Pendapat Ulama Salafush Shalih Mengenai
Keharaman Nyanyian yang Disertai Alat Musik
1. ’Utsman bin ’Affan radhiyallaahu
’anhu.
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرٍ التُّسْتَرِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ بْنِ
ثَعْلَبَةَ، ثنا أَبُو يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ، ثنا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ أَبِي
الْمُسَاوِرِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، عَنْ عُثْمَانِ،
قَالَ : فَوَاللَّهِ مَا تَغَنَّيْتُ وَلا تَمَنَّيْتُ وَلا مَسِسْتُ فَرْجِي
بِيَمِينِي مُنْذُ أَسْلَمْتُ أَوْ مُنْذُ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Zuahir At-Tustariy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid bin
Tsa’labah : Telah menceritakan kepada kami Abu Yahyaa Al-Himmaaniy : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul-A’laa bin Abil-Musaawir, dari Asy-Sya’biy, dari
Zaid bin Al-Arqam, dari ‘Utsmaan, ia berkata :
“…Demi Allah, aku tidak pernah menyanyi,
berangan-angan, dan menyentuh farjiku dengan tangan kananku sejak aku masuk
Islam atau sejak aku berbaiat kepada Rasulullah shallallaaahu ‘alaihi wa
sallam.”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam
Al-Kabiir 5/192-193; hasan]
2. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu
‘anhu, ia berkata :
الغناء
ينبت النفاق في القلب
“Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan
dalam hati.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa
dalam Dzammul-Malaahi 4/2 serta Al-Baihaqi dari jalannya dalam Sunan-nya 10/223
dan Syu’abul-Iman 4/5098-5099; shahih. Lihat Tahrim Alaatith-Tharb hal. 98;
Maktabah Sahab] [1]
3. ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu
‘anhuma.
Imam Ibnul-Jauzi meriwayatkan sebagai
berikut :
ومر ابن
عمر رضي الله عنه بقوم محرمين وفيهم رجل يتغنى قال ألا لا سمع الله لكم
”Ibnu ’Umar radhiyallaahu ’anhu pernah
melewati satu kaum yang sedang melakukan ihram dimana bersama mereka ada
seorang laki-laki yang sedang bernyanyi. Maka Ibnu ’Umar berkata kepada mereka
: ”Ketahuilah, semoga Allah tidak mendengar doa kalian”.
[Talbis Ibliis oleh Ibnul-Jauzi hal. 209
– Daarul-Fikr 1421]
Imam Az-Zaila’i rahimahullah
menceritakan :
وَرُوِيَ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى فِي يَدِ بَعْضِ النَّاسِ شَيْئًا
مِنْ الْمَعَازِفِ فَكَسَرَهُ فِي رَأْسِهِ
"Diriwayatkan dari 'Abdullah bin
'Umar bahwa Beliau melihat di tangan sebagian orang adanya alat-alat musik,
lalu Beliau menghancurkan alat-alat itu di hadapannya."
[Tabyinul Haqa-iq, 5/238] [2]
4. ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu
‘anhuma, ia berkata :
الدف حرام
، والمعازف حرام ، والكوبة حرام ، والمزمار حرام
”Duff itu haram, alat musik (ma’aazif)
itu haram, al-kuubah itu haram, dan seruling itu haram.”
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 10/222.
Dari jalan Abdul Karim Al-Jazari dari Abu Hasyim Al-Kufi. Syaikh Al-Albani
mengatakan: isnadnya shahih. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, Hal. 92. Cet. 3,
1426H-2005M. Muasasah Ar-Rayyan] [3]
5. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz
rahimahullah.
Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata :
كتب مع عمر
بن عبد العزيز إلى ( عمر بن الوليد ) كتابا فيه "....و إظهارك المعازف
والمزمار بدعة في الإسلام ، ولقد هممت أن أبعث إليك من يَجُزُّ جُمَّتك جمَّة سوء".
"‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz pernah
menulis surat kepada ‘Umar bin Al-Waliid yang di diantaranya berisi :
“….Perbuatanmu yang memperkenalkan alat musik merupakan satu kebid’ahan dalam
Islam. Dan sungguh aku telah berniat untuk mengutus seseorang kepadamu untuk
memotong rambut kepalamu dengan cara yang kasar.”
[Dikeluarkan oleh An-Nasa’i dalam
Sunan-nya (2/178) dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (5/270) dengan sanad shahih. Disebutkan
juga oleh Ibnu ‘Abdil-Hakam dalam Siratu ‘Umar (154-157) dengan panjang lebar.
Juga oleh Abu Nu’aim (5/309) dari jalan yang lain dengan sangat ringkas]
6. Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah.
Beliau mengatakan :
ليس الدفوف
من أمر المسلمين في شيء وأصحاب عبد الله يعني ابن مسعود كانوا يشققونها
“Rebana sama sekali bukan berasal dari
budaya kaum muslimin, dan para sahabat 'Abdullah bin Mas’uud merobek-robeknya.”
[Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 103-104]
7. Imam Abu Hanifah rahimahullah.
Imam Ibnul-Jauzi rahimahullah berkata :
أخبرنا هبة
الله بن أحمد الحريري عن أبي الطيب الطبري قال كان أبو حنيفة يكره الغناء مع
إباحته شرب النبيذ ويجعل سماع الغناء من الذنوب قال وكذلك مذهب سائر أهل الكوفة
إبراهيم والشعبي وحماد وسفيان الثوري وغيرهم لا أختلاف بينهم في ذلك قال ولا يعرف
بين أهل البصرة خلاف في كراهة ذلك والمنع منه
Telah mengkhabarkan kepada kami
Hibatullah bin Ahmad Al-Hariry, dari Abuth-Thayyib Ath-Thabariy ia berkata :
“Adalah Abu Hanifah membenci nyanyian
dan memperbolehkan perasan buah. Beliau memasukkan mendengar lagu sebagai satu
dosa. Dan begitulah madzhab seluruh penduduk Kufah seperti Ibrahim
(An-Nakha’i), Asy-Sya’bi, Hammad, Sufyan Ats-Tsauri, dan yang lainnya. Tidak
ada perbedaan di antara mereka mengenai hal itu. Dan tidak diketahui pula
perbedaan pendapat akan hal yang sama di antara penduduk Bashrah dalam
kebencian dan larangan mengenai hal tersebut.”
[Talbis Ibliis oleh Ibnul-Jauzi hal. 205
– Daarul-Fikr 1421]
8. Imam Muhammad bin Al-Hasan
rahimahullah.
Beliau adalah murid sekaligus kawan Imam
Abu Hanifah, katanya :
لَا
يَنْعَقِدُ بَيْعُ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ؛ لِأَنَّهَا آلَاتٌ مُعَدَّةٌ لِلتَّلَهِّي
بِهَا مَوْضُوعَةٌ لِلْفِسْقِ، وَالْفَسَادِ فَلَا تَكُونُ أَمْوَالًا فَلَا
يَجُوزُ بَيْعُهَا
"Tidak boleh berkumpul untuk
membeli benda-benda ini (alat-alat musik), karena ini alat-alat yang biasanya
dipakai untuk melenakan dan merupakan zona kefasikan dan kerusakan, maka
janganlah menjadikannya sebagai harta kekayaan, dan tidak boleh melakukan
jual-beli barang tersebut."
[Imam Al-Kisani, Bada’i Ash-Shana’i,
5/144]
9. Imam Malik bin Anas rahimahullah.
Telah diriwayatkan dengan sanad shahih
dari Ishaaq bin ‘Isa Ath-Thabbaa’ (termasuk perawi Muslim) oleh Abu Bakar
Al-Khallal dalam Al-Amru bil-Ma’ruf (halaman 32) dan Ibnul-Jauzi dalam Talbis
Iblis (halaman 244), bahwa ia berkata :
سألت مالك
بن أنس عما يترخص فيه أهل المدينة من الغناء ؟ فقال: " إنما يفعله عندنا
الفسّاق
“Aku bertanya kepada Malik bin Anas
tentang nyanyian yang diperbolehkan oleh Ahlul-Madinah ?”. Maka ia menjawab :
“Bahwasannya hal bagi kami hanya dilakukan oleh orang-orang fasiq”.
[selesai perkataan Imam Malik]
10. Imam Muhammad bin Idris
(Asy-Syafi’i) rahimahullah berkata :
إن الغناء
لهو مكروه يشبه الباطل والمحال ومن استكثر منه فهو سفيه ترد شهادته
“Sesungguhnya nyanyian itu perkataan
sia-sia lagi makruh, sama halnya dengan kebathilan. Barangsiapa yang sering
mendengarkan nyanyian, maka dia itu bodoh, tidak diterima persaksiannya.”
[Adabul-Qadha’ - melalui perantara
Al-I’laam bi-Naqdi Kitaab Al-Halal wal-Haram oleh Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan –
Maktabah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Free Program from Islamspirit]
Imam Al-Qadhi Abu Thayyib rahimahullah menceritakan
:
وحكي عن
الشافعي أنه كان يكره الطقطقة بالقضيب ويقول وضعته الزنادقة ليشتغلوا به عن القرآن
"Diceritakan dari Imam Asy-Syafi’i,
bahwa Beliau membenci mengetuk-ketuk batang pohon dan mengatakan itu adalah
perbuatan orang zindiq yang dengannya orang menjadi lalai dari Al Quran."
[Ihya’ ‘Ulumuddin, 2/269]
وَأَخْبَرَنِي
زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَرُورِيِّ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، قَالَ: سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ عَبْدِ
الأَعْلَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، قَالَ: " تَرَكْتُ بِالْعِرَاقِ
شَيْئًا يُسَمُّونَهُ التَّغْبِيرَ، وَضَعَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يَشْغِلُونَ بِهِ
عَنِ الْقُرْآنِ "
Dan telah mengkhabarkan kepadaku
Zakariyyaa bin Yahyaa An-Naaqid : Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin
Al-Haruuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ya’quub, ia berkata :
Aku mendengar Yuunus bin ‘Abdil-A’laa, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy
berkata :
“Aku meninggalkan ‘Iraaq sesuatu karena
munculnya sesuatu di sana yang mereka namakan dengan At-Taghbiir yang
telah dibuat oleh kaum Zanadiqah. Mereka memalingkan manusia dengannya dari
Al-Qur’an.”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam
Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyu ‘anil-Munkar, hal. 151; shahih]
Para ulama telah menjelaskan makna At-Taghbiir
di sini dengan : ”Bait-bait syair yang mengajak bersikap zuhud terhadap
dunia, dilantunkan oleh seorang penyanyi. Sebagian yang hadir kemudian
memukulkan potongan ranting di atas hamparan tikar atau bantal, disesuaikan
dengan jenis lagunya”. Jumhur fuqahaa telah melarang taghbiir ini.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
وَلَوْ
كَسَرَ لَهُ طُنْبُورًا أَوْ مِزْمَارًا أَوْ كَبَرًا فَإِنْ كَانَ فِي هَذَا
شَيْءٌ يَصْلُحُ لِغَيْرِ الْمَلَاهِي فَعَلَيْهِ مَا نَقَصَ الْكَسْرُ وَإِنْ
لَمْ يَكُنْ يَصْلُحُ إلَّا لِلْمَلَاهِي فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ وَهَكَذَا لَوْ
كَسَرَهَا نَصْرَانِيٌّ لِمُسْلِمٍ أَوْ نَصْرَانِيٌّ أَوْ يَهُودِيٌّ أَوْ
مُسْتَأْمَنٌ أَوْ كَسَرَهَا مُسْلِمٌ لِوَاحِدٍ مِنْ هَؤُلَاءِ أَبْطَلْت ذَلِكَ
كُلَّهُ
"Seandainya seseorang menghancurkan
tamburin, seruling, atau gendang, yang jika benda-benda ini difungsikan selain
alat musik maka dia mesti membayar ganti rugi, tetapi jika benda-benda ini
fungsinya hanyalah sebagai alat musik, maka dia tidak usah mengganti rugi.
Demikian pula jika yang menghancurkan adalah seorang Nasrani terhadap milik
seorang muslim, atau dilakukan oleh Yahudi, kafir musta’min, atau orang Islam
yang menghancurkan milik mereka, maka semua itu adalah batil (tidak usah
diganti rugi, pen)."
[Al-Umm, 4/225]
Imam Asy-Syafi’i menganggap bahwa
alat-alat musik yang fungsinya memang hanya untuk musik, maka ketika
dihancurkan tidak ada kewajiban ganti rugi, siapa pun pelakunya dan pemiliknya.
Imam Abul Hasan Al-Muhamili rahimahullah
mengatakan tentang sikap madzhab Syafi’i tentang menjual alat musik :
ويُكره بيع
الخشب ممن يتخذ الملاهي، مثل: الطُّنبور ، والطّبل وما شابه ذلك، والبيع صحيح؛
لإمكان أن يستعمله في غيره
"Hal yang dibenci menjual kayu
untuk dijadikan alat musik seperti tamburin, gendang, dan semisalnya.
Menjualnya memang sah jika untuk difungsikan selain untuk itu (musik)."
[Al-Lubab fil Fiqhisy Syafi’i, 1/245]
11. Imam Sa’id bin Al-Musayyib
rahimahullah.
أخبرنا عبد
الرزاق عن معمر عن يحيى بن سعيد عن سعيد بن المسيب قال إني لأبغض الغناء وأحب
الرجز
Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Abdurrazzaaq, dari Ma’mar, dari Yahya bin Sa’iid, dari Sa’iid bin Al-Musayyib,
ia berkata :
“Sesungguhnya aku membenci nyanyian, dan
lebih menyukai rajaz (semacam syi’ir).”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no.
19743; shahih. Disebutkan pula oleh Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 3411]
12. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata :
”Aku pernah mendengar ayahku (Ahmad bin
Hanbal) berkomentar tentang seorang laki-laki yang kebetulan melihat (beberapa
alat musik seperti) thanbur (gitar/rebab), ’uud, thabl (gendang), atau yang
serupa dengannya, maka apa yang harus ia lakukan dengannya ?. Beliau berkata :
اذا كان
مغطى فلا وان كان مكشوفا كسره
”Apabila alat-alat tersebut tidak
tampak, maka jangan (engkau rusak). Namun bila alat-alat tersebut nampak, maka
hendaknya ia rusakkan.”
[Masaailul-Imam Ahmad bin Hanbal no.
1174]
Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
pernah bertanya kepada ayahnya tentang nyanyian. Maka beliau menjawab :
يثبت
النفاق في القلب........
”Menetapkan kemunafikan di dalam
hati.......... [Masaailul-Imam Ahmad bin Hanbal, no. 1175].
13. Imam Syuraih Al-Qadhi rahimahullah.
Imam Abu Hushain rahimahullah mengatakan
:
أن رجلاً
كسر طنبور رجل ، فخاصمه شريح ، فلم يضمّنه شيئاً
“Bahwasannya ada seorang laki-laki yang
mematahkan thanbur (mandolin) milik seseorang. Maka hal itu diperkarakan kepada
Syuraih (sebagai seorang Qadhi pada waktu itu). Maka ia (Syuraih) memutuskan
bahwa orang yang mematahkan thanbur tersebut tidak memberi jaminan ganti
sedikitpun.”
[Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushannaf 7/312/3275 dengan sanad shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi
6/101 dan Al-Khallal halaman 26, dimana disebutkan bahwa sesuadah itu Abu
Hushain berkata : Telah berkata Hanbal : Aku mendengar Abu ‘Abdillah (Imam
Ahmad) berkata : “Hal tersebut adalah munkar, sehingga Syuraih tidak memberikan
keputusan apa-apa (pada si pemilik thanbur)”.]
14. Imam Asy-Sya’bi (‘Aamir bin
Syaraahiil) rahimahullah.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دُكَيْنٍ، عَنْ فِرَاسِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ،
عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: " إِنَّ الْغِنَاءَ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي
الْقَلْبِ كَمَا يُنْبِتُ الْمَاءُ الزَّرْعَ، وَإِنَّ الذِّكْرَ يُنْبِتُ
الإِيمَانَ فِي الْقَلْبِ، كَمَا يُنْبِتُ الْمَاءُ الزَّرْعَ"
Telah menceritakan kepada kami Yahya :
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Dukain, dari Firaas bin ‘Abdillah,
dari Asy-Sya’biy :
“Sesungguhnya nyanyian menumbuhkan
kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman. Dan sesungguhnya
dzikir itu menumbuhkan iman dalam hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman.”
[Diriwayatkan oleh Al-Marwadziy dalam
Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah no. 691; hasan]
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، وَوَكِيعٌ، عَنْ إسْمَاعِيلَ بْنِ
أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ: أَنَّهُ كَرِهَ أَجْرَ الْمُغَنِّيَةِ "،
زَادَ فِيهِ عَبْدَةُ: وَقَالَ: " مَا أُحِبُّ أَنْ آكُلَهُ
"
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr,
ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah dan Wakii’, dari Ismaa’iil
bin Abi Khaalid, dari Asy-Sya’biy :
"Bahwasannya ia membenci upah
penyanyi. ‘Abdah menambahkan : Dan Asy-Sya’biy berkata : “Aku tidak mau
memakannya.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.
22476 –Jawaami’ul-Kalim; shahih]
15. Imam Ibrahim bin Al-Mundzir
rahimahullah – seorang tsiqah yang berasal dari Madinah dan termasuk guru dari
Al-Imam Al-Bukhari – pernah ditanya : “Apakah engkau membolehkan nyanyian
?”. Maka beliau menjawab :
معاذ الله
، ما يفعل هذا عندنا إلا الفسّاق
“Ma’adzallah (aku berlindung kepada
Allah), tidaklah ada yang melakukannya di sisi kami kecuali orang-orang fasiq.”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallal dengan
sanad shahih]
16. Imam Abu ‘Umar bin Abdil-Barr (Ibnu
Abdil-Barr) rahimahullah menjelaskan :
من المكاسب
المجتمع على تحريمها الربا ومهور البغاء والسحت والرشاوي وأخذ الأجرة على النياحة
والغناء وعلى الكهانة وادعاء الغيب وأخبار السماء وعلى الرمز واللعب والباطل كله
“Termasuk usaha-usaha yang haram ialah
riba, hasil perzinahan, makanan haram, suap, upah ratapan, nyanyian, hasil
perdukunan, peramal bintang, serta permainan bathil.”
[Al-Kaafi - Bab : Mukhtasharul-Qauli
fil-Makaasib – Free Program from Maktabah Al-Misykah]
17. Imam Ibnush-Shalaah rahimahullah berkata
dalam Fataawaa-nya ketika ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan
nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk tangan, serta
mereka menganggapnya sebagai perkara yang halal yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah :
لقد كذبوا
على الله سبحانه وتعالى ، وشايعوا بقولهم هذا باطنية الملحدين ، وخالفوا إجماع
المسلمين ، ومن خالف إجماعهم ، فعليه ما في قوله تعالى: ( ومن يشاقق الرسول من بعد
ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا
”Sungguh, mereka telah berdusta atas
nama Allah subhaanahu wa ta’ala. Mereka mengiringi orang-orang bathiniyyah
atheis dengan perkataan mereka. Mereka juga telah menyelisihi ijma’ kaum
muslimin. Barangsiapa yang menyelisihi ijma’ mereka, maka baginya adalah
seperti yang difirmankan oleh Allah ta’ala : ”Dan barang siapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali” (QS. An-Nisaa’ : 115)
[Fataawaa Ibnish-Shalah hal. 300-301 –
lihat At-Tahrim hal. 115; Maktabah Sahab]
Allahu a'lam
Catatan Kaki :
[1] Firman Allah ta’ala :
وَمِنَ
النّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلّ عَن سَبِيلِ اللّهِ بِغَيْرِ
عِلْمٍ وَيَتّخِذَهَا هُزُواً أُوْلَـَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مّهِينٌ
"Dan di antara manusia (ada) orang
yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia)
dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan." [QS. Luqman : 6]
Al Hafizh Ibnu Katsir menukil perkataan
Al Hafizh Ibnu Jarir dalam Tafsirnya :
حدثني يونس
بن عبد الأعلى قال: أخبرنا ابن وهب, أخبرني يزيد بن يونس عن أبي صخر عن أبي معاوية
البجلي عن سعيد بن جبير عن أبي الصهباء البكري أنه سمع عبد الله بن مسعود وهو يسأل
عن هذه الاَية {ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل على سبيل الله} فقال عبد الله
بن مسعود: الغناء والله الذي لا إله إلا هو, يرددها ثلاث مرات
Telah menceritakan kepadaku Yuunus bin
‘Abdil-A’laa ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Wahb : Telah
mengkhabarkan kepadaku Yaziid bin Yuunus, dari Shakhr, dari Abu Mu’aawiyah
Al-Bajaliy, dari Sa’iid bin Jubair, dari Abu Shahbaa’ Al-Bakriy,
"Bahwasanya ia mendengar ‘Abdullah
bin Mas’uud radhiyallaahu ‘anhu ketika ia bertanya kepada beliau tentang ayat
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah” ; maka beliau menjawab :
“Al-Ghinaa’ (nyanyian)”. Demi Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah
melainkan Dia, beliau mengulanginya tiga kali."
[Tafsir Ibnu Katsir QS. Luqman : 6 –
Free Program from Islamspirit]
Al Hafizh Ibnu Katsir membawakan
perkataan Ibnu Mas’ud dari jalan lain ‘Ammar, dari Sa’id bin Jubair, dari Abu
Shahbaa’ Al-Bakriy, dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu. Atsar ini
diriwayatkan juga oleh Al-Hakim no. 3542, ia berkata : Hadits ini sanadnya
shahih, namun tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Tashhih ini
disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan memang seperti itulah keadaannya (atas
keshahihannya).
Imam Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa
ayat tersebut turun berkenaan dengan nyanyian (ghinaa’) dan seruling (mazaamir).
Ibnu Mas’ud merupakan salah satu
pembesar shahabat yang perkataan lebih diunggulkan daripada selainnya. Tentang
Ibnu Mas’ud, As-Sunnah Ash-Shahiihah menjadi saksi :
عن أبي
الأحوص قال كنا في دار أبي موسى مع نفر من أصحاب عبد الله وهم ينظرون في مصحف فقام
عبد الله فقال أبو مسعود ما اعلم رسول الله صلى الله عليه وسلم ترك بعده اعلم بما
انزل الله من هذا القائم فقال أبو موسى أما لئن قلت ذاك لقد كان يشهد إذا غبنا
ويؤذن إذا حجبنا
Dari Abul-Ahwash ia berkata, ”Kami
pernah berada di rumah Abu Muusa beserta beberapa orang shahabat 'Abdullah bin
Mas’uud. Mereka sedang menelaah mushhaf Al-Qur’an, lalu 'Abdullah bin Mas’uud
berdiri. Lalu kata Abu Mas’uud, ”Sepengetahuanku, Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam tidaklah meninggalkan orang yang lebih mengerti tentang
Al-Qur’an daripada orang yang berdiri tadi setelah beliau wafat”. Kata Abu
Muusa, ”Kalau engkau mengatakan demikian, 'Abdullah bin Mas’uud memang selalu
menyertai Rasulullah ketika kita tidak turut serta, dan dia diijinkan masuk ke
rumah beliau ketika kita tidak diijinkan masuk.”
[HR. Muslim no. 2461]
[2] Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan
dalam Musnad-nya :
عن نافع
مولى بن عمر : أن بن عمر سمع صوت زمارة راع فوضع إصبعيه في أذنيه وعدل راحلته عن
الطريق وهو يقول يا نافع أتسمع فأقول نعم فيمضي حتى قلت لا فوضع يديه وأعاد راحلته
إلى الطريق وقال رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وسمع صوت زمارة راع فصنع مثل
هذا
Dari Nafi’ maula Ibnu ’Umar
radhiyallaahu ’anhuma :
"Bahwasannya Ibnu ’Umar pernah
mendengarkan suara seruling yang ditiup oleh seorang penggembala. Maka ia
meletakkan kedua jarinya di kedua telinganya (untuk menyumbat / menutupinya) sambil membelokkan untanya
dari jalan (menghindari suara tersebut). Ibnu ’Umar berkata : ”Wahai Nafi’,
apakah kamu masih mendengarnya ?”. Maka aku berkata : ”Ya”. Maka ia terus
berlalu hingga aku berkata : ”Aku tidak mendengarnya lagi”. Maka Ibnu ’Umar pun
meletakkan tangannya (dari kedua telinganya) dan kembali ke jalan tersebut
sambil berkata : ”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ketika
mendengar suara seruling melakukannya demikian.”
[HR. Ahmad 2/8 no. 4535 dan 2/38 no.
4965. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud no. 4924 dan 4926; Al-Ajurri dalam
Tahriimun-Nard wasy-Syatranj wal-Malaahi no. 64; dan yang lainnya]
Abu ’Ali Al-Lu’lu’i berkata : Aku
mendengar Abu Dawud berkata : ”Hadza hadiitsun munkarun” (ini adalah hadits
munkar).
[Sunan Abi Dawud no. 4924]
Namun penilaian Abu Dawud tersebut
disanggah oleh Muhammad Syamsul-Haq Al-’Adhim ’Abadi dengan perkataannya :
هكذا قاله
أبو داود ولا يعلم وجه النكارة فإن هذا الحديث رواته كلهم ثقات وليس بمخالف لرواية
أوثق الناس
”Begitulah yang dikatakan Abu Dawud. Dan
tidak diketahui sisi kemunkaran hadits ini. Para perawi hadits ini seluruhnya
tsiqah, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih tsiqah darinya.”
[’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud,
Kitaabul-Adab]
Hadits ini dishahihkan oleh Syamsul-Haq
’Adhim ’Abadi dalam ’Aunul-Ma’bud, As-Suyuthi melalui nukilan dalam
’Aunul-Ma’bud, Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, dan Al-Arna’uth dalam
ta’liq-nya atas Musnad Imam Ahmad (dengan status penilaian : hasan).
Sebagian orang ada yang justru memakai
hadits ini tentang diperbolehkannya mendengarkan alat musik. Mereka beralasan
bahwa jika memang mendengarkan suara seruling itu haram, maka Ibnu ’Umar tentu
tidak akan membiarkan Nafi’ untuk mendengarkannya. Apa yang dilakukan oleh Ibnu
’Umar hanya merupakan sikap wara’ yang ada pada dalam dirinya.
Pendalilan mereka itu telah dijawab oleh
para ulama. Imam As-Suyuthi - sebagaimana dinukil oleh Imam Al-’Adhim ’Abadi
dalam Aunul-Ma’bud - berkata :
وهذا لا
يدل على إباحة لأن المحظور هو قصد الاستماع لا مجرد إدراك الصوت لأنه لا يدخل تحت
تكليف
“Hadits ini tidak menunjukkan sama
sekali tentang kebolehannya, karena hal yang dilarang adalah dengan tujuan
”mendengarkan” (al-istimaa’ ). Bukan pada keberadaan sampainya (terdengarnya)
suara pada telinga kita (yang memang terkadang tidak bisa kita hindari). Hal
itu tidak masuk pada perkara yang dibebankan pada manusia (taklif ).”
[’Aunul-Ma’bud, Kitaabul-Adab]
[3] Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam :
إن الله
حرّم عليّ - أو حرم - الخمر ، والميسر ، والكوبة ، وكل مسكر حرام
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
atas diriku – atau telah mengharamkan – khamr, judi, al-kuubah (sejenis alat
musik), dan setiap hal yang memabukkan adalah haram”.
Diriwayatkan oleh Qais bin Habtar
An-Nahsyaly dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma. Dari Qais ini diriwayatkan
dalam dua jalur :
a) Dari ‘Ali bin Badziimah (علي
بن بذيمة)
: Telah menceritakan kepadaku Qais bin Habtar An-Nahsyaly dari Ibnu ‘Abbas.
Dikeluarkan oleh Abu Dawud (no. 3696),
Al-Baihaqi (10/221), Ahmad dalam Al-Musnad (no. 2476) dan Al-Asyribah (no.
193), Abu Ya’la dalam Musnad-nya (no. 2729), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (no.
5341), Abul-Hasan Ath-Thuusi dalam Al-Arba’iin (13/1 – cet. Dhahiriyyah), dan
Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul-Kabiir (12/101 no. 12598-12599) ; dari jalan
Sufyan bin ‘Ali bin Badziimah ia berkata : Telah berkata Sufyan : Aku berkata kepada
‘Ali bin Badziimah : " Apa yang dimaksudkan dengan Al-Kuubah ?". Ia
menjawab : "Gendang".
b) Dari ‘Abdil-Kariim Al-Jazriy (عبد
الكريم الجزري)
dari Qais bin Habtar dengan lafazh :
إن الله
حرّم عليهم الخمر ، والميسر ، والكوبة - وهو الطبل - وقال: كل مسكر حرام
"Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan kepada mereka khamr, judi, dan al-kuubah – yaitu gendang - . Dan
kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Setiap hal yang
memabukkan adalah haram”.
Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad
(no. 2625) dan Al-Asyribah (no. 14), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (no. 12601),
dan Al-Baihaqi (10/213-221).
Sanad hadits ini adalah shahih dari dua
jalur Qais. Qais telah diberikan tautsiq oleh Abu Zur’ah dan Ya’qub dalam
Al-Ma’rifah (3/194), Ibnu Hibban (5/308), An-Nasa’i dan Al-Hafizh Ibnu Hajar
dalam At-Taqrib serta dan diringkas oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Kaasyif terhadap
penyebutan tautsiq An-Nasa’i tersebut – dan ia menyetujuinya - . Oleh karena
itu Syaikh Ahmad Syakir menshahihkannya sebagaimana komentarnya terhadap
Al-Musnad (Imam Ahmad bin Hanbal) dalam dua tempat (4/158, 218).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar