Pada awalnya kami menyimpulkan bahwa bitcoin itu mata uang digital.
Kesimpulan ini didukung oleh lembaga fatwa Syabakah
Islamiyah,
فالعملة
الرقمية، أو النقود الإكترونية عملات في شكل إلكتروني غير الشكل الورقي، أو
المعدني المعتاد. وعلى ذلك فشراؤها بعملة مختلفة معها في الجنس أو متفقة يعد صرفًا
Bitcoin (al-Umlah ar-Raqamiyah) atau
mata uang elektronik (an-Nuqud al-Iliktroni) adalah mata uang dalam bentuk
digital, tidak seperti mata uang kertas atau mata uang berbahan logam tambang,
seperti yang umumnya beredar. Karena itu, membeli mata uang digital dengan mata
uang lain yang berbeda, termasuk transaksi sharf (transaksi mata uang). (Fatawa
Syabakah Islamiyah no. 191641)
Setelah mendapatkan penjelasan tentang bagaimana cara menambang (mining)
bitcoin, kesimpulannya bitcoin BUKAN uang atau alat tukar
digital.
Sekilas Tentang Cara Mining Bitcoin
Sekali lagi, hanya sekilas, agar kita
semakin jelas seperti apakah hakekat bitcoin?.
Para penambang (miners) bitcoin bisa mendapatkan
bitcoin melalui olah script untuk memecahkan algoritma tertentu. Untuk
mendapatkan coin, para miners harus melakukan running script (olah data) untuk
verifikasi data transaksi yang tersimpan dalam sebuah blok yang mereka sebut
dengan blockchain. Siapa yang berhasil, akan mendapatkan bitcoin. Saat ini,
dalam 10 menit ada 12,5 bitcoin tercipta. Dan angka ini bisa mengalami
perubahan.
Bitcoin Bukan Uang Digital
Jika bitcoin BUKAN uang digital, lalu
status dia sebagai apa? Sementara di luar negeri, terutama kebanyakan negara
eropa, orang sudah menggunakan bitcoin untuk transaksi.
Tidak semua yang bisa digunakan
transaksi, bisa disebut sebagai uang. Permen bisa digunakan dalam kondisi
kepepet, ketika tidak memiliki kembalian. Meskipun kita tidak menyebutnya
sebagai mata uang.
Lalu apa definisi yang lebih tepat untuk
bitcoin?
Lebih tepatnya bitcoin dinyatakan sebagai properti digital yang dianggap
bernilai oleh komunitasnya. Dan ukuran nilainya sangat bergantung kepada tren
yang berlaku di komunitasnya.
Ada beberapa alasan yang mendasari ini,
[1] Bitcoin tidak disepakati semua
masyarakat. Banyak negara menolak penggunaan bitcoin. Mereka mengakui
keberadaaan bitcoin, tapi mereka menolak penggunaannya.
Jika anda ekspor barang ke eropa, bisa
jadi anda tidak akan bersedia ketika anda dibayar menggunakan bitcoin, ketika
anda tidak menganggap bahwa itu sesuatu yang berharga.
[2] Bitcoin termasuk Cryptocurrency,
yang tidak memiliki nilai intrinsik. Dia berkembang mengikuti tren. Bahkan
memungkinkan bagi siapapun untuk membuat sendiri mata uang yang lain dengan
script yang berbeda.
Saat ini ada banyak Cryptocurrency yang
dikembangkan, seperti:
1) Litecoin (LTC) Litecoin, dilaunching
tahun 2011,
2) Ethereum (ETH)
3) Zcash (ZEC)
4) Dash.
5) Ripple (XRP)
6) Monero (XMR)
Dan tren bisa berpindah, dari satu
Cryptocurrency ke Cryptocurrency yang lain.
[3] Bitcoin sangat labil, sehingga tidak
memiliki nilai ketahanan sama sekali.
Dan ini sangat bertentangan dengan
karakter mata uang, yang dia dia digunakan untuk acuan harga. Karena bitcoin
sangat tergantung kepada tren di komunitasnya.
Info dari salah satu situs business
insider Singapura, pada tahun 2010, ada seseorang yang membeli 2 pizza dengan
membayar 10 ribu bitcoin. Awal 2017, bitcoin masih di angka 7 juta-an, kemarin
sempat 200 juta, dan saat artikel ini diketik turun menjadi 134jt.
[4] Bitcoin sangat rentan untuk hilang
nilai.
Dan sekali lagi, ini masalah tren. Dulu
ada bitconnect coin (BCC), januari ini ditutup, akhirnya banyak investor yang
jatuh bangkrut. Padahal dulu harga BCC bisa mencapai $ 400, lalu nyungsep
hingga tinggal $ 0,00…, menjadi sesuatu yang sangat tidak berharga dan sekarang
tutup.
Bitcoin bisa saja mengalami kondisi yang
sama ketika pasarnya hancur.
Dalil Larangan Bitcoin
Setidaknya transaksi bitcoin masuk dalam
larangan jual beli gharar seperti yang ditegaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang jual beli gharar. (HR. Muslim 3881, Abu Daud 3378 dan yang lainnya).
Dan inti dari gharar adalah adanya
jahalah (ketidak jelasan) yang menyebabkan adanya mukhatharah (spekulasi,
untung-untungan), baik pada barang maupun harga barang.
Contoh bentuk gharar lainnya yang
dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jual beli ijon. Jual
beli buah yang ada di pohon, sebelum layak untuk dipanen.
Ketika akad ini dilakukan, di sana ada
dua kemungkinan yang akan dihadapi oleh penjual dan pembeli. Jika buahnya
banyak yang utuh, bisa dipanen, maka pembeli untung dan penjual merasa
dirugikan karena harga jualnya murah. Sebaliknya ketika buahnya banyak yang
rusak, pembeli dirugikan dan penjual untung besar. Karena andai buah ini tidak
segera dia jual, dia akan mengalami gagal panen.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
beliau mengatakan,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى
تُزْهِىَ . فَقِيلَ لَهُ وَمَا تُزْهِى قَالَ حَتَّى تَحْمَرَّ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang menjual buah sampai layak untuk dipanen. Beliau ditannya, ‘Apa
tanda kelayakan dipanen?’ jawab beliau, “Sampai memerah.” Lalu beliau bersabda,
أَرَأَيْتَ
إِذَا مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ ، بِمَ يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ مَالَ أَخِيهِ
“Bagaimana menurut kalian, jika Allah
mentaqdirkan buahnya tidak bisa diambil? Bagaimana bisa penjual mengambil harta
temannya?” (HR. Bukhari 2198 & Ibnu Hibban 4990).
Jual beli ijon dilarang oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ghararnya besar. Meskipun penjual dan
pembeli melakukannya atas dasar saling ridha. Namun keberadaan ridha tidak
cukup. Karena yang menjadi masalah bukan di adanya pemaksaan terhadap pelaku
akad, tapi di objek transaksi yang tidak jelas.
Jika keberhasilan transaksi ijon
bergantung kepada takdir tatkala panen, keberhasilan investasi bitcoin sangat
bergantung kepada takdir tren yang berlaku di komunitasnya. Selama mereka masih
suka, harga bitcoin masih bisa dipertahankan. Ketika mereka bosan, seketika
akan hilang.
Semoga Allah menjauhkan hidup kita dari
godaan harta di dunia data…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar