Sebagaimana biasa
menjelang bulan Ramadhan akan banyak nasehat-nasehat dan ajakan-ajakan untuk
berbuat kebaikan. Biasanya
disertai dengan sebuah riwayat yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wassalam. Salah satu riwayat yang beredar adalah anjuran memaafkan
untuk mendapatkan istana di surga. Riwayat ini dilabeli shahih oleh mereka yang
menyebarkannya.
Inilah hadits yang beredar tersebut :
Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang
berkumpul dengan para sahabatnya. Di tengah perbincangan dengan para
sahabatnya, tiba-tiba Rasulullah saw. tertawa ringan sampai-sampai terlihat
gigi beliau yang putih dan rapih. Umar r.a. yang berada di di situ,
bertanya, "Demi engkau, ayah dan
ibuku sebagai tebusannya, apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?"
Rasulullah SAW menjawab,
"Aku diberitahu bahwa pada hari kiamat
nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala mereka di
hadapan Allah. Salah satunya mengadu kepada Allah sambil berkata, ‘Ya Rabb,
ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim
kepadaku’.
Allah SWT berfirman, "Bagaimana mungkin
saudaramu ini bisa melakukan itu, karena tidak ada kebaikan di dalam
dirinya?"
Orang itu berkata, "Ya Rabb, kalau begitu, biarlah
dosa-dosaku dipikul olehnya."
Sampai di sini, mata Rasulullah SAW
berkaca-kaca. Beliau Rasulullah SAW tidak mampu menahan tetesan airmatanya.
Beliau menangis... Lalu, beliau Rasulullah berkata,
"Hari itu adalah hari yang begitu
mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul
dosa-dosa nya."
Rasulullah SAW
melanjutkan kisahnya.
Lalu Allah berfirman kepada orang yang mengadu
tadi, "Angkat kepalamu..!"
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu ia
berkata,"Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana2 sangat megah yang
terbuat dari emas, dan di dalamnya terdapat singgasana yang terbuat dari emas
dan perak bertatahkan berlian, intan dan permata. Istana-istana itu untuk Nabi
yang mana, ya Rabb? Untuk orang jujur yang mana, ya Rabb? Untuk syuhada yang
mana, ya Rabb?’
Allah berfirman, "Istana-istana itu
diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya."
Orang itu berkata, "Siapakah yang bakal
mampu membayar harganya, ya Rabb?"
Allah berfirman, "Engkau juga mampu
membayar harganya."
Orang itu terheran-heran, sambil berkata,
"Dengan cara apa aku membayarnya, ya Rabb?"
Allah berfirman, "Caranya, engkau maafkan
saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kau adukan kezalimannya
kepada-Ku."
Orang itu berkata, "Ya Rabb, kini aku
memaafkannya."
Allah berfirman, "Kalau begitu, pegang
tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk surga bersamamu."
Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah
saw. bersabda, "Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian
saling berdamai, sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di
antara kaum muslimin." (HR. Al-Hakim, dengan sanad yang shahih)
Setelah diadakan
penelusuran terhadap hadits diatas, akhirnya didapat kesimpulan sebagai
berikut:
Hadits diatas
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Hakim dalam "Al-Mustadrok" (8718) dari
jalan Abdullah bin Bakr As-Sahmi, telah mengabarkan kami 'Abbad bin Syaibah
Al-Habathi, dari Sa'id bin Anas, dari Anas bin Malik secara marfu'.
Para Ulama melemahkan
sanadnya dengan kelemahan yang berat (dha'if jiddan), 'Abbad bin Syaibah
adalah rowi yang dha'if, sedang Syaikhnya yaitu Sa'id bin Anas berstatus
majhul. Sebab itu penshahihan Al-Hakim
sendiri dikritik oleh Al-Imam Adz-Dzahabi.
Syaikh Al-'Allamah
Al-Albani berkata, "Dha'if jiddan". (Dha'if At-Targhib wat Tarhib 1469)
Karena sanadnya sangat
lemah maka tidak boleh diyakini sebagai sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, wa billahit tawfiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar