1.
Larangan duduk di atas
kuburan
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَأَنْ
يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى
جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh jika salah
seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan
menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur” [HR. Muslim (971)]
Hadits ini melarang kita
untuk duduk di atas kuburan secara mutlak, namun ada sebagian pendapat yaitu
pendapat Imam Malik bahwa yang dimaksud duduk adalah duduk untuk buang hajat
baik besar ataupun kecil.
Pendapat ini dibantah
oleh para ahli fiqih yang lain dengan alasan dalam lafdz hadist tersebut
terdapat “hingga membakar pakaiannya” yang artinya tidak diketemukan
orang yang duduk buang hajat dengan pakaiannnya.
2.
Larangan Shalat
dikuburan dan shalat menghadap kuburan (Tidak boleh pula
menjadikan kuburan sebagai masjid)
Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry :
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ
إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi ini semuanya adalah mesjid (tempat shalat) kecuali
pekuburan dan kamar mandi”. [HR. Tirmidzy no.317, Ibnu Majah 1/246 no.745, Ibnu
Hibban 8/92 no.2321.]
Dan hadits Anas bin Malik :
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari
shalat diantara kuburan”. [HR. Ibnu Hibban 4/596 no.1698.]
Dan Hadits Ibnu ‘Umar :
اِجْعَلُوْا فِيْ
بُيُوْتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا
“Lakukanlah di rumah-rumah kalian sebagian dari
shalat-shalat kalian dan janganlah menjadikannya sebagai kuburan”. [HR. Bukhary no.422.]
Maksudnya bahwa kuburan tidaklah boleh dijadikan tempat
shalat sebagaimana rumah yang dianjurkan untuk dilakukan sebagian shalat
padanya (shalat-shalat sunnah bagi laki-laki).
Dari Abu Martsad al-Ghanawi
r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Janganlah duduk di
atas kubur dan jangan pula shalat menghadapnya'," (HR Muslim
(972).
Larangan ini mencakup
shalat diatasnya atau menghadapnya, dan diperkuat dengan hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ
مَسَاجِدَ
“Allah melaknat Yahudi
dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat
ibadah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Juga berdasarkan hadits
yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Jundub bin
Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum meninggalnya:
إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي
خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ
أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ
مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ
عَنْ ذَلِكَ
“Sesungguhnya Allah
telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya sebagaimana menjadikan Ibrahim sebagai
kekasih-Nya. Seandainya aku mau menjadikan seseorang dari umatku sebagai
kekasihku tentu aku akan menjadikan Abu Bakr sebagai kekasihku. Ketahuilah
bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kubur nabi-nabi dan orang
shalih mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan
kubur-kubur sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang kalian dari
perbuatan itu.”
Ummu Salamah pernah menceritakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai gereja yang ia lihat
di negeri Habaysah yang disebut Mariyah. Ia menceritakan pada beliau apa
yang ia lihat yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ
الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ
مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ
الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka adalah kaum yang jika hamba atau orang sholeh mati
di tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya.
Lantas mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut. Mereka
inilah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah” (HR. Bukhari no.
434).
3.
Larangan berjalan diatas
kuburan
Dari 'Uqbah bin 'Amir
r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh!
berjalan di atas bara api atau pedang atau aku ikat sandalku dengan kakiku
lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Sama saja
buruknya bagiku, buang hajat di tengah kubur atau buang hajat di tengah
pasar," (Shahih, HR Ibnu Majah (1567).
Larangan ini mencakup
berjalan atau menginjak kuburan, namun apabila darurat misalnya tidak ada jalan
lain kecuali harus menginjak kuburan maka dibolehkan menurut para
ulama.
4.
Larangan Memakai Alas
Kaki di Kuburan
Dari shahabat
Basyir bin Khashashiyah radhiyallahu ‘anhu : “Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berjalan,
tiba-tiba beliau melihat seseorang sedang berjalan diantara kuburan dengan
memakai sandal. Lalu Rasulullah bersabda,
يَا
صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ
فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا
فَرَمَى بِهِمَا
“Wahai pemakai
sandal, celakalah engkau! Lepaskan sandalmu!” Lalu orang
tersebut melihat (orang yang meneriakinya). Tatkala ia mengenali (kalau orang
itu adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melepas
kedua sandalnya dan melemparnya” [HR. Abu Dawud (2/72), An Nasa’I (1/288), Ibnu
Majah (1/474), Ahmad (5/83), dan selainnya. Al Hakim berkata : “Sanadnya
shahih”. Hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi dan juga Al Hafizh di Fathul
Baari (3/160). Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 173,
Maktabah Al Ma’arif]
Yang dimaksud dilarang memakai alas kaki di pekuburan adalah ketika melewati sela-sela antara dua kuburan, dan dibolehkan memakainya dalam kondisi darurat misalnya terdapat banyak duri atau pecahan kaca dll.
5.
Larangan mendirikan
bangunan
Jaabir bin
‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ
الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ،وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan
dibangun sesuatu di atasnya”. [HR. Muslim no. 970]
عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ
قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا
بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ
تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul-Hayyaaj
Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah berkata kepadaku : “Maukah
engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak meninggalkan
gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan
yang ditinggikan kecuali kamu ratakan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 969,
Abu Daawud no. 3218, At-Tirmidziy no. 1049, An-Nasaa’iy no. 2031, dan yang
lainnya].
Cukup meninggikan
sejengkal dan memberi tanda bahwa di tempat tersebut terdapat kuburan agar
orang terhindar dari menginjak atau menduduki kuburan tersebut.
6.
Larangan Mengeluarkan
Perkataan Al Hujr
Yang dimaksud Al Hujr
adalah ucapan yang batil termasuk meratap, berdoa dan memohon kepada si mayit.
Dari Ummu 'Athiyyah r.a.
ia berkata, "Ketika bai'at, Rasulullah saw. meminta kami agar tidak
meratapi mayit," (HR Bukhari (1306) dan Muslim (936).
demikian beberapa larangan ketika berziarah kubur , wallahu alam bishawab.
7.
Tidak membaca Al-Quran di kuburan.
Membaca Al-Qur`an dipekuburan adalah suatu bid’ah dan
bukanlah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan petunjuk (sunnah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah berziarah dan mendo’akan mereka,
bukan membaca Al-Qur`an.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تَجْعَلُوْا
بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ
تـُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan.
Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat
Al-Baqarah.” (HR. Muslim no.780)
Ini merupakan isyarat bahwa kuburan bukanlah tempat
membaca Al-Quran, berbeda halnya dengan rumah.
Pada hadits ini terkandung pengertian bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan ummatnya agar membaca Al-Qur`an di rumah-rumah
mereka (menjadikan rumah-rumah mereka sebagai salah satu tempat membaca
Al-Qur`an), kemudian beliau menjelaskan hikmahnya, yaitu bahwa syaithan akan
lari dari rumah-rumah mereka jika dibacakan surah Al-Baqarah.
Dan sebelumnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah
melarang untuk menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kuburan yang dihubungkan
dengan hikmah (illat tersebut), maka mafhum (dipahami) dari hadits di atas adalah
bahwa kuburan bukanlah tempat yang disyari’atkan untuk membaca Al-Qur`an,
bahkan tidak boleh membaca Al-Qur`an padanya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Para ulama telah
menukil dari Imam Ahmad tentang makruhnya membaca Al-Qur`an dikuburan dan ini
adalah pendapat jumhur As-Salaf dan para shahabatnya (Ahmad) yang terdahulu
juga di atas pendapat ini, dan tidak ada seorangpun dari ‘ulama yang
diperhitungkan mengatakan bahwa membaca Al-Qur`an dikuburan afdhal (lebih
baik). Dan menyimpan mashohif (kitab-kitab Al-Qur`an) dikuburan adalah bid’ah
meskipun untuk dibaca… dan membacakan Al-Qur`an bagi mayat adalah bid’ah”. (Lihat
Min Bida’il Qubur hal.59.)
Adapun hadits-hadits
tentang membaca Al-Quran di kuburan adalah tidak sahih.
8.
Larangan Menjadikan kuburan sebagai tempat peringatan
Yaitu tempat yang dikunjungi pada waktu-waktu tertentu
dan pada musim-musim tertentu untuk beribadah disisinya atau untuk selainnya.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ
عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ
فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat
peringatan dan janganlah menjadikan rumah kalian sebagai kuburan dan dimanapun
kalian berada bersholawatlah kepadaku sebab sholawat kalian akan sampai
kepadaku”. [HR. Ahmad
2/367, Abu Daud no.2042. Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz dan kitab Min Bida’il
Qubur].
9.
Melakukan perjalanan (bersafar) dengan maksud hanya untuk
berziarah kubur.
Berdasarkan hadits :
Hadits Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ وَلَفْظُهُ ” إِنَّمَا
يُسَافَرَ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ وَمَسْجِدِيْ
وَمَسْجِدِ إِيْلِيَاءَ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan (untuk ibadah)
kecuali kepada tiga mesjid : Al-Masjidil Haram dan Masjid Ar-Rasul dan Masjid
Al-Aqsho”. [HR. Bukhary
dan Muslim dengan lafazh “safar itu hanyalah kepada tiga mesjid (yaitu) Masjid
Al-Ka’bah dan Mesjidku dan Masjid Iliya`”.]
Hadits Abu Sa’id Al-Khudry dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam :
لاَ تُشَدُّ وَفِيْ لَفْظٍ : لاَ تَشُدًّوْا الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى
ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِيْ هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ
الْأَقُصَى. أَخْرَجَهُ الشَّيْخَانِ وَاللَّفْظُ الْآخَرُ لِمُسْلِمٍ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan -dan dalam sebuah riwayat : janganlah
kalian melakukan perjalanan- (untuk ibadah) kecuali kepada tiga mesjid :
Mesjidku (Mesjid Nabawy), Masjidil Haram dan Masjid Al-Aqsho”. [Muttafaqun
‘alaihi.]
10.Menyalakan lampu (pelita) pada
kuburan.
Karena perbuatan tersebut adalah bid’ah yang tidak pernah
dikenal oleh para salafus sholeh, dan hal itu merupakan pemborosan harta dan
karena perbuatan tersebut menyerupai Majusi (para penyembah api). Lihat : Kitab
Ahkamul Jana`iz hal. 294.
11.Mengeraskan suara di kuburan.
Berkata Qais bin Abbad : “Adalah shahabat-shahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai merendahkan suara dalam tiga
perkara : dalam penerangan, ketika membaca Al-Qur`an dan ketika di dekat
jenazah-jenazah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.11201. Lihat Min Bida’il
Qubur hal.88.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar