Jawabannya adalah *tidak
boleh.*
Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi sallam melarang untuk melakukan kebiri. Dari Abdullah
bin Abbas radhiallahu ‘anhuma menceritakan,
كنا نغزو مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس لنا نساء؛ فقلنا: ألا
نستخصي؟ فنهانا عن ذلك
“Kami
pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam sedang ketika
itu tidak ada wanita pada kami.” Maka kami bertanya : “Apa sebaiknya kita
kebiri diri kita ?” Maka Beliau melarang kita untuk melakukannya”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Melakukan kebiri
juga bertentangan dengan syariat agar memperbanyak keturunan, di mana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ
الأُمَمَ
“Nikahilah
perempuan yang penyanyang dan subur, karena sesungguhnya aku akan berbangga
dengan banyaknya kalian di hadapan umat-umat (yang terdahulu)”. (HR Abu Dawud,
Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar)
Ibnu Hajar
Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,
و الحكمة في منع
الخصاء أنه خلاف ما أراده الشارع من تكثير النسل ليستمر جهاد الكفار
“Hikmah
dari larangan kebiri adalah hal tersebut bertentangan dengan syariat yaitu
memperbanyak keturunan yang akan melanjutkan berjihad melawan orang kafir”. (Fathul Bari 9/119)
Demikian juga dalam
kitab ensiklopedia fikh Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah
dijelaskan,
إن خصاء الآدمي
حرام ، صغيراً كان ، أو كبيراً ؛ لورود النهي عنه على ما يأتي
“Melakukan
kebiri bagi manusia adalah haram, baik kecil maupun besar karena terdapat
larangan hal tersebut”
(Al-Mausu’ah Al-fiqhiyyah 9/120-121)
Kebiri
sebagai hukuman tidak manusiawi dan dilarang oleh agama
Hukuman kebiri bagi
seseorang juga sangat tidak manusiawi dan merupakan penyiksaan dan bukan tujuan
dari syariat yaitu menjaga keturunan dan membuat manusia bisa menyalurkan
hasrat seksualnya secara halal.
Ibnu hajar
Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,
كما أن فيه من
المفاسد : تعذيب النفس ، والتشويه ، مع إدخال الضرر الذي قد يفضي إلى الهلاك ،
وفيه إبطال معنى الرجولية التي أوجدها الله فيه ، وتغيير خلق الله
“Melakukan
kebiri menimbulkan banyak mafsadat yaitu penyiksaan manusia dan merusak tubuh,
bisa menimbulkan bahaya yang bisa mengantarkan menuju kebinasaan. Bisa
meniadakan bentuk kejantanan yang telah Allah ciptakan dan merubah ciptaan
Allah” (Fathul
Bari 9/119)
Lalu apa
hukuman bagi pemerkosa?
Pemerkosa adalah
termasuk perzinaan, sehingga hukuman bagi pemerkosa adalah hukuman hadd
zina. Namun hukuman hadd zina hanya boleh dilakukan jika ada 4 orang saksi atau
pengakuan dari pelaku. Jika salah satu dari 2 syarat tersebut tidak tercapai,
maka bisa dikenakan hukuman ta’zir yaitu agar
pemerkosa kapok dan menjadi pelajaran bagi yang lain agar tidak melakukan
pemerkosaan.
Maka hukuman bagi
pemerkosa dirinci:
*Pertama:*
jika melakukan pemerkosaan tanpa ancaman menggunakan senjata, ada 4 orang saksi
yang melihat secara langsung atau pelaku mengaku perbuatannya. Maka
hukumannya adalah hukuman hadd zina, dengan
rincian:
a.
Jika muhshan
(pernah menikah secara sah dan merasakan jima’, baik masih menikah
ataupun sudah bercerai) maka hukumnya dirajam, yaitu dikubur setengah badannya
di tanah lalu dilempari batu kerikil tajam hingga mati.
b.
Jika bukan muhshan,
maka dicambuk 100 kali dan diasingkan selam setahun.
Ibnu Abdil Barr
menjelaskan,
وقد اجمع العلماء
على ان على المستكره المغتصب الحد ان شهدت البينة عليه بما يوجب الحد او اقر بذلك
فان لم يكن فعليه العقوبة
“Para ulama telah
bersepakat hukuman bagi pelaku pemerkosaan adalah hukuman hadd. apabila
terdapat bukti yang mewajibkan baginya hadd atau ia mengakui perbuatannya. Jika
tidak memenuhi hal tersebut (yaitu bukti atau pengakuannya), maka baginya
hukuman (ta’zir)”
(Al-Istidzkaar 7/146)
*Kedua:*
jika melakukan pemerkosaan dengan ancaman menggunakan senjata. Maka ini
dihukumi sebagai perampok yang berbuat kerusakan di muka bumi, hukumannya
adalah salah satu dari empat dalam ayat sesuai dengan keputusan hakim.
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَاداً أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ
تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ
ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya,
hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, adalah:
[1]
mereka dibunuh
[2] atau
disalib
[3]
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang
[4],
atau dibuang (keluar daerah).
Yang
demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat
mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS.
Al-Maidah: 33).
Maka hukumannya
tergantung jenis pemerkosaan yang dilakukan, disertai pembunuhan atau
tidak. Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan tentang ayat ini:
“Huruf أَوْ (atau) di sini berfungsi untuk menunjukkan
urutan. Yang hanya membunuh, hukumannya adalah dibunuh. Yang membunuh dan
merampas harta hukumannya dibunuh lalu disalib. Yang hanya merampas harta dan
tidak membunuh, hukumannya potong tangan. Dan yang hanya membuat teror (tidak
membunuh dan merampas harta) hukumannya diasingkan dari negerinya.”
Syaikh Abdurrahman
As Sa’di dalam Minhajus Salikin menjelaskan ayat ini: “Yang
dimaksud ayat ini adalah orang-orang yang mengganggu masyarakat dengan
perampokan, perampasan atau pembunuhan. Bila mereka membunuh dan merampas
harta, hukumannya dibunuh dan disalib. Bila mereka hanya membunuh,
dijatuhi hukuman mati. Bila mereka hanya merampas, hukumannya dipotong
tangan kanan dan kaki kiri. Bila mereka hanya membuat teror, hukumannya
diasingkan dari negerinya”.
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar