Adalah kebiasaan di beberapa daerah, orang membaca kitab
suci al-Qur’an –atau membaca surat Yasin- kemudian pahalanya dihadiahkan untuk
orang yang telah mati. Bahkan sebagian orang, ada menyewa atau membayar
seseorang atau sekelompok orang untuk membaca al-Qur’an dan menghadiahkan
pahalanya kepada keluarganya yang telah meninggal dunia. Pembacaan al-Qur’an
ini terkadang dilakukan di rumah duka, di kuburan atau lainnya. Benarkah
perbuatan mereka itu menurut syari’at Islam?
Membaca al-Qur’an untuk orang mati tidak dibenarkan dalam
agama Islam dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Membaca al-Qur’an lalu menghadiahkan pahalanya untuk
orang yang telah mati tidak pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam , para sahabat dan para tabi’in. Sementara kewajiban kita
dalam beragama adalah mengikuti petunjuk, bukan membuat perkara baru. Allah
Azza wa Jalla berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.” [Ali ‘Imran/3:31]
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya pada (diri) Rasûlullah
itu telah ada suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al-Ahzab/33:21]
2. Orang yang membolehkan membaca al-Qur’an lalu menghadiahkan
pahalanya untuk orang yang telah mati, dia harus mendatangkan dalil dari
al-Qur’an atau as-Sunnah. Jika dia tidak bisa mendatangkan dalil, berarti dia
telah berbicara tentang agama tanpa dasar ilmu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّمَا
حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ
وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ
بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah, “Rabbku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, yang nampak maupun yang tersembunyi, dan
perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk
itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu
ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” [al-A’raf/7:33]
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
mengatakan, “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang
diharamkan Allah. Bahkan itu lebih tinggi dari perbuatan syirik. Karena dalam
ayat tersebut Allah Azza wa Jalla mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan
mulai dari yang paling rendah ke yang paling tinggi. Berbicara tentang Allah
tanpa ilmu, meliputi berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukum Allah,
syari’at-Nya dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat
Allah Azza wa Jalla . Ini lebih besar dosanya daripada berbicara (tanpa ilmu)
tentang syari’at dan agama Allah Azza wa Jalla .”
3. Barangsiapa membolehkan membaca al-Qur’an untuk
dihadiahkan pahalanya buat orang yang telah mati, berarti dia telah membuat
syari’at yang tidak diidzinkan oleh Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla
berfirman mengingkari orang-orang musyrik yang mengikuti syariat agama yang
tidak diidzinkan oleh Allah:
أَمْ لَهُمْ
شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah)
tentulah mereka telah dibinasakan. [asy-Syûra/42: 21]
4. Perbuatan tersebut bertentangan dengan firman Allah
Azza wa Jalla :
أَلَّا تَزِرُ
وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
Seorang yang berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain. Dan seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya. [an-Najm/53:
38-39]
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah
seorang manusia hanya mendapatkan pahala dari usaha dan balasan perbuatannya
sendiri. Amalan seseorang tidak bisa mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Keumuman makna dalam ayat ini dikecualikan dengan semisal firman Allah Azza wa
Jalla :
أَلْحَقْنَا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ
Kami hubungkan anak cucu mereka
dengan mereka.
[ath-Thûr/52:21]
Dan semisal riwayat tentang syafa’at para Nabi dan
Malaikat untuk para hamba, doa orang hidup untuk orang-orang yang telah mati dan
semacamnya. Orang yang mengatakan bahwa ayat ini mansûkh (hukumnya dihapus)
dengan perkara-perkara tadi adalah perkataan yang tidak benar. Karena dalil
yang khusus tidak menghapus dalil yang umum, namun hanya mengkhususkannya
(mempersempit keumuman maknanya). Sehingga semua dalil yang menunjukkan bahwa
manusia bisa mendapatkan manfaat dari selain usahanya sendiri itu adalah dalil
yang mengkhususkan keumuman ayat di atas.” (Fathul Qadir, tafsir surat an-Najm
ayat 39)
Adapun membaca al-Qur’an lalu pahalanya dihadiahkan buat
orang yang telah mati, tidak ada dalil yang menuntunkannya.
5. Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’an sebagai
hidayah (petunjuk) bagi manusia. Sehingga orang hidup bisa memanfaatkannya,
mengikuti petunjuknya di dunia ini dan mengamalkannya. Di akhirat, orang-orang
yang seperti ini akan dituntun oleh al-Qur’an menuju surga.
Sedangkan orang yang telah mati, maka amalannya telah
terputus, dia tidak mampu menambahi atau mengurangi amalannya.
Perbuatan sebagian orang di zaman ini berlawanan dengan
kondisi di atas. Ketika masih hidup, mereka meninggalkan al-Qur’an, enggan
membaca atau mendengarkannya. Mereka lebih suka menyanyi, mendengar musik,
menonton film dan hal-hal lain yang tidak bermanfaat di akhirat. Jika ada orang
mati, mereka membacakan al-Qur’an buat jenazah tersebut pada acara pemakamannya
atau di kuburnya.
Mereka ini ibarat orang mogok makan sampai mati
kelaparan. Setelah dia mati, orang-orang mendatanginya membawakan makanan agar
dia memakannya. Al-Qur’an hanya bermanfaat bagi orang yang hidup selama masih
berada di dunia, ladang beramal. Adapun setelah mati, maka dia telah pindah
dari fase beramal menuju fase pembalasan amal. Pada waktu itu al-Qur’an tidak
bermanfaat baginya, karena ketika hidup dia meninggalkan al-Qur’an, padahal dia
mampu mengambil manfaat darinya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
إِنْ هُوَ إِلَّا
ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى
الْكَافِرِينَ
Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah
pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Supaya dia (Muhammad) memberi
peringatan kepada orang-orang yang hidup dan supaya pastilah (ketetapan azab)
terhadap orang-orang kafir. [Yasîn/36:69-70]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman,
كَذَٰلِكَ نَقُصُّ
عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ ۚ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ
يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا خَالِدِينَ فِيهِ ۖ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلًا
“Demikianlah Kami kisahkan kepadamu
(Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami
berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (al-Qur’an). Barangsiapa
berpaling dari al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di
hari kiamat. Mereka kekal di dalam keadaan itu dan amat buruklah dosa itu
sebagai beban bagi mereka di hari kiamat.” [Thaha/20:99-101]
6. Membaca al-Qur’an adalah ibadah dan ibadah itu
tauqifiyyah, artinya harus mengikuti tuntunan. Jika seseorang beribadah tanpa
tuntunan, berarti dia beribadah kepada Allah semaunya sendiri, padahal Allah
Azza wa Jalla berfirman :
أَرَأَيْتَ مَنِ
اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ
أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
Terangkanlah kepadaku tentang orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya ! Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya ?,Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu
mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). [al-Furqan/25:43-44]
7. Pahala suatu amal belum tentu diraih oleh orang yang
mengamalkannya. Bagaimana mungkin ia menghadiahkan sesuatu yang belum pasti
kepada orang lain. Karena amalan akan diterima dengan beberapa syarat :
a. Iman
b. Ikhlas
c. Sesuai tuntunan syari’at
d. Bersih dari hal-hal yang membatalkan amal, seperti riya’,
‘ujub dan lainnya.
Sedangkan seseorang itu tidak tahu, apakah amalnya
diterima atau tertolak.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ibnu Umar
Radhiyallahu anhuma pernah berkata, “Jika aku tahu shalatku diterima (oleh Allah),
maka aku benar-benar mengharapkan kematian, karena Allah Azza wa Jalla
berfirman :
إِنَّمَا
يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa. [al-Maidah/5:27]
8. Membaca al-Qur’an pada acara kematian atau di depan
jenazah atau di kuburan merupakan perkara baru dalam agama, sedangkan semua
perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Rasûlullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى
اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ
يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kamu untuk
bertaqwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin),
walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku,
dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib kamu berpegang kepada
Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus.
Peganglah dan giggitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam
agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah
adalah sesat. [HR. Abu Dawud
no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad-Darimi; Ahmad; dan lainnya dari al-‘Irbadh bin Sariyah]
Perbuatan tersebut tidak ada tuntunan dari Nabi, dari
Khulafaur rasyidin, dari para sahabat, dari tabi’in dan dari tabi’ut tabi’in,
sehingga hukumnya bid’ah dan sesat.
9. Kalau kita tahu bahwa hal itu bid’ah, maka pasti tidak
ada pahalanya, sebaliknya yang ada adalah dosa. Jika demikian keadaannya, maka
menghadiahkan pahala merupakan perkataan dan perbuatan sia-sia. Ini ibarat
orang yang menggenggam tangannya yang kosong, lalu dia berkata kepada orang
lain yang membutuhkan bantuan, “Ambillah!”, padahal tangannya kosong.
10. Sesungguhnya semua orang sangat butuh kepada
amalannya. Pada hari kiamat nanti, semua orang akan sangat mengkhawatirkan
dirinya, akankah amalannya bisa menyelamatkannya ?! Masing-masing akan lebih
mementingkan dirinya daripada saudaranya atau ibunya atau bapaknya. Jika
demikian, berarti orang yang menghadiahkan amalannya seakan dia sudah
memastikan bahwa dirinya dijamin aman, tidak rugi dan seakan tidak butuh
karunia Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman :
فَإِذَا جَاءَتِ
الصَّاخَّةُ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
Dan apabila datang suara yang
memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari
saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang
dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. [‘Abasa/80:33-37]
Demikianlah uraian singkat tentang beberapa poin penting
berkaitan dengan bacaan al-Qur’an yang dihadiahkan pahalanya buat orang yang
sudah meninggal. Ada sebagian orang yang berkilah bahwa apa yang dia lakukan
itu adalah tradisi atau adat. Namun itu hanya alasan saja, karena yang menjadi
tujuannya adalah pahala, sementara yang namanya tradisi atau adat,
pelaksanaannya bukan untuk mencari pahala. Kalau tujuannya mencari pahala,
berarti itu adalah ibadah. Dan ibadah harus sesuai dengan tuntunan syari’at.
Semoga uraian singkat ini bisa bermanfaat dan menggugah
kesadaran kita untuk lebih semangat dan waspada dalam melaksanakan ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar