Pada
saat hari raya Idul Fitri dan pada hari besar lainnya, di beberapa tempat
terdapat kebiasaan menghiasi masjid dengan berbagai macam bentuk dan warna
lampu, serta bunga. Apakah hal ini diperbolehkan oleh Islam, ataukah tidak?
Manakah dalil yang memperbolehkan atau dalil yang melarang?
Untuk menjawah hal-hal diatas, dibawah ini kami bawakan fatwa
dari Lajnah ad Daimah Saudi Arabia.
Masjid
merupakan baitullah (rumah Allah), tempat yang paling baik. Allah ‘Azza wa
Jalla memerintahkan agar kaum muslimin menghargai dan mengagungkan masjid
dengan dzikrullah (berdzikir kepada Allah), mendirikan shalat, mengajarkan
berbagai masalah agama pada manusia, membimbing mereka menuju kebahagiaan dan
kesuksesan di dunia dan di akhirat. Juga dengan cara membersihkannya dari
najis, patung, berbagai perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat (menyimpang) dan
menjaga masjid dari kotoran.
Termasuk
mengagungkan masjid yaitu dengan memeliharanya dari permainan sia-sia dan
teriakan-teriakan. Meskipun untuk mencari barang hilang atau yang semisalnya,
yang bisa menimbulkan kesan masjid seperti jalan umum atau pasar. Termasuk
menghargai masjid yaitu dengan melarang penguburan mayit di dalamnya, juga
dilarang membangun masjid di atas kuburan.
Menjaga
masjid, juga dengan tidak menggantungkan lukisan ataupun melukis atau yang
lainnya di tembok yang bisa menjadi jalan mengantarkan pada kesyirikan, atau
yang dapat mengganggu konsentrasi orang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla,
serta bertolak belakang dengan motivasi utama pembangunan masjid.
Semua
masalah di atas sudah dijaga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana
dalam sirah (kisah perjalanan hidup) dan dalam amaliyah beliau shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasulullah telah menerangkan hal ini kepada umatnya, agar
umatnya bisa meniti jalan yang pernah mereka tempuh, dan menjadikan petunjuk
mereka sebagai pedoman dalam menghormati dan memakmurkan masjid dengan segala
hal yang bisa mengangkat nilai masjid, yaitu tegaknya syariah Allah dan untuk
mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Belum
ada riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengagungkan masjid dengan memberikan penerangan warna-warni dan meletakkan
karangan bunga pada saat hari raya ataupun pada saat momen tertentu. Cara
pengagungan dengan memberikan lampu warna-warni, tidak dikenal pada masa
Khulafaur Rasyidin serta para imam dari generasi pertama yang dijadikan panutan
yaitu (generasi yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, bahwa
mereka merupakan generasi terbaik) padahal pada masa itu masyarakat sudah
mengalami kemajuan, memiliki banyak harta, berbudaya tinggi, dan berbagai macam
bentuk serta warna perhiasan bisa didapatkan. Dan kebaikan terbaik adalah
terletak pada ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, petunjuk
Khulafaur Rasyidin, serta para ulama yang meniti jalan mereka.
Kemudian
menyalakan lilin di masjid, memasang berbagai lampu listrik di atas atau di
sekitar, memasang bendera bendera di menara, serta meletakkan karangan bunga
pada hari raya atau momen tertentu dengan maksud menghiasi dan mengagungkan
masjid, merupakan perbuatan tasyabbuh (meniru) pada perbuatan yang dilakukan
orang-orang kafir terhadap tempat ibadah mereka. Padahal Nabi shallallahu
’alahi wasallam telah melarang tasyabbuh pada hari-hari raya dan cara ibadah
mereka.
Wabillahit
taufiq wa shallallahu ‘ala Nabiyina Muhammadin wa ‘alaihi wa shahbihi wa
sallam.
Lajnatu
Ad Da-imatu Lil Buhuts Al Ilmiyati wal Ifta’: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz (Ketua), Syaikh Abdurrazaq Al Afifi (Wakil Ketua), Syaikh Abdullah bin
Qu’ud (Anggota).
(Fatawa
Ramadhan Fi Ash Shiyam wa Al Qiyam wa Al Itikaf wa Zakat Al Fithri, II/949-950)
Diketik
ulang dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus Tahun.IX/1426 H/2005 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar