Wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari ilmu agama
ini, terutama hal – hal yang dengan ilmu tersebut seseorang bisa menegakkan
agamanya, Imam Ahmad pernah ditanya tentang apa yang diwajibkan atas
seorang hamba untuk mempelajarinya, berkata Imam Ahmad Rahimahullah : ”
Ilmu yang dengan nya seseorang bisa menegakkan agamanya, ditanyakan kepada
beliau seperti apa,? beliau menjawab ilmu yang seseorang tidak boleh
bodoh darinya, seperti sholat, zakat, dan shoum (puasa) dan yang
semisalnya.” ( Silahkan lihat Kitab Al-Furuq, Ibnu Muflih 1/525,
Hasiyah Al – Ushulus Tsalasah Ibnul Qasim )
Sebelum itu ada kewajiban yang paling agung yang kita
harus memahami dan mempelajarinya yaitu tauhid, kewajiban yang terpenting dari
yang terpenting lainnya, berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan Hafidzahullah : ”
Dan (mempelajari tauhid) perkara yang sangat penting, mempelajari atau memahami
tauhid lebih ditekankan atas kamu dari mengetahui hukum sholat, zakat, ibadah-ibadah
dan seluruh perkara agama lainnya. Dikarenakan mempelajari perkara ini adalah
yang pertama dan pondasi, dikarenakan sholat, zakat, haji, dan selainnya
dari ibadah-ibadah tidaklah sah apabila tidak dibangun atas dasar aqidah yang
benar dan itulah tauhid yang murni untuk Allah Azza wajalla “ (
Syarh Qawaidul ‘Arba : 6 )
Dan diantara materi tauhid yang paling agung adalah
penjelasan tentang makna Laa Ilaha Illallah, bahkan kalimat َ Laa Ilaha Illallah adalah tauhid
itu sendiri. Dan pengetahuan tentang makna Laa Ilaha Illallah adalah
kenikmatan yang sangat agung, sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan
Bin Uyainah Rahimahullah : ” Tidaklah Allah
memberi nikmat atas seorang hamba dari hambanya yang lebih besar
dari pengetahuan mereka tentang maknaLaa Ilaha Illallah “ (
Kalimatul Ikhlas Ibnu Rajab : 103 ). Oleh karena itu kita harus
bersemangat memahami kalimat yang agung ini, kalimat yang menjadi sebab
manusia diciptakan, para Rasul diutus, kitab – kitab diturunkan, dan
karena sebab kalimat inilah terbagi manusia menjadi orang – orang yang beriman
dan orang – orang kafir, kebahagian bagi penduduk surga dan penderitaan
bagi penduduk neraka, kalimat Laa ilaha illallah adalah urwatul wutsqa (tali
yang kokoh), kalimat Laa ilaha illallah adalah rukun yang sangat agung
dari agama dan cabang yang sangat penting dari keimanan, dan kalimat Laa
ilaha illallah adalah jalan meraih surga dan selamat dari neraka. (
Silahkan lihat Fiqh AL Ad’iyah Wal Adzkar Syaikh Abdul Razzaq Bin Abdul
Muhsin Al Badr : 168, Dar Ibnu Affan )
Maka dari itu sangatlah mendesak bagi kita untuk
memahami makna Laa ilaha illallah dengan pemahaman yang benar. Berkata Syaikh
Zaid Bin Muhammad Al – Madkholi Hafiidzahullah : ”
Wajib atas setiap muslim dan muslimah supaya mereka mempelajari rukun dan
syarat Laa ilaha Illallah secara global dan jelas ” ( Syarh Al-Ushulus
Tsalasah, Syaikh Zaid : 36 )
Keutamaan Laa Ilaha Illallah
Sebelum menjelaskan makna Laa ilaha illallah,
alangkah pentingnya bagi kita untuk mengetahui keutamaan Laa ilaha lllallah.
Keutamaan Laa Ilaha Illallah sangatlah banyak diantaranya adalah :
1. Sebab Keberuntungan dan kebahagian, Sebagaimana
sebuah hadist, dari Thariq Al Mahariby Radiyallahu ‘Anhu berkata, saya
melihat Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam berjalan di pasar dzil madzaz
(nama sebuat tempat), memakai baju merah, dan beliau Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda : ” Wahai manusia katakanlah oleh kalian Laa Ilaha
Illallah supaya kalian beruntung “ ( HR. Ibnu Khuzaimah di
dalam shahihnya dengan sanad shahih han dishahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam
shahihul Musnad jilid 1 hal : 535 )
2. Diantara keutamaanya bahwasannya
kalimat Laa Ilaha Illallah sesuatu yang paling berat timbangannya. Sebagaimana
sebuah hadist, dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “ Sesungguhnya Allah akan membersihkan
seseorang dari umatku pada hari kiamat, dibentangkan baginya 99 sijjil (catatan
amal) masing-masing sijjil sepanjang pandangan mata. Lalu
dikatakan kepadanya: ‘ adakah sesuatu yang kamu ingkari dari hal ini, apakah
malaikat pencatatku yang terjaga mendzolimimu’ ? Ia menjawab: ‘Tidak wahai
Rabbku’. Kemudian ia ditanya, apakah kamu punya (udzur) alasan atau kebajikan?’
ia menggelengkan kepalanya (menunjukkan tidak punya) lalu menjawab tidak
punya wahai Rabb.’ lalu ia diberi tahu: ‘Sesungguhnya kamu memiliki kebajikan
di sisi Kami dan kamu tidak akan didzalimi sedikitpun pada hari
ini, kemudian dikeluarkan baginya sebuah bithaqah (kartu yang
berisi catatan amal) yang di dalamnya tertulis -Asyhadu anlaailaha illallah
wa asyhadu anna muhammadar rasulullah-‘ maka dikatakan ” hadirkanlah dan
timbanglah bitaqah tersebut’, Maka ia berkata: Wahai Rabb apa arti dari
bithaqah (kartu) ini di banding dengan sijjil (lembaran) ini’ Dikatakan
kepadanya: ‘Engkau tidak akan didzalimi sedikitpun dan diletakkan sijjil (lembaran-lembaran)
pada sebuah daun timbangan dan bitaqah (kartu catatan amal Laa Ilaha
Illallah) pada daun timbangan lainnya, terangkatlah
sijjil dan menjadi beratlah bitaqah, tidak ada yang lebih berat bersama nama
Allah sesuatu apapun.” ( HR Tirmidzi, didalam sunannya dan Ibnu Majah
dengan sanad shahih, di shahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam shahihul musnad
jilid : 1 hal : 535 )
3. Diantara keutamaan Laa ilaha illallah
sebab dikeluarkan dari neraka,
Sebagaimana dalam sebuah hadist, dari Anas bin Malik
Radiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alahi Wassalam bersabda
: ” Di keluarkan dari neraka bagi orang yang berkata Laa ilaha illallah
dan didalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kebaikan dan dikeluarkan
dari neraka bagi orang yang berkata Laa ilaha illallah dan didalam hatinya ada
kebaikan seberat biji tepung dan dikeluarkan dari neraka bagi orang yang
didalam hatinya ada kebaikan sebesar biji – bijian ” ( HR. Bukhari No
: 44 dan Muslim No : 193 )
4. Diantara keutamaan Laa Ilaha Illallah
sebab selamat dari neraka.
Sebagaimana dalam sebuah hadist dari Ubadah Bin Shamit
Radiyalallahu ‘Anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shalalahu ‘Alahi
Wassalam bersabda, : ” Barangsiapa yang bersaksi Tidak ada ilah (
sesembahan ) yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah maka
diharamkan atasnya neraka .” ( HR. Muslim No : 29 )
5. Diantara keutamaan Laa Ilaha Illallah
sebab dimasukkan dalam surga.
Sebagaimana sebuah hadist dari Usman Bin Affan
Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ”
Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui makna Laa ilaha illallah maka ia masuk
surga “ ( HR. Muslim No : 26 )
Keutamaan Laa ilaha illallah ini tidaklah didapat
kecuali bagi yang mengucapkan Laa ilaha illallah, memahami maknanya dan
mengamalkan konsekuensinya. Adapun bagi yang mengucapkan tanpa mengetahui
maknanya dan mengamalkan konsekuensinya maka ia tidak mendapatkan keutamaan Laa
ilaha illallah, bahkan keislamannya tidak sah disisi Allah. Naudzubillah.
Berkata Syaikh Sulaiman Bin Abdullah Alu Syaikh Rahimahullah :
” Barangsiapa yang bersaksi Laa ilaha illallah yaitu yang mengucapkan
kalimat ini, mengetahui maknanya, mengamalkan konsekuensinya secara dzohir dan
bathin, sebagimana yang di tunjukkan dalam firman Allah Ta’ala
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا
إِلَهَ إِلا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ
” Maka ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan mohon ampunlah atas dosamu
dan dosa orang – orang beriman laki-laki dan perempuan” . ( Qs. Muhammad :
19 ),
إِلا مَنْ شَهِدَ
بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
” kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan
mereka mengilmui”. ( Qs. Adzukruf : 86 ),
adapun mengucapkannya tanpa mengetahui maknanya dan
tidak mengamalkan konsekuensinya, maka yang demikian itu tidaklah bermanfaat
menurut kesepakatan Ulama ” ( Taisirul Azizul Hamiid Syarh Kitab Tauhid : 51 )
Oleh karena itu sangatlah mendesak bagi kita untuk
memahami makna Laa laha llallah, insya Allah akan di bahas disini secara
sederhana dan ringkas.
Makna Laa Ilaha Illallah
Makna Laa ilaha illallah adalah tidak ada ilah (
sesembahan ) yang berhak disembah kecuali Allah, adapun sesembahan selain Allah
sesembahan yang bathil, tidak berhak untuk disembah.
Berkata Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah :
Makna syahadat Laa Ilaha Illallah adalah lama’buda bihaqin
ilallah ( Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah ) (
Syarh Al – Ushulus Stalasah : 59 )
Seseorang dikatakan memahami makna Laa ilaha illallah,
jika dia mengetahui bahwasanya hanya Allah sematalah yang berhak disembah
dengan berbagai macam ibadah, selain Allah tidak berhak untuk disembah dengan
satu macam ibadah apapun dan siapapun orangnya. Dia tidak berdoa kecuali hanya
kepada Allah, dia tidak takut dengan takut ibadah kecuali hanya kepada Allah,
dia tidak bertawakal kecuali hanya kepada Allah, seluruh ibadahnya dia serahkan
hanya untuk Allah semata.
Inilah penafsiran yang benar dari makna Laa ilaha
illallah, yang ditafsirkan oleh para ulama ahlus sunnah wa jama’ah, yaitu Tidak
ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Hal
ini perlu diperhatikan karena disana ada penafsiran yang salah, sebagimana
yang disebutkan oleh Syaikh Sholeh Al – Fauzan di dalam kitabnya, Aqidah
Tauhid. Penafsiran Makna Laa ilaha illallah yang salah itu
diantaranya :
1. Lama’buda Illah ( Tidak ada sesembahan
kecuali Allah ) penafsiran seperti ini penafsiran bathil dikarenakan maknanya
setiap yang disembah baik itu hak atau yang bathil adalah Allah.
2. Laa Kholiqo Illallah (
Tidak ada pencipta kecuali Allah ) Penafsiran seperti ini hanya bagian dari
makna Laa ilaha illallah bukanlah yang diinginkan dari penafsiran kalimat ini.
Karena penafsiran ini tidaklah menetapkan kecuali tauhid rububiyah semata. Dan
itu tidaklah cukup karena tauhid jenis ini diakui oleh orang – orang
musyrik.
3. Laa Haakimiiyatu Illallah (
Tidak ada yang menetapkan hukum kecuali Allah ) Penafsiran seperti ini hanyalah
bagian dari makna Laa ilaha illallah. Bukan ini penafsiran yang diiginkan
dari makna ini, dikarenakan penafsiran seperti ini tidaklah cukup. Misalnya
jika dia mentauhidkan Allah didalam masalah hukum saja, tetapi berdoa kepada
selain Allah atau memalingkan ibadah kepada selainnya maka tidaklah dikatakan
muwahid (orang yang mentauhidkan Allah).
Dan setiap penafsiran diatas adalah penafsiran bathil
dan kurang. Saya ingatkan penafsiran – penafsiran diatas dikarenakan terdapat
disebagian kitab – kitab yang beredar ”
( Silahkan lihat Aqidah Tauhid, Syaikh Sholeh
Al-Fauzan : 50 – 51 )
Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa makna Laailahaillallah adalah Tidak
ada Ilah ( sesembahan ) yg berhak disembah kecuali Allah. Adapun
menafsirkan kalimat Laailahaillallah dengan makna ‘Tidak ada tuhan selain
Allah, Tidak ada yang mengatur selain Allah, ‘Tidak ada pencipta selain Allah
adalah kurang dan menyelisihi Al Quran dan Sunnah.
Rukun Laa Ilaha Illallah
Kalimat Laailahaillallah memiliki 2 (dua) rukun,
yaitu:
1. An-Nafyu (meniadakan) terletak pada kalimat ( Laailaha) Artinya meniadakan seluruh sesembahan selain Allah Ta’ala. Dan mengkafiri sesembahan selain Allah. ( mengkafiri perbuatan peribadahan kepada selain Allah, orang yang menyembah selain Allah, orang yang disembah selain Allah yang ia ridho terhadap penyembahannya tersebut ).
2. Al-Itsbaat ( menetapkan )
pada kalimat ( Illallah ) artinya menetapkan hanya Allah
sematalah yang berhak disembah. Dan mengamalkan konsekuensi tersebut. Dalil dua
rukun ini adalah Firman Allah Ta’ala
فَمَنْ يَكْفُرْ
بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
” Barangsiapa ingkar kepada thagut dan beriman kepada
Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang
tidak akan putus “ ( Qs. Al Baqarah : 256 )
Perkataan Ini ( فَمَنْ يَكْفُرْ
بِالطَّاغُوتِ ) makna
rukun yang pertama ( Laa Ilaha ) perkataan
( وَيُؤْمِنْ بِاللهِ )
makna rukun yang kedua ( Illallah )
Allah Ta’ala berfirman
إِنَّنِي
بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُون إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ
” Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
sembah, kecuali Allah yang menciptakan ku “ ( Qs.
Ibrahim : 26 – 27 )
Perkataan Ini ( إِنَّنِي بَرَاءٌ ) makna rukun yang pertama (Laa
Ilaha ) perkataan
( إِلا الَّذِي فَطَرَنِي ) makna rukun yang kedua ( Illallah )
( Kitab Aqidah Tauhid Syaikh Sholeh Al Fauzan Hal
: 40 – 41 )
Seorang hamba harus memenuhi dua rukun ini didalam
pengucapan kalimat Laa ilaha illallah nya.
Syarat Laa Ilaha Illallah
Sebagaimana dari hasil penelitian dalil – dalil Al –
Qur’an dan As – Sunnah bahwa syarat Laa ilaha illallah ada ada tujuh syarat
sebagaimana akan disebutkan disini.
[1] Ilmu (Mengilmui maknanya) yang
meniadakan kebodohan
[2] Yakin yang meniadakan syak
(keragu-raguan)
[3] Ikhlas yang meniadakan syirik
[4] Shidq ( jujur ) yang meniadakan
dusta
[5] Mahabbah ( cinta ) yang
meniadakan benci
[6] Inqiyad ( tunduk ) yang
meniadakan sikap meninggalkan
[7] Qabul ( menerima ) yang
meniadakan sikap menentang
( Silahkan lihat Aqidah Tauhid Syaikh Shalih Al Fauzan
Al – dan Wajibat )
Penjelasan Syarat Laa Ilaha Illallah
Perlu diketahui bahwasanya yang di inginkan dari
syarat Laa ilaha illallah ini, bukanlah sekedar di hapal semata tanpa ada
pengamalan secara dzohir dan bathin. Karena tidaklah bermanfaat pengetahuan
seseorang tentang syarat Laa ilaha illallah atau bahkan menghafalnya
tetapi tidak terkumpul ke tujuh syarat ini pada amalan mereka. ( Silahkan
lihat Tanbihaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifat ‘ala Kulli Muslimin wa Muslimat,
Ibrahim Bin Syaikh Sholih Al – Qar’awi : 41 Darus Shamiy )
Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Abdullah Ar –
Rajihiy Hafidzahullah : ” Barangsiapa yang berkata Laa
ilaha illallah dengan lisannya dan tidak memenuhi syaratnya dari ikhlas, shidq
(jujur), mahabbah (cinta) dan inqiyad (tunduk) maka dia seorang musyrik. Dan
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Barangsiapa yang berkata tidak
ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan mengkafiri
sesembahan selain Allah maka diharamkan hartanya, darahnya dan
perhitungannya disisi Allah “. Dan hal ini yaitu tidak mengkafirkan
apa – apa yang disembah selain Allah, merupakan bentuk dia tidak mendatangkan
syarat-syarat kalimat ini, kalimat Laa ilaha illallah yang dia ucapkan
dengan lisannya di batalkan oleh perbuatannya. ( As’ilatu Wa’ajwibatu Fil
Iman wal Kufri, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Abdullah Ar – Rajihiy dan lain – lain
: 45 )
Syarat pertama : Ilmu
Yaitu mengilmui makna Laa ilaha illallah, dari
apa – apa yang di nafikan (ditiadakan) dari sesembahan selain Allah dan
mengistbatkan (menetapkan) hanya Allah sematalah yang berhaq untuk disembah.
Lawan dari syarat ilmu ini adalah al – jahl (bodoh) yaitu bodoh dari pengetahuan
tentang makna Laa ilaha illallah.
Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا
إِلَهَ إِلا اللَّهُ
“ Maka ilmuilah (ketahuilah),
bahwa sesungguhnya tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhak disembah kecuali
Allah.” (QS. Muhammad :19)
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ilmu syarat Laa
ilaha illallah adalah ayat
ini dimulai dari perintah untuk mengilmui kalimat Laa ilaha
illallah, didahulukan ilmu dari ucapan dan perbuatan, hal ini menunjukkan ilmu
merupakan syarat Laa ilaha illallah
Begitu juga Allah Ta’ala berfirman,
إِلا مَنْ شَهِدَ
بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“ Kecuali orang yang bersaksi yang haq (laa ilaha
illallah) dan mereka menglimuinya ” ( QS. Az
Zukhruf: 86 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ilmu syarat Laa
ilaha illallah adalah pada ayat ini ( شَهِدَ بِالْحَقِّ ) ” bersaksi
yang hak ( Laa ilaha illallah ) dengan syarat ilmu (يَعْلَمُون َ ) mereka mengetahui makna yang
terkandung didalamnya.
Dari ‘Utsman Bin Affan Radiyalallahu ‘Anhu , beliau
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:
“ Barang siapa yang mati dalam keadaan mengilmui (mengetahui)
bahwa tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhaq disembah kecuali Allah,
maka dia akan masuk surga.” ( HR. Muslim No : 26 )
Disyaratkan pada hadist ini, orang yang mengucapkan
Laa ilaha illallah masuk surga dengan syarat mengilmui maknanya.
Syarat kedua : Yakin
Yakin adalah hilangnya keraguan, yang demikian itu
karena kuat dan sempurnanya ilmu. Seseorang yang megucapkan kalimat Laa Ilaha
Illallah harus yakin terhadap kandungan kalimat ini dengan keyakinan yang kokoh
yang tidak tercampur oleh keraguan. Adapun lawan dari yakin adalah Syak
(keraguan), yaitu ragu terhadap kalimat ini. Naudzubillah.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” ( QS.
Al Hujurat : 15 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa yakin syarat Laa
Ilaha Illallah adalah disyaratkan pada ayat ini kejujuran keimanan seseorang
kepada Allah dan Rasul Nya dengan tidak dicampuri keraguan (tidak
ragu-ragu يَرْتَابُوا ) yang merupakan lawan dari
yakin.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang
ilah ( sesembahan ) yang berhak di sembah kecuali Allah dan aku adalah utusan
Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (meninggal dunia) dengan
membawa kedua persaksian tersebut dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali
Allah akan memasukkannya ke surga.” ( HR. Muslim no. 31)
Pada hadist ini disyaratkan orang yang mengucapkan Laa
Ilaha Illallah yang menjadi sebab dimasukkannya kedalam surga, dengan
syarat tidak ada keraguaan di dalam hatinya. Jika tidak ada syarat maka tidak
ada yang disyaratkan.
Syarat Ketiga : Ikhlas
Syarat yang ketiga adalah ikhlas yang meniadakan
kesyirikan, kenifaqkan, riya dan sum’ah. Ikhlas adalah membersihkan amal dengan
membersihkan niat dari seluruh kotoran syirik.
وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan ikhlas(memurnikan) keta’atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus.” ( QS. Al Bayyinah : 5 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ikhlas syarat Laa
Ilaha Illallah adalah pada perkataan (dengan ikhlas مُخْلِصِينَ ), yaitu tidaklah mereka diperintahkan untuk beribadah
kecuali hanya kepada Allah semata dengan mengikhlaskan ketaatan kepada Nya. Hal
ini menunjukkan bahwa ikhlas syarat dari Laa Ilaha Illallah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
” Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku
pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam
hatinya atau dirinya.” ( HR. Bukhari no. 99 )
Pada hadist ini terkandung bahwa ikhlas adalah syarat
kalimat laa ilaha illallah. Dikarenakan tidaklah seseorang mendapat
syafaat Nabi di akhirat kelak kecuali bagi orang yang mengucapkan laa
ilaha illallah dengan syarat ikhlas dari hatinya.
Dari Itban Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Sesungguhnya Allah
mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah karena
mengharap wajah Allah ” ( HR. Bukhari No : 415 )
Pada hadist ini Allah mengharamkan bagi orang yang
mengucapkan laa ilaha illallahneraka, dengan syarat di ucapkan dengan niat
yang ikhlas mencari wajah Allah semata. Hal ini menunjukkan Ikhlas merupakan
syarat laa ilaha illallah.
Syarat Keempat : Shidq
(jujur)
Syarat yang keempat ini adalah jujur, kejujuran yang
meniadakan kedustaan. Maka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah
diharuskan jujur didalam hatinya, sesuai antara ucapan dan hatinya, adapun jika
mengucapkan laa ilaha illallah sementara hatinya mendustakan hal ini seperti
kondisi orang munafiq. Naudzubillah
Allah Ta’ala berfirman
الم أَحَسِبَ النَّاسُ
أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
” Alif Laam Miin, Apakah manusia mengira bahwa mereka
akan dibiarkan hanya dengan mengatakan ” Kami telah beriman”, dan mereka tidak
di uji. Dan sungguh, Kami telah menguji orang sebelum mereka, maka Allah pasti
mengetahui orang – orang yang benar dan pasti mengetahui orang – orang yang
dusta” ( Qs. Al – Ankabut : 1 sd 3 )
Allah mengkhabarkan pada ayat yang mulia ini, sebuah
sunatullah bagi orang yang mengaku beriman akan di uji, untuk menunjukkan
kejujuran imannya, apakah ia seorang yang jujur atau seorang yang dusta dalam
keimanannya. Maka shidq (jujur) merupakan syarat dari keimanan kepada Allah
Dari Muadz Bin Jabbal Radiyallahu ‘Anhu berkata,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tidaklah seseorang bersaksi
bahwa tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah
akan mengharamkan neraka baginya.” ( HR. Bukhari no. 128 Muslim : 32 )
Disyaratkan pada hadist ini orang yang mengucapkan laa
ilaha illallah yang diharamkan atasnya neraka, bagi orang yang mengucapkannya
yang bersumber dari hati yang jujur.
Syarat Kelima : Mahabbah (
cinta )
Yaitu mencintai kalimat ini dan mencintai kandungan
kalimat ini.
Mahabbah ( cinta ) dibagi menjadi dua :
1.
Mahabbah ( cinta ) yang hukumnya
wajib : Yaitu mahabbah yang seorang tidak dihukumi sebagai seorang muslim
kecuali ada pada dirinya, seperti mencintai Allah, mencintai perkara yang Allah
wajibkan padanya dan meninggalkan apa yang diharamkan baginya. Maka jika
seseorang pada dirinya tidak ada Mahabbah jenis ini secara keseluruhan atau
mahabbah yang tidaklah dikatakan seseorang sebagai seorang muslim kecuali ada
mahabbah tersebut pada dirinya. Adapun jika meremehkan sebagian dari kewajiban
yang bukan termasuk jenis mahabbah yang merupakan syarat sah keislaman
seseorang maka berkuranglah keimanannya sesuai peremahan kewajiban yang ia
lakukan.
2.
Mahabbah ( cinta ) sunnah : Yaitu
cinta yang menjadi pendorong dia melakukan perkara sunnah.
Adapun mahabbah ( cinta ) yang dimaksud disini
adalah mahabah yang merupakan syarat sah keislaman seseorang.
Allah Ta’ala berfirman
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ
آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
” Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan – tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah.” ( QS. Al Baqarah : 165 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa mahabbah (cinta)
syarat Laa Ilaha Illallah adalahbahwasanya mahabbah ( cinta ) adalah
ibadah yang sangat agung, yang seseorang tidaklah dikatakan sebagai orang
beriman kecuali dengannya.
Dari Anas Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tiga perkara yang
jika ada pada diri seseorang akan merasakan manisnya iman, Allah dan
Rasul Nya lebih di cintai dari selain keduanya, tidak mencintai
seseorang kecuali karena Allah, membenci kembali kepada kekafiran setelah
Allah menyelamatkan darinya sebagaimana bencinya jika dimasukkan kedalam
neraka.” ( HR. Bukhari no : 16 dan Muslim no 43 )
Tidaklah seseorang mendapatkan manisnya iman kecuali
mencintai Allah dan Rasul Nya melebihi dari kecintaannya kepada yang lain.
Syarat Keenam : Inqiyad (
tunduk )
Allah Ta’ala berfirman
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ
إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
” Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah,
sedang dia orang yang berbuat kebaikkan maka sesungguhnya dia telah berpegang
kepada buhul ( tali ) yang kokoh “. ( Qs. Luqman : 22 )
Inti ayat ini dijadikan dalil dari inqiyad ( tunduk )
syarat Laa Ilaha Illallah adalah pada perkataan ( berserah
diri kepada Allah وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ ). Jika tidak
ada syarat maka tidak ada yang disyaratkan. Jika seseorang tidak mendatangkan
syarat inqiyad pada dirinya maka tidak ada yang disyaratkan yaitu tidak ada
islam pada dirinya ( islamnya tidak sah )
Syarat Ketujuh : Qabul (
menerima )
Syarat yang ketujuh adalah Qabul ( menerima ), yaitu
menerima kandungan makna yang terkandung dari kalimat ini, dari meniadakan
dengan hati dan lisannya sesembahan selain Allah dan menetapkan hanya Allah
sematalah yang berhak disembah.
Lihatlah pada firman Allah ta’ala,
وَكَذَلِكَ مَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا
إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُون قَالَ أَوَلَوْ
جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا
أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانظُرْ كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ المُكَذِّبِينَ
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu
seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak
mereka”.(Rasul itu) berkata: “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun
aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa
yang kamu dapati bapak – bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami
mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Maka Kami binasakan
mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
itu.” ( QS. Az Zukhruf : 23-25 )
Di jelaskan pada ayat ini bahwasannya mereka menolak
kebenaran yaitu lawan dari syarat Laa ilaha illallah qabul ( menerima )
kebenaran maka Allah mengadzabnya.
Perbedaan Inqiyad ( tunduk ) dan Qabul ( menerima )
Qabul lebih umum dari inqiyad, setiap inqiyad pasti
qabul tidak setiap qabul pasti inqiyad. Atau inqiyad mengikuti dengan perbuatan
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa dari
Allah adalah seperti air hujan lebat yang turun ke tanah. Di antara tanah itu
ada yang subur yang dapat menyimpan air dan menumbuhkan rerumputan. Juga ada
tanah yang tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman), namun dapat menahan air.
Lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia (melalui tanah tadi, pen); mereka
bisa meminumnya, memberikan minum (pada hewan ternaknya, pen) dan bisa
memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Tanah lainnya yang mendapatkan hujan
adalah tanah kosong, tidak dapat menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput
(tanaman). Itulah permisalan orang yang memahami agama Allah dan apa yang aku
bawa (petunjuk dan ilmu, pen) bermanfaat baginya yaitu dia belajar dan
mengajarkannya. Permisalan lainnya adalah permisalan orang yang menolak
(petunjuk dan ilmu tadi, pen) dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR.
Bukhari no. 79 dan Muslim no. 2282 )
Pada hadist ini dijelaskan orang yang tidak menerima
kebenaran secara keseluruhan dengan berpaling dan meninggalkannya maka dialah
orang kafir jika hujah ( penjelasan ) telah tegak padanya. Karena dia tidak
mendatangkan salah satu syarat Laa Ilaha Illallah yaitu Qabul (menerima). (
Silahkan lihat Tanbihaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifat ‘ala Kulli Muslimin wa
Muslimat, Ibrahim Bin Syaikh Sholih Al – Qar’awi : 41 Darus Shamiy, Shahihul
Minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, Faishol Haasidy : 61, Thoriqatul Wusuli ila
Idhoohis stalasatil Ushul syaikh Zaid Al Madkholi : 36-41, Al Qaulul Mufid
Fi Adilatit Tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Whusoby )
Konsekuensi Laa Ilaha Illallah
Yaitu dengan meninggalkan ibadah kepada selain Allah
dari apa – apa yang disembah. Hal ini terdapat pada perkataan kita (
Laa ilaha ) dan beribadah hanya kepada Allah semata, hal ini
terkandung pada kalimat ( Illallah ). Adapun dalil hal ini banyak
sekali diantara nya adalah firman Allah Ta’ala
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
” Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan
menyembah kecuali Dia ” ( Qs. Al Israa : 23 )
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
” Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan Nya dengan sesuatu apapun “ ( Qs. An – Nisa’ : 36 )
( Al Qaulul Mufid Fi Adilatit Tauhid Syaikh Muhammad
Bin Abdul Wahhab Al Whusoby : 34 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar