Doa mukmin yang hidup kepada mukmin yang telah meninggal, Allah jadikan
sebagai doa yang mustajab. Doa anak soleh kepada orang tuanya yang beriman,
yang telah meninggal, Allah jadikan sebagai paket pahala yang tetap mengalir.
Ilmu yang diajarkan oleh seorang guru muslim kepada masyarakat, akan
menjadi paket pahala yang terus mengalir, selama ilmu ini diamalkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ
“Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal:
sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim 1631, Nasai 3651, dan yang
lainnya).
Bahkan ikatan iman ini tetap Allah abadikan hingga hari kiamat. Karena
ikatan iman ini, Allah kumpulkan kembali mereka bersama keluarganya di hari
kiamat.
وَالَّذِينَ
آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ
“Orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka
dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (QS. At-Thur: 21).
Anda yang beriman, orang tua beriman, anak cucu beriman, berbahagialah,
karena insyaaAllah akan Allah kumpulkan kembali di surga.
Banyak Cara untuk Berbakti kepada Orang Tua
Setelah orang tua meninggal, ada banyak cara bagi si anak untuk tetap bisa
berbakti kepada orang tuanya. Mereka tetap bisa memberikan kebaikan bagi orang
tuanya yang telah meninggal, berupa aliran pahala. Dengan syarat, selama mereka
memiliki ikatan iman.
Lebih dari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada
salah seorang sahabat untuk melakukan beberapa amal, agar mereka tetap bisa
berbakti kepada orang tuanya.
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,
بَيْنَا
نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ
بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ
شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا
وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ
الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا
“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika
mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya.
(Bentuknya adalah) menshalatkan mereka, memohonkan ampunan untuk mereka,
memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim
(kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan
memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud 5142 dan Ibnu Majah 3664.
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam
Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Makna ‘menshalatkan mereka’ memiliki dua kemungkinan,
·
Menshalatkan jenazah mereka
·
Mendoakan mereka dengan doa rahmat.
Demikian keterangan as-Sindi yang dikutip Syuaib al-Arnauth dalam Tahqiq
beliau untuk Musnad Imam Ahmad (25/458).
Diantara doa yang Allah perintahkan dalam Al-Quran adalah doa memohonkan
ampunan untuk kedua orang tua kita,
وَقُلْ
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Berdoalah, Ya Allah, berilah rahmat kepada mereka (kedua orang tua),
sebagaimana mereka merawatku ketika kecil.” (QS. Al-Isra: 24)
Ada enam hal yang bisa kita simpulkan bagaimana bentuk berbakti dengan
orang tua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia:
·
Mendo’akan kedua orang tua.
·
Banyak meminta ampunan pada Allah untuk
kedua orang tua.
·
Memenuhi janji mereka setelah meninggal
dunia.
·
Menjalin hubungan silaturahim dengan
keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
·
Memuliakan teman dekat keduanya.
·
Bersedekah atas nama orang tua yang
telah tiada.
Semoga ini bisa kita
amalkan. Selama
masih hidup, disitulah kesempatan terbaik kita untuk berbakti pada orang tua. Karena berbakti pada keduanya adalah jalan
termudah untuk masuk surga.
Pentingnya Menjaga Silaturahmi Sepeninggal Orang Tua
Diantara fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat, ada beberapa anak
yang memiliki hubungan dekat dengan kerabat atau teman dekat orang tuanya. Namun
ketika orang tuanya meninggal, kedekatan ini menjadi pudar, bahkan terkadang
terjadi permusuhan.
Karena itu, salah satu bentuk berbakti kepada orang tua yang tingkatannya
sangat tinggi adalah menjaga hubungan silaturahmi dengan semua keluarga yang
masih kerabat dengan orang tua kita dan orang-orang yang menjadi teman dekat
orang tua.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ
مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ
يُوَلِّيَ
“Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan
dengan orang yang dicintai bapaknya, setelah ayahnya meninggal.” (HR. Muslim no. 2552)
Ibu Tiri (Istri Ayah)
Berbakti kepada ibu kandung merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh anak. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda mengenai
keutamaan ibu:
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya
kepada Nabi:
يا
رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال :
أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال :
أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
“wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?
Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi?
Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih
dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Adapun berbakti kepada ibu tiri maka itu bukanlah kewajiban
seorang anak. Akan tetapi hendaknya seorang anak tetap berbuat baik kepada ibu
tiri.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ
مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ
يُوَلِّيَ
“Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan
dengan orang yang dicintai bapaknya, setelah ayahnya meninggal.” (HR. Muslim no. 2552)
Dan ibu tiri adalah orang yang dicintai bapaknya jadi dia berhak untuk
diperlakukan dengan baik.
Kedudukan Bibi Sama Dengan Ibu
Benar, bahwa bibi kedudukannya sebagaimana
ibu. Yang dimaksud bibi di sini adalah bibi dari ibu. Karena bibi ada 2:
Bibi dari ibu, yang disebut dengan
khalah [arab: الْخَالَةُ]
Bibi dari bapak, yang disebut dengan
‘Ammah [arab: العَمَّة]
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
الخَالَةُ
بِمَنْزِلَةِ الأُمِّ
“Bibi saudara ibu, kedudukannya seperti ibu.” (HR. Bukhari 2699, Abu Daud 2280, dan
yang lainnya).
Dalam riwayat lain, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
الْخَالَةَ وَالِدَةٌ
“Bibi saudara ibu, itu seperti ibu.” (HR. Ahmad 770 dan sanadnya dinilai
hasan oleh Syuaib al-Arnauth).
Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya,
Pertama, yang dimaksud bibi kedudukanya seperti ibu adalah bahwa bibi
lebih berhak untuk mengasuh anak kecil yang ditinggal ibunya. Ini keterangan
al-Hafidz Ibnu Hajar. (Fathul Bari, 7/506)
Kedua, bahwa bibi lebih berhak untuk mendapatkan hak asuh, kebaktian,
penghormatan dari anak, dan yang lainnya, selama tidak diatur secara khusus
dalam syariat, seperti warisan
Ad-Dzahabi menjelaskan hadis ini,
أي
: في البر والإكرام والصلة
Artinya, bibi lebih berhak dalam kebaktian, penghormatan, dan hubungan
kekerabatan.
InsyaaAllah pendapat kedua ini yang lebih kuat, karena didukung oleh
riwayat lain.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ada seseorang yang mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, saya melakukan dosa besar, apakah ada kesempatan taubat
untukku?” tanya sahabat.
“Apakah kamu punya Ibu?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak punya.” Jawab orang ini.
“Kamu punya Bibi?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Punya.” Jawab sahabat.
“Baktikan dirimu kepadanya.” Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Turmudzi 1904 dan dishahihkan al-Albani).
Hadis ini menunjukkan bahwa berbakti kepada khalah, memiliki nilai besar
dan bisa menjadi kaffarah dosa.
Dalil lain yang menunjukkan kedekatan bibi dengan keponakannya adalah
pertanyaan Aisyah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, semua kawanku punya kunyah.”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَاكْتَنِي
بِابْنِكِ عَبْدِ اللَّهِ
“Berkunyah-lah dengan anakmu Abdullah.” (HR. Abu Daud 4972 dan dishahihkan
al-Albani)
Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam putra dari saudarinya, Asma
bintu Abu Bakr. Asma memiliki putra namanya Abdullah bin Zubair. Sehingga
Aisyah berkunyah, Ummu Abdillah.
Hadis “Bibi saudara ibu, itu seperti ibu.” mengisyaratkan bahwa
ketika ibu meninggal, kedekatan kerabat yang penting untuk kita jaga adalah
kedekatan kepada bibi. Karena itu, Imam an-Nawai dalam kitabnya Riyadhus
Sholihin memasukkan hadis ini di bab: Berbakti kepada orang tua dan menyambung
silaturahim.
Bagi siapapun yang ingin maksimal berbakti kepada ibu yang telah meninggal,
dia bisa baktikan dirinya kepada bibi saudara ibu.
Keluarga Teman Dekat Orang Tua.
Bentuk berbakti pada orang tua yang
telah meninggal dunia, salah satunya adalah lewat berbuat baik pada keluarga
dari teman dekat orang tua.
Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘Abdullah bin
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui
bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah
bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta
memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu
Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah
orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin
‘Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku)
Umar bin Al-Khattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ
صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk
berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga
dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim no.
2552)
Dalam riwayat yang lain, Ibnu Dinar
bercerita tentang Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke
Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta apabila ia merasa
jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke
Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar
bertanya kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia
menjawab, “Betul sekali.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya
dan berkata, “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya
(imamahnya) seraya berkata, “Pakailah sorban ini di kepalamu.”
Salah seorang teman Ibnu Umar berkata
kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan
orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan
sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ
الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّىَ
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk
berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga
dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.” Sesungguhnya ayah orang ini
adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).
Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan
(ijma’) kaum muslimin. Lihat Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.
Penutup
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الْوَالِدُ
أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ
احْفَظْهُ
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu
itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6:
445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik
dan paling tinggi untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk
surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat
mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan,
‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling
tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu tersebut adalah
melakukan kewajiban kepada orang tua.’ (Tuhfah Al-Ahwadzi, 6: 8-9).
Kalau orang tua kita masih hidup, manfaatkanlah kesempatan berbakti
padanya walau sesibuk apa pun kita.
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar