Mengimani keberadaan telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
bagian dari prinsip ahlus sunah. dan ini bagian dari kesempurnaan iman kepada
hari akhir.
Tentang keberadaan haudh (telaga) di hari kiamat, telah dijelaskan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadis dengan redaksi yang
berbeda. Diantaranya,
Pertama, bahwa semua nabi memiliki haudh
Dari Samurah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ
لِكُلِّ نَبِىٍّ حَوْضًا وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً
وَإِنِّى أَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً
Sesungguhnya setiap nabi memiliki Haudh (telaga). Dan mereka akan saling
berlomba, siapa diantara mereka yang telaganya paling banyak pengunjungnya. Dan
saya berharap, aku adalah orang yang telaganya paling banyak pengunjungnnya. (HR. Turmudzi 2631 dan dishahihkan
al-Albani)
Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggu kita di telaga
Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنِّى
فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، مَنْ مَرَّ عَلَىَّ شَرِبَ ، وَمَنْ شَرِبَ لَمْ
يَظْمَأْ أَبَدًا
Saya menunggu kalian di telaga. Siapa yang mendatangiku, dia akan minum
airnya dan siapa yang minum airnya, tidak akan haus selamanya. (HR. Bukhari 6583 & Muslim 6108)
Ketiga, ada yang disesatkan, sehingga tidak bisa mendekat ke telaga
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَنَا
فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، وَلَيُرْفَعَنَّ لِي رِجَالٌ مِنْكُمْ، ثُمَّ
لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي، فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، أَصْحَابِي، فَيُقَالُ لِي:
إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Aku menunggu kalian di telaga. Sungguh ditampakkan kepadaku beberapa orang
diantara kalian, kemudian dia disimpangkan dariku. Lalu aku mengatakan, “Ya
Rabbi, itu umatku.” Kemudian disampaikan kepadaku, “Kamu tidak tahu apa yang
mereka perbuat setelah kamu meninggal.” (HR. Ahmad 4180 dan Bukhari 6576)
Keempat, air telaga bersumber dari surga
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu,
سُئِلَ
عَنْ عَرْضِ الحَوضِ فَقَالَ « مِنْ مَقَامِى إِلَى عَمَّانَ ». وَسُئِلَ عَنْ
شَرَابِهِ فَقَالَ « أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ
يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ
وَالآخَرُ مِنْ وَرِقٍ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang lebar telaga.
Jawab beliau, “Dari tempatku ini sampai Oman.” Lalu beliau ditanya tentang
kondisi airnya, jawab beliau, “Lebih putih dari susu, lebih manis dari madu,
ada dua pancuran yang selalu memancar, terhubung sampai ke surga. Yang satu
dari emas dan yang satu dari perak.” (HR. Muslim 6130).
Kelima, Luas telaga dan Gayungnya
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
حَوْضِى
مَسِيرَةُ شَهْرٍ ، مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ ، وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ
الْمِسْكِ ، وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ
Telagaku lebarnya sejauh perjalanan sebulan. Airnya lebih putih dari susu,
aromanya lebih harum dari kesturi, gayungnya seperti bintang di langit. (HR. Bukhari 6579 & Muslim 6111).
Dalam hadits Abu Dzarr disebutkan,
عَنْ
أَبِى ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا آنِيَةُ الْحَوْضِ قَالَ «
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ نُجُومِ
السَّمَاءِ وَكَوَاكِبِهَا أَلاَ فِى اللَّيْلَةِ الْمُظْلِمَةِ الْمُصْحِيَةِ
آنِيَةُ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهَا لَمْ يَظْمَأْ آخِرَ مَا عَلَيْهِ
يَشْخُبُ فِيهِ مِيزَابَانِ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ
عَرْضُهُ مِثْلُ طُولِهِ مَا بَيْنَ عَمَّانَ إِلَى أَيْلَةَ مَاؤُهُ أَشَدُّ
بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ »
Dari Abu Dzarr, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan bejana
yang ada di al-haudh?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi jiwa Muhammad yang
berada di tangan-Nya. Wadah untuk minum yang ada di telaga Al-Kautsar banyaknya
seperti jumlah bintang dan benda yang ada di langit pada malam yang gelap
gulita. Itulah gelas-gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga
tersebut, maka ia tidak akan merasa haus selamanya. Di telaga tersebut ada dua
saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa meminum airnya, maka ia
tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu seukuran antara
Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari
pada manisnya madu.” (HR. Muslim, no. 2300)
Gayungnya disamakan dengan bintang artinya sama dalam jumlah dan
gemerlapnya.
Mereka yang Disesatkan dari Telaga
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bercerita,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi kuburan, lalu beliau
memberi salam, “Salamu alaikum, wahai penduduk negeri kaum mukminin, kami
insyaaAllah akan bertemu kalian.” Lalu beliau mengatakan,
“Saya ingin ketemu dengan teman-temanku.”
“Bukankah kami ini teman-teman anda ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
“Bukan, kalian sahabatku. Teman-temanku adalah umat islam yang akan datang
setelah masa ini. Aku menunggu mereka di telagaku.” Jawab Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
“Ya Rasulullah, bagaimana anda bisa mengenali umatmu yang belum pernah
ketemu dengan anda?” tanya sahabat.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat permisalan,
“أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا كَانَ لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ
مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ خَيْلٍ بُهْمٍ دُهْمٍ، أَلَمْ يَكُنْ يَعْرِفُهَا؟
” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ” فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا
مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ”
“Bagaimana menurut kalian, jika ada orang yang memiliki kuda hitam yang
ada belang putih di wajah dan kaki-kakinya, dan dia berada di kerumunan kuda
yang serba hitam. Bukankah dia bisa mengenalinya?”
“Tentu dia bisa mengenali kudanya.” Jawab sahabat.
“Umatku akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan belang di wajah dan
tangannya karena bekas wudhu. Saya menunggu mereka di telaga.” Jawab Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu beliau mengingatkan,
أَلَا
لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ،
أُنَادِيهِمْ: أَلَا هَلُمَّ، فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ،
فَأَقُولُ: سُحْقًا، سُحْقًا
Ketahuilah, sungguh ada beberapa orang yang disesatkan, tidak bisa
mendekat ke telagaku, seperti onta hilang yang tersesat. Aku panggil-panggil
mereka, “Kemarilah…kemarilah.” Lalu disampaikan kepadaku, “Mereka telah
mengubah agamanya setelah kamu meninggal.”
Akupun (Nabi) mengatakan, “Celaka-celaka..”. (HR. Ahmad 8214 & Muslim
607)
Dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيَرِدَنَّ
عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي، ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي
وَبَيْنَهُمْ … فَأَقُولُ: إِنَّهُمْ مِنِّي!. فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا
أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Akan datang ke (telaga)ku orang-orang yang kukenal dan mereka mengenaliku,
namun kemudian mereka terhalang dariku”.
Akupun berkata, “Mereka adalah bagian dariku!”.
Dijawab, “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan
setelah engkau (meninggal dunia)”.
فَأَقُولُ:
سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ بَعْدِي
Aku berkata, “Menjauhlah orang-orang yang mengubah-ubah (agamaku)
sesudahku!”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’d.)
Dari Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَنَا
فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى
إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ
أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku
beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk
mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai
Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui
bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari, no. 7049)
Dalam riwayat Bukhari, Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُمْ
مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا
سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“Mereka umatku… “
lalu disampaikan kepadaku, “Kamu tidak tahu bahwa mereka telah mengubah
(agamanya) setelah kamu meninggal”. Akupun berkomentar, “Celaka-celaka bagi
orang yang mengganti agamannya setelah aku meninggal.” (HR. Bukhari 7051).
Siapakah Orang yang Terusir itu?
Sebagaimana disampaikan oleh Imam Nawawi rahimahullah, para ulama
berselisih pendapat dalam menafsirkan mereka yang tertolak dari telaga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pendapat pertama: Yang dimaksud adalah orang munafik dan orang yang murtad. Boleh jadi ia
dikumpulkan dalam keadaan nampak cahaya bekas wudhu pada muka, kaki dan
tangannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka dengan bekas
yang mereka miliki. Lantas dibantah, mereka itu sebenarnya telah mengganti
agama sesudahmu. Artinya, mereka tidak mati dalam keadaan Islam yang mereka
tampakkan.
Pendapat kedua: Yang dimaksud adalah orang yang masuk Islam di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas murtad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka walau tidak memiliki bekas
tanda wudhu. Walau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu keislaman mereka
ketika beliau hidup. Lantas dibantah, mereka itu adalah orang yang murtad
setelahmu.
Pendapat ketiga: Yang dimaksud, mereka adalah ahli maksiat dan pelaku dosa besar yang mati
masih dalam keadaan bertauhid. Begitu pula termasuk di sini adalah pelaku
bid’ah yang kebid’ahan yang dilakukan tidak mengeluarkan dari Islam. Menurut
pendapat ketiga ini, apa yang disebutkan dalam hadits bahwa mereka terusir cuma
sekedar hukuman saja, mereka tidak sampai masuk neraka. Bisa jadi Allah
merahmati mereka, lantas memasukkan mereka dalam surga tanpa siksa. Bisa jadi pula mereka memiliki tanda bekas
wudhu pada wajah, kaki dan tangan. Bisa jadi mereka juga hidup di zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelah itu, akan tetapi beliau mengenal
mereka dengan tanda yang mereka miliki.
Kita simak keterangan al-Qurthubi,
قال
علماؤنا رحمة الله عليهم أجمعين : فكل من ارتد عن دين الله أو أحدث فيه ما لا
يرضاه الله و لم يأذن به الله فهو من المطرودين عن الحوض المبعدين عنه و … وكذلك
الظلمة المسرفون في الجور و الظلم و تطميس الحق و قتل أهله و إذلالهم و المعلنون
بالكبائر المستحفون بالمعاصي و جماعة أهل الزيغ و الأهواء و البدع
Para ulama (guru) kami – rahimahumullah – mengatakan, Semua orang yang
murtad dari agama Allah, atau membuat bid’ah yang tidak diridhai dan diizinkan
oleh Allah, merekalah orang-orang yang diusir dan dijauhkan dari telaga….
Demikian pula orang-orang dzalim yang melampaui batas dalam kedzalimannya,
membasmi kebenaran, membantai penganut kebenaran, dan menekan mereka. Atau
orang-orang yang terang-terangan
melakukan dosa besar terang-terangan, menganggap remeh maksiat, serta kelompok
menyimpang, penganut hawa nafsu dan bid’ah. (at-Tadzkirah, hlm. 352).
Keterangan lain juga disampaikan Ibnu Abdil Bar,
كُلّ
مَنْ أَحْدَث فِي الدِّين فَهُوَ مِنْ الْمَطْرُودِينَ عَنْ الْحَوْض،
كَالْخَوَارِجِ، وَالرَّوَافِض، وَسَائِر أَصْحَاب الْأَهْوَاء. وَكَذَلِكَ
الظَّلَمَة الْمُسْرِفُونَ فِي الْجَوْرِ، وَطَمْسِ الْحَقِّ، وَالْمُعْلِنُونَ
بِالْكَبَائِرِ. وَكُلّ هَؤُلَاءِ يُخَاف عَلَيْهِمْ أَنْ يَكُونُوا مِمَّنْ
عَنُوا بِهَذَا الْخَبَر. وَاللَّهُ أَعْلَم.
“Setiap orang yang mengada-adakan hal baru dalam agama, mereka termasuk
golongan yang terusir dari telaga. Semisal orang-orang Khawarij, Syi’ah dan
segenap Ahlul Bid’ah (Ahli Bid’ah). Begitu pula orang-orang zhalim yang
melampaui batas dalam ketidakadilan dan mengaburkan kebenaran, serta para
pelaku dosa besar yang terang-terangan melakukannya di hadapan umum. Mereka
semua dikhawatirkan termasuk orang-orang yang dimaksud hadits ini. Wallaahu
A’lam“. (Syarh Shahih Muslim (III/130).)
Mengapa mereka diusir dari telaga?
Karena sewaktu di dunia mereka tidak mau minum sunah dan ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka lebih memihak bid’ah dengan sejuta
alasannya, demi membela ajaran tokohnya. Sebagaimana mereka tidak minum telaga
sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka di akhirat kelak mereka tidak
boleh minum air telaga beliau, yang merupakan janji indah untuk ahlus
sunah.
Terutama Mereka Yang Mengingkari
Keberadaan Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kita simak penuturan Imam Ibnu Katsir,
“Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –
semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat –
yang disebutkan dalam banyak hadis, dengan banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang
ahlul bid’ah yang keras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini.
Merekalah yang paling terancam untuk diusir dari telaga tersebut pada hari
kiamat. Sebagaimana ucapan salah seorang ulama salaf,
من
كذب بكرامة لم ينلها
“Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan maka dia tidak
akan mendapatkan kemuliaan tersebut…”(an-Nihayah fi al-Fitan wal Malahim,
1/374).
Semoga Allah memberi kekuatan kita untuk selalu istiqamah di atas
kebenaran…
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar