Salah satu Nabi yang diutus kepada Bani Israil adalah nabi Daniel.
Jasad Nabi Daniel ditemukan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ariy ketika
berjihad melawan bangsa Tartar di daerah Hurmuzan. Jasad nabi Daniel ditemukan
di baitul mal Hurmuzan dan penduduk Hurmuzan menjelaskan bahwa jasad tersebut
telah meninggal 300 tahun yang lalu, akan tetapi jasadnya masih utuh dan tidak
membusuk sedikit pun. Lalu Abu Musa Al-Asy’ariy mengirim surat kepada Umar bin
Khattab sebagai khalifah saat itu. Umar bin Khattab menjelaskan bahwa itu
adalah jasad nabi Daniel dan memerintahkan untuk menyembunyikan kuburnya.
Diriwayatkan oleh Ibu Abi Syaibah dengan dari sahabat Anas,
عَنْ
أَنَسٍ: أَنَّهُمْ لَمَّا فَتَحُوا تُسْتَرَ قَالَ: ” فَوَجَدَ رَجُلًا أَنْفُهُ
ذِرَاعٌ فِي التَّابُوتِ , كَانُوا يَسْتَظْهِرُونَ وَيَسْتَمْطِرُونَ بِهِ ,
فَكَتَبَ أَبُو مُوسَى إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِذَلِكَ , فَكَتَبَ عُمَرُ:
إِنَّ هَذَا نَبِيٌّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالنَّارُ لَا تَأْكُلُ الْأَنْبِيَاءَ
, وَالْأَرْضُ لَا تَأْكُلُ الْأَنْبِيَاءَ , فَكَتَبَ أَنِ انْظُرْ أَنْتَ
وَأَصْحَابُكَ يَعْنِي أَصْحَابَ أَبِي مُوسَى فَادْفِنُوهُ فِي مَكَانٍ لَا
يَعْلَمُهُ أَحَدٌ غَيْرُكُمَا قَالَ: فَذَهَبْتُ أَنَا وَأَبُو مُوسَى
فَدَفَنَّاهُ
“Tatkala mereka (Abu Musa Al-Asy’Ariy) membuka yang tertutup, mereka
menemukan jasad seseorang yang hidungnya panjang. Penduduk Hurmuzan
ber-isti’anah (minta bantuan) dan meminta hujan dengan perantara jasad
tersebut. Abu Musa segera menulis surat kepada Umar bin Khattab. Umar membalas
surat: ‘Sesungguhnya ini (jasad tersebut) adalah nabi di antara para nabi. Api
tidak akan membakar jasad para Nabi dan bumi tidak akan merusaknya. Hendaklah
engkau dan salah seorang sahabatmu menguburkannya di tempat yang tidak ada
serorang pun yang mengetahuinya kecuali kalian berdua’. Kemudian aku dan Abu
Musa pergi untuk menguburkannya.” [HR. Ibnu Abi Syaibah (4/7) dengan sanad shahih]
Cara menyembunyikan kubur beliau dengan cara para sahabat mengali 13
lubang kubur di sungai (airnya dibendung sementara) lalu menguburkannya pada
salah satu lubang di malam hari sehingga tidak ada yang mengetahui di mana
kubur beliau.
Diriwayatkan Al-Baihaqy dalam Dala-ilun Nubuwwah, “Dari Khalid bin Dinar dari Abu ‘Aliyah,
فَقُلْتُ
لِأَبِي الْعَالِيَةِ: مَا كَانَ فِيهِ؟ فَقَالَ: ” سِيرَتُكُمْ، وَأُمُورُكُمْ،
وَدِينُكُمْ، وَلُحُونُ كَلَامِكُمْ، وَمَا هُوَ كَائِنٌ بَعْدُ ” قُلْتُ: فَمَا
صَنَعْتُمْ بِالرَّجُلِ؟ قَالَ : ” حَفَرْنَا بِالنَّهَارِ ثَلَاثَةَ عَشَرَ
قَبْرًا مُتَفَرِّقَةً، فَلَمَّا كَانَ فِي اللَّيْلِ دَفَنَّاهُ وَسَوَّيْنَا
الْقُبُورَ كُلَّهَا، لِنُعَمِّيَهُ عَلَى النَّاسِ لَا يَنْبُشُونَهُ
“Aku berkata kepada Abu Aliyah, ‘Apa yang kalian lakukan pada jasad nabi
tersebut?’. Abu ‘Aliyah berkata, kami menggali di sungai (airnya dibendung
sementara) sebanyak 13 lubang kubur yang terpisah-pisah. Pada saat malam hari,
kami menguburkannya dan kami ratakan semua kubur tersebut agar manusia tidak
mengetahui dan tidak menggalinya kembali.” [Al-Baihaqy dalam Dala-ilun Nubuwwah (1/381)]
Ahli sejara Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa jasad tersebut adalah nabi
Daniel karena bisa diperkirakan dari waktu kematiannya dan khabar mengenai
kapan masa hidupnya.
وَهُوَ
قَرِيبٌ مِنْ وَقْتِ دَانْيَالَ ، إِنْ كَانَ كَوْنُهُ دَانْيَالَ هُوَ
الْمُطَابِقَ لِمَا فِي نَفْسِ الْأَمْرِ
“Waktunya dekat dengan waktu kehidupan nabi Daniel. Apabila pasti nabi
Daniel mala ini sesuai dengan perkaranya (Lama meninggal dan waktu ditemukan
jasadnya).” [Al-Bidayah wan Nihayah 2/40]
Demikian juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa Umar bin
Khattab menulis surat kepada Abu Musa dan Umar berkata,
إذَا
كَانَ بِالنَّهَارِ فَاحْفِرْ ثَلَاثَةَ عَشَرَ قَبْرًا، ثُمَّ ادْفِنْهُ بِاللَّيْلِ
فِي وَاحِدٍ مِنْهَا، وَعَفِّرْ قَبْرَهُ، لِئَلَّا يَفْتَتِنَ بِهِ النَّاسُ
“Pada siang hari, gali lah 13 lubang kubur, kemudian kuburkan lah pada
malam hari pada salah satu lubang tersebut, sembunyikan kuburnya agar tidak
menjadi fitnah (disembah-sembah dan dikeramatkan) oleh manusia.” [Majmu’ Fatawa 15/154]
Dari kisah ini mengandung beberapa faidah:
1. Kuatnya tauhid pada
sahabat dan mereka sangat khawatir manusia terjatuh dalam kesyirikan yang
merupakan dosa paling besar dan paling dilarang dalam agama.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُ
ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maidah: 72).
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk” (QS. Al Bayyinah: 6).
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ
أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka
amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 88).
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” (QS. An Nisa’:
48).
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” (QS. Lukman: 13).
وَمَنْ
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar.” (QS. An Nisa’: 48).
2. Salah satu sumber
kesyirikan adalah ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap nabi dan orang shalih
sehingga akhirnya dikultuskan, dikeramatkan bahkan dianggap tuhan.
Sifat ghuluw/berlebihan ini juga
sudah diperingatkan
oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:
ﻻَ
ﺗُﻄْﺮُﻭْﻧِﻲْ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻃْﺮَﺕِ ﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﻋِﻴْﺴَﻰ ﺑْﻦَ ﻣَﺮْﻳَﻢَ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺃَﻧَﺎ
ﻋَﺒْﺪٌ، ﻓَﻘُﻮْﻟُﻮْﺍ ﻋَﺒْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ
”Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-
orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah
seorang hamba, maka katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (Utusan
Allah) .” (HR Bukhari dan Muslim)
3. Para sahabat telah
paham bahwa sejarah pertama kesyrikan di muka bumi adalah pada zaman Nabi Nuh.
Patung berhala mereka adalah patung orang-orang shalih sebelum mereka lalu
disembah.
Allah berfirman,
قَالَ
نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ
وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا . وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا. وَقَالُوا لَا
تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ
وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan
telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah
kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar”. Dan
mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan
jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.” (QS. Nuh: 21 – 23).
Ibnu Abbas berkata,
كان
بين نوح وآدم عشرة قرون، كلهم على شريعة من الحق، فاختلفوا، فبعث الله النبيين
مبشرين ومنذرين
”Antara Nuh dan Adam ada 10 generasi. Mereka semua berada di atas syariat
yang benar. Kemudian mereka saling berselisih. Kemudian Allah mengutus para
nabi, sebagai pemberi gambar gembira dan kabar peringatan. (Tafsir At-Thabari 4/275, Mu’assasah
Risalah, syamilah).
Ibnu Abbas juga mengisahkan,
أَسْمَاءُ
رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ
إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِى كَانُوا يَجْلِسُونَ
أَنْصَابًا ، وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى
إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
Mereka adalah nama-nama orang soleh di kalangan kaumnya Nuh. Ketika mereka
meninggal, setan membisikkan kaumnya untuk membuat prasasti di tempat-tempat
peribadatan orang soleh itu. Dan memberi nama prasasti itu sesuai nama orang
soleh tersebut. Merekapun melakukannya. Namun prasasti itu tidak disembah.
Ketika generasi (pembuat prasasti) ini meninggal, dan pengetahuan tentang
prasasti ini mulai kabur, akhirnya prasasti ini disembah. (HR. Bukhari 4920).
Dan nasib orang yang mempelopori
kesyirikan sungguhlah amat pedih. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأَيْتُ
جَهَنَّمَ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا يَجُرُّ قُصْبَهُ فِى
النَّارِ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِب
Aku melihat neraka jahannam sebagiannya saling membakar pada sebagian yang
lain (apinya berkobar-kobar), dan aku melihat ‘Amr (bin Luhay al-Khuza’i)
menarik-narik isi perutnya di dalam neraka. Dan dia adalah orang pertama yang
memberikan persembahan berupa saa’ibah kepada berhala. (HR. al-Bukhari)
4. Para sahabat sangat
paham bahwa telah banyak kubur Nabi yang disembah dan dikultuskan oleh manusia sehinggga
mereka mencegahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻟَﻌَﻦَ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮﺩَ ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ، ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍ ﻗُﺒُﻮﺭَ ﺃَﻧْﺒِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻣَﺴْﺠِﺪًﺍ
“Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani di mana mereka menjadikan kubur
para nabi mereka sebagai masjid” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃَﻻَ
ﻭَﺇِﻥَّ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﺘَّﺨِﺬُﻭﻥَ ﻗُﺒُﻮﺭَ ﺃَﻧْﺒِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ
ﻭَﺻَﺎﻟِﺤِﻴﻬِﻢْ ﻣَﺴَﺎﺟِﺪَ ﺃَﻻَ ﻓَﻼَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭﺍ ﺍﻟْﻘُﺒُﻮﺭَ ﻣَﺴَﺎﺟِﺪَ ﺇِﻧِّﻰ
ﺃَﻧْﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻦْ ﺫَﻟِﻚَ
“Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi
dan orang sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah jadikan kubur
menjadi masjid. Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian ” (HR. Muslim)
5. Kuburan bukan
tempat ibadah. Ziyarah kubur hukumnya sunnah dengan tujuan mengingat mati dan
mendoakan si mayit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻷَﺭْﺽُ
ﻛُﻠُّﻬَﺎ ﻣَﺴْﺠِﺪٌ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﻤَﻘْﺒُﺮَﺓَ ﻭَﺍﻟْﺤَﻤَّﺎﻡَ
“Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk shalat) kecuali kuburan
dan tempat pemandian” (HR. Tirmidzi, shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
ﻻَ
ﺗُﺼَﻠُّﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻘُﺒُﻮﺭِ ﻭَﻻَ ﺗَﺠْﻠِﺴُﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ
“Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﺟْﻌَﻠُﻮﺍ
ﻣِﻦْ ﺻَﻼَﺗِﻜُﻢْ ﻓِﻰ ﺑُﻴُﻮﺗِﻜُﻢْ ﻭَﻻَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭﻫَﺎ ﻗُﺒُﻮﺭًﺍ
“Jadikanlah shalat (sunnah) kalian di rumah kalian dan jangan
menjadikannya seperti kuburan ” (HR. Muslim)
Demikian semoga bermanfaat
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar