Rumah
tangga yang bahagia dan harmonis merupakan idaman bagi setiap mukmin.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi teladan kepada kita,
mengenai cara membina keharmonisan rumah tangga. Sungguh pada diri Rasulullah
itu terdapat teladan yang paling baik. Dan seorang suami harus menyadari, bahwa
dalam rumahnya itu ada pahlawan di balik layar, pembawa ketenangan dan
kesejukan, yakni sang istri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
الدُّنْيَا كُلُّهَا
مَتَاعٌ, وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الزَّوْجَةُ الصَّالِحَةُ
Dunia itu penuh dengan kenikmatan.
Dan sebaik-baik kenikmatan dunia yaitu istri yang shalihah.
Pandai-Pandailah Merawat Istri
Oleh karena itu, seorang suami harus pandai memelihara dan menjaga istrinya secara lahir batin. Sehingga bisa menjadi istri yang ideal, ibu rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab. Suasana harmonis sangat ditentukan dengan kerja sama yang bagus antara suami istri dalam menciptakan suasana yang kondusif dan hangat, tidak membosankan, apalagi menjemukan.
Salah satu contoh suasana harmonis
dalam rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah Beliau
memanggil ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha dengan panggilan kesayangan dan
mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa ‘Asiyah menjadi sangat bahagia.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita
sebagai berikut, pada suatu hari Rasulullah berkata kepadanya.
يَا عَائِشُ, هَذَا
جِبْرِيْلُ يُقْرِئُكِ السَّلاَمَ
Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha), Malaikat Jibril tadi menyampaikan salam buatmu.
[Muttafaqun ‘alaihi]
Itulah salah satu contoh cara
menciptakan suasana harmonis dalam rumah tangga yaitu memanggil istri dengan
panggilan kesayangan. Kita masih sering melihat kaum suami yang memanggil
istrinya seenaknya saja. Kadang kala memanggil istrinya dengan cacat dan
kekurangannya. Kalau begitu sikap suami, bagaimana mungkin keharmonisan dapat
tercipta? Bagaimana mungkin akan tumbuh rasa cinta istri kepada suami?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam -selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi
derajatnya- telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik
kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui
keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa.
Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping
suaminya.
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menuturkan:
كُنْتُ أَشْرَبُ
وَأَنَا حَائِضٍ, فَأُنَاوِلُهُ النَّبِيَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيّ وَ
أَتَعَرَّقُ العَرَقَ فَيَتَنَاوَلُهُ وَ يَضَعُ فَاهُ فِي مَوْضِعِ فِيّ
Suatu ketika aku minum, ketika itu
aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah dan beliau
meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan
sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya
tepat di tempat aku memakannya. [HR
Muslim]
Kalau Perlu Sepiring Berdua!
Begitulah kemesraan dapat tercipta, yaitu menciptakan rasa saling memiliki, senasib dan sepenanggungan. Sepiring berdua, segelas berdua, makan berjama’ah serta beberapa hal lain yang dianjurkan oleh Rasulullah agar dilakukan bersama oleh sepasang suami istri! Dengan demikian akan tercipta rasa saling memahami satu sama lain. Sekarang ini jarang kita lihat suami yang peka terhadap perasaan istrinya. Si istri makan ala kadar di rumah sementara suami jajan sepuasnya di luar! Wajar bila rasa saling curiga tumbuh sedikit demi sedikit. Bahkan tidak sedikit pasangan suami istri yang cekcok gara-gara perkara sepele.
Sering Mencium Istri, Tabukah…?
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha bahwa ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَ
قَبَّلَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ
يَتَوَضَّأْ
Rasulullah pernah mencium salah
seorang istri beliau baru kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa
memperbaharuhi wudhu’. [HR Abu Dawud dan
Tirmidzi]
Budaya mencium istri agaknya masih
asing di tengah masyarakat kita, khususnya masyarakat timur. Bahkan masih
banyak yang menggapnya tabu, mereka mengklaimnya sebagai budaya barat. Namun
anggapan itu terbantah dengan riwayat yang kita bawakan tadi. Tentu saja
mencium istri yang kita maksud di sini bukanlah mencium istri di depan umum
atau di hadapan orang banyak. Sebenarnya banyak sekali hikmah sering-sering
mencium istri. Sering kita lihat sepasang suami istri yang saling cuek. Kadang
kala si suami pergi tanpa diketahui oleh istrinya kemana suaminya pergi.
Buru-buru melepasnya dengan ciuman, menanyakan kemana perginya saja tidak
sempat. Sang suami keburu pergi menghilang, kadang kala tanpa pamit dan tanpa
salam!? Coba lihat bagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bergaul
dengan istri-istri beliau. Sampai-sampai Rasulullah menyempatkan mencium istri
beliau sebelum berangkat ke masjid.
Ungkapkanlah Rasa Cinta Kepada Istri!
Dalam berbagai kesempatan Rasulullah selalu menjelaskan dengan gamblang tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Mereka –kaum hawa- memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menjawab pertanyaan ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu anhu seputar masalah ini, beliau jelaskan kepadanya bahwa mencintai istri bukanlah suatu hal yang tabu bagi seorang lelaki yang normal.
‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu anhu
pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: “Siapakah orang
yang paling engkau cintai ?” beliau menjawab: “’Aisyah !” [Muttafaqun ‘alaihi]
Bagi yang mengidamkan keharmonisan
rumah tangga, hendaklah sering-sering membaca kisah-kisah ‘Aisyah Radhiallahu
‘asha bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan mempelajari
bagaimana kiat-kiat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam membahagiakan
‘Aisyah Radhiallahu ‘anha.
Aisyah Radhiallahu ‘anha bercerita:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ
أَنَا وَ رَسُوْلُ اللهِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ
Aku biasa mandi berdua bersama
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dari satu bejana.
[HR Bukhari].
Manfaatkan Setiap Kesempatan
Rasulullah tidak pernah melewatkan sedikitpun kesempatan kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan menyenangkan istri melalui hal-hal yang dibolehkan.
Aisyah Radhiallahu ‘Anha
mengisahkan: “Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis
yang ramping. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu.
Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku:
“Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku
dapat mengungguli beliau. Beliau hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga
pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau
dalam sebuah lawatan. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih
dahulu. Kemudian beliau mengajakku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat
mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: “Inilah penebus kekalahan yang
lalu !” [HR Ahmad]
Sungguh sebuah permainan yang sangat
mengasyikkan dan cukup menghibur. Beliau perintahkan rombongan untuk berangkat
terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang istri dengan mengajaknya
berlomba lari. Kemudian beliau memadukan permainan yang lalu dengan yang baru,
beliau berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu !”
Bagi mereka yang sering bepergian
melanglang buana serta memperhatikan cerita orang-orang top dan terkemuka,
pasti akan takjub melihat perbuatan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau adalah seorang nabi yang mulia, pemimpin yang selalu berjaya, berasal
dari keturunan yang terhormat, yakni suku Quraisy dan Bani Hasyim. Pada
saat-saat mengecap kemenangan dan kembali dari sebuah peperangan bersama
rombongan pasukan, namun demikian beliau tetap sebagai seorang suami yang penuh
kasih sayang dan rendah hati terhadap istri-istri beliau. Kedudukan beliau
sebagai pemimpin pasukan, perjalanan panjang yang ditempuh, serta kemenangan
demi kemenangan yang diraih di medan pertempuran, tidak membuat beliau lupa
bahwa beliau di sisi beliau telah setia menunggu para istri yang sangat
membutuhkan sentuhan lembut dan bisikan manja. Agar dapat menghapus beban berat
perjalanan yang sangat meletihkan.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa
ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari peperangan
Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy Radhiallahu ‘anha. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan
ditunggangi untuk melindungi Shafiyyah Radhiallahu ‘anha dari pandangan orang.
Kemudian beliau duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau
persilakan Shafiyyah Radhiallahu ‘anha untuk naik ke atas unta dengan bertumpu
pada lutut beliau.
Pemandangan seperti ini memberikan
kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah -selaku
pemimpin yang berjaya dan seorang nabi yang diutus- memberikan teladan kepada
umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri, mempersilakan lutut beliau
sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali
tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.
Kalau kita bandingkan dengan sikap
dan perilaku para suami sekarang ini, kadang kala kesibukan mereka di luar
rumah dan kegiatan-kegiatan mereka lainnya disamping mencari nafkah kadang
mengenyampingkan hak istri. Para istri tidak lagi mendapat kemanjaan dan
hiburan dari suaminya. Namun yang ditemui sang istri adalah wajah suaminya yang
berkurut bak jeruk purut karena kelelahan atau karena kesal di luar rumah atau
karena masalah-masalah di luar rumah yang menghimpitnya? Jangankan waktu
bermain atau bercanda dan bersenda gurau, kadang kala waktu mengobrol saja
tidak ada! Jika demikian keadaannya bagaimana mungkin keharmonisan rumah tangga
dapat tercipta?
Poligami, Merusak Keharmonisan…?
Syariat Islam membenarkan para suami untuk menikahi lebih dari satu istri, mereka diizinkan menikahi empat istri jika memiliki kesanggupan untuk itu. Dan para suami diperintahkan berlaku adil terhadap istri-istrinya, adil dalam masalah pembagian giliran dan nafkah.
Dan sebagaimana yang sudah dimaklumi
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi sembilan wanita yang
kemudian dikenal dengan sebutan Ummahatul Mukminin Radhiallahu ‘anhum.
Rasulullah merupakan contoh terbaik dalam hal berlaku adil kepada para istri,
dalam hal pembagian giliran ataupun urusan lainnya. ‘Aisyah Radhiallahu anha
pernah mengungkapkan:
كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ إِذَا أَرَادَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ, فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ
سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا مَعَهُ, وَكَانَ يُقَسِّمُ لِكُلِّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ
يَوْمَهَا وَلَيْلَتَهَا
Setiap kali Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam hendak melakukan lawatan, beliau selalu mengundi para istri. Bagi
yang terpilih akan menyertai beliau dalam lawatan tersebut. Beliau membagi
giliran bagi setiap istri masing-masing sehari semalam.
[HR Muslim]
Riwayat Anas berikut ini memaparkan
kepada kita salah satu bentuk keadilan beliau kepada para istri. Anas
Radhiyallahu anhu menceritakan:
كَانَ لِلنَّبِيِّ
تِسْعُ نِسْوَةٍ, فَكَانَ إِذَا قَسَّمَ بَيْنَهُنَّ لاَ يَنْتَمِي إِلَى
المَرْأَةِ الأُوْلَى إِلاَّ فِي تِسْعٍ, فَكُنَّ يَجْتَمِعْنَ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي
بَيْتِ الَّتِي يَأْتِيْهَا, فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ, فَجَاءَتْ زَيْنَبُ
فَمَدَّ يَدَهُ إِلَيْهَا فَقَالَتْ عَائِشَةُ: هَذِهِ زَيْنَبُ ! فَكَفَّ
النَّبِيُ يَدَهُ…”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam mempunyai sembilan orang istri. Apabila beliau telah membagi giliran
bagi para istri, beliau hanya bermalam di rumah istri yang tiba masa
gilirannya. Biasanya para Ummahaatul Mukminin berkumpul setiap malam di rumah
tempat beliau bermalam. Pada suatu malam, mereka berkumpul di rumah ‘Aiysah
Radhiallahu ‘anha yang sedang tiba masa gilirannya. Rasulullah mengulurkan
tangannya kepada Zaenab Radhiallahu ‘anha yang hadir ketika itu. ‘Aisyah
Radhiallahu ‘anha berkata: “Itu Zaenab !” Beliau segera menarik tangannya
kembali.[Muttafaqun ‘alaihi]
Begitulah keadilan yang dicontohkan
oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Namun sekarang ini masih ada kita
temui para suami yang melakukan sunnah ta’addud (poligami) yang mengabaikan hak
salah satu istrinya. Bahkan tragisnya berakhir pada penyia-nyiaan hak salah
satu istrinya, apakah itu istri yang pertama ataupun yang kedua. Karena dalam
pandangan syariat tidak ada bedanya kedudukan istri pertama dengan istri kedua,
ketiga ataupun keempat.
Hendaklah para suami yang
melaksanakan sunnah ta’addud hendaklah meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam dalam bersikap adil terhadap para istri dan dalam memenuhi hak
istri-istrinya. Sehingga sunnah ta’addud ini tidak menjadi momok dalam rumah
tangga yang kerap kali diasumsikan bakal merampas keharmonisan rumah tangga.
Asumsi seperti itu telah dibantah oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
beliau membuktikan bahwa banyak istri itu tidaklah mengurangi keharmonisan
rumah tangga.
Ajak Istri Beribadah Bersama!
Demikianlah suasana rumah tangga Rasulullah, suasana harmonis seperti itu hanya dapat terwujud dengan bimbingan taufik dan hidayah dari Allah. Salah satu faktor terbinanya rumah tangga yang harmonis bahkan merupakan pilar utamanya adalah beribadah bersama. Suami hendaklah mengajak istrinya untuk beribadah bersama, seperti shalat malam bersama, shaum sunnat bersama, dan beberapa ibadah lain yang bisa dilakukan bersama-sama. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mencontohkan hal itu. Beliau senantiasa menganjurkan istri-istri beliau untuk giat beribadah serta membantu mereka dalam melaksanakan ibadah, sesuai dengan perintah Allah Subhanaahu wa Taala.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ
بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ
لِلتَّقْوَىٰ
Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang yang bertaqwa.[
Thaaha/20 :132]
‘Aisyah Radhiallahu ‘anha
menceritakan:
كَانَ النَّبِيُ
يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌٌ مُعْتَرِضَةٌ عَلَى فِرَاشِهِ, فَإِذَا أَرَادَ أَنْ
يُوتِرَ أَيْقَظَنِي
Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam biasa mengerjakan shalat malam sementara aku tidur melintang di hadapan
beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan shalat witir.
[Muttafaqun ‘alaihi].
Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam menghimbau umatnya untuk mengerjakan shalat malam dan menganjurkan agar
suami istri hendaknya saling membantu dalam mengerjakannya. Sampai-sampai sang
istri boleh menggunakan cara terbaik untuk itu, yaitu dengan memercikkan air ke
wajah suaminya! demikian pula sebaliknya. Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:
رَحِمَ اللهُ
رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ
أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا المَاءَ, رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ
اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي
وَجْهِهِ المَاءَ
Semoga Allah Subhanaahu wa Ta’ala
merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat
malam lalu membangunkan istrinya untuk shalat bersama. Bila si istri enggan, ia
memercikkan air ke wajah istrinya (supaya bangun). “Semoga Allah Subhanaahu wa
Ta’ala merahmati seorang istri yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan
shalat malam lalu membangunkan suaminya untuk shalat bersama. Bila si suami
enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya (supaya bangun).
[HR Ahmad].
Jagalah Penampilanmu!
Diantara faktor pendukung terciptanya suasana harmonis adalah selalu menjaga penampilan. Seorang suami ataupun istri hendaklah selalu menjaga penampilan masing-masing. Hindarilah penampilan yang awut-awutan dan bau yang tidak sedap. Perhatian seorang muslim terhadap penampilan lahiriyah sebagai pelengkap bagi kesucian batinnya termasuk salah satu bentuk kesempurnaan pribadi. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah teladan yang paling baik. Beliau adalah seorang yang suci lahir maupun batin, beliau menyenangi wangi-wangian dan siwak dan beliau menganjurkan umatnya untuk itu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ النَّوْمِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Seandainya tidak menyusahkan umatku,
niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.
[HR Muslim]
Hudzaifah Radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ النَّوْمِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa
Sallam biasa menggosok giginya dengan siwak setiap kali bangun dari tidur.
[H.R Muslim].
Syuraih bin Hani’ berkata: “Aku
pernah bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha: ‘Apa yang pertama sekali
dilakukan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam setiap kali memasuki rumahnya
?” ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha menjawab: “Beliau memulainya dengan bersiwak.”
[HR Muslim].
Betapa besar perhatian beliau
terhadap kebersihan! beliau mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk bertemu
dengan keluarga.
Beliau selalu membaca doa setiap
kali memasuki rumah, sebagai berikut:
بِسْمِ اللهِ
وَلَجْنَا, وَ بِسْمِ اللهِ خَرَجْنَا, وَعَلَى رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا, ثُمَّ
يُسَلِّمُ عَلَى أَهْلِهِ
Dengan menyebut nama Allah kami
masuk (ke rumah), dan dengan menyebut nama Allah kami keluar (darinya), dan
kepada Rabb kami, kami bertawakkal. Kemudian beliau mengucapkan salam kepada keluarganya.
[HR Abu Dawud]
Wahai saudaraku sekalian para
pemimpin rumah tangga, bahagiakanlah keluargamu dengan penampilan yang bersih
dan ucapan salam ketika menemui mereka. Janganlah engkau ganti dengan cacian,
makian dan bentakan. Ciptakanlah suasana harmonis dalam rumah tanggamu dan
jadikanlah rumahmu sebagai surga bagimu, bagi istri dan anak-anakmu!
[Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 06/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647,
08157579296]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar