terhadap dunia”. Jika tujuan ini tidak tercapai, maka ziarah tersebut
bukanlah ziarah yang diinginkan secara syari’at” [Lihat Subulus Salaam
(1/502), Maktabah Syamilah]
Kedua: Tidak boleh melakukan
safar untuk berziarah
Hal ini berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ
إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Janganlah melakukan
perjalanan jauh (dalam rangka ibadah) kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan
Masjidil Aqsha” [HR Bukhari Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu]
Ketiga: Mengucapkan salam
ketika masuk kompleks pekuburan
“Dari Buraidah radhiyallahu
‘anhu, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
mereka (para shahabat) jika mereka keluar menuju pekuburan agar mengucapkan :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ
الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ
لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“Salam keselamatan atas
penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan
Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang
belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada
Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian” [HR. Muslim no. 974]
Keempat: Tidak memakai sandal
ketika memasuki pekuburan
Dari shahabat Basyir bin
Khashashiyah radhiyallahu ‘anhu : “Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau melihat seseorang
sedang berjalan diantara kuburan dengan memakai sandal. Lalu Rasulullah
bersabda,
يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ،
وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا
“Wahai pemakai sandal,
celakalah engkau! Lepaskan sandalmu!” Lalu orang tersebut melihat (orang yang meneriakinya).
Tatkala ia mengenali (kalau orang itu adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ia melepas kedua sandalnya dan melemparnya” [HR. Abu Dawud
(2/72), An Nasa’I (1/288), Ibnu Majah (1/474), Ahmad (5/83), dan selainnya. Al
Hakim berkata : “Sanadnya shahih”. Hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi dan juga
Al Hafizh di Fathul Baari (3/160). Lihat Ahkaamul
Janaa-iz hal. 173, Maktabah Al Ma’arif]
Kelima: Tidak duduk di atas
kuburan dan menginjaknya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda,
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ
عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ
مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh jika salah
seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan
menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur” [HR. Muslim
(3/62)]
Keenam: Mendo’akan mayit jika
dia seorang muslim
Telah lewat haditsnya di
footnote no. 14. Adapun jika mayit adalah orang kafir, maka tidak boleh
mendo’akannya.
Ketujuh: Boleh mengangkat
tangan ketika mendo’akan mayit tetapi tidak boleh menghadap kuburnya ketika
mendo’akannya (yang dituntunkan adalah menghadap kiblat)
Hal
ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika beliau
mengutus Barirah untuk membuntuti Nabi yang pergi ke Baqi’ Al Gharqad. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberhenti di dekat Baqi’, lalu
mengangkat tangan beliau untuk mendo’akan mereka. [Syaikh Al Albani mengatakan
: “Diriwayatkan oleh Ahmad (6/92), dan hadits ini terdapat diAl
Muwaththo’ (1/239-240), dan An Nasa’i dengan redaksi yang semisal
tetapi disana tidak disebutkan (kalau Nabi) mengangkat tangan. Dan sanad hadits
ini hasan”. Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 246, Maktabah Al
Ma’arif]
Dan ketika berdo’a,
hendaknya tidak menghadap kubur karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallammelarang shalat menghadap kuburan. Sedangkan do’a adalah intisari
sholat.
Kedelapan: Tidak
mengucapkan al hujr
Telah lewat keterangan
dari Imam An Nawawi rahimahullah bahwa al hujr adalah
ucapan yang bathil. Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan :
“Tidaklah samar lagi bahwa apa yang orang-orang awam lakukan ketika berziarah
semisal berdo’a pada mayit, beristighotsah kepadanya, dan meminta sesuatu
kepada Allah dengan perantaranya, adalah termasuk al hujr yang
paling berat dan ucapan bathil yang paling besar. Maka wajib bagi para ulama
untuk menjelaskan kepada mereka tentang hukum Allah dalam hal itu. Dan
memahamkan mereka tentang ziarah yang disyari’atkan dan tujuan syar’i dari
ziarah tersebut” [Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal.227, Maktabah Al
Ma’arif]
Kesembilan: Diperbolehkan
menangis tetapi tidak boleh meratapi mayit
Menangis yang wajar
diperbolehkan sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenangis
ketika menziarahi kubur ibu beliau sehingga membuat orang-orang disekitar
beliau ikut menangis. Tetapi jika sampai tingkat meratapi mayit, menangis
dengan histeris, menampar pipi, merobek kerah, maka hal ini diharamkan.
@ Rambu-rambu untuk para
peziarah
Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan berkaitan dengan ziarah kubur ini agar ziarah kubur yang
dilakukan menjadi amalan shalih, bukan menyebabkan murka Allah Subhanahu
wa Ta’ala :
- Hikmah disyari’atkannya ziarah kubur adalah untuk
mengambil pelajaran dan mengingat akhirat, bukan untuk tabarruk kepada
mayit meskipun dia dahulu orang sholeh. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan
: “(Hendaknya) tujuan ziarahnya adalah untuk mengambil pelajaran, nasihat,
dan mendo’akan mayit. Jika tujuannya adalah untuk tabarruk dengan
kubur, atau melakukan ritual penyembelihan di sana, dan meminta
mayit untuk memenuhi kebutuhannya dan mengeluarkannya dari kesulitan, maka
ini ziarah yang bid’ah lagi syirik.
- Tidak boleh mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk
berziarah karena hal itu tidak ada dalilnya. Kapan saja ziarah itu
dibutuhkan, maka berziarahlah. Ingatlah, sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Diantara hal yang tidak ada tuntunannya juga adalah
kebiasaan menabur bunga di atas kuburan. Penta’liq Matan Abi
Syuja’ –kitab fikih madzhab syafi’i- berkata : “Diantara bid’ah yang
diharamkan adalah menaburkan/meletakkan bunga-bunga di atas jenazah atau
kubur karena hanya buang-buang harta”
Selesailah pembahasan
tentang ziarah kubur ini. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla agar
menjadikan amal ini sebagai amalan yang memberatkan timbangan kebaikan di hari
perhitungan kelak dan memberikan manfaat kepada kaum muslimin
dengannya. Aamiin. Wallahu Ta’ala a’lam. Walhamdu lillahi Rabbil
‘aalamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar