Seorang wanita terkadang keluar angin seperti kentut dari vaginanya. Hal ini sering menimbulkan keraguan apakah itu
membatalkan wudhunya atau tidak.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum angin yang keluar dari qubul (vagina) wanita, apakah membatalkan wudhu ataukah tidak. Ada 2 pendapat di dalam hal ini:
Pertama, keluar angin dari qubul wanita bisa membatalkan wudhu sebagaimana yang
keluar dari dubur.
Ini merupakan pendapat Syafiiyah dan Hambali.
An-Nawawi mengatakan,
الخارج
من قبل الرجل أو المرأة أو دبرهما ينقض الوضوء ، سواء كان غائطا أو بولا أو ريحا
أو دودا أو قيحا أو دما أو حصاة أو غير ذلك ، ولا فرق في ذلك بين النادر والمعتاد
، ولا فرق في خروج الريح بين قبل المرأة والرجل ودبرهما ، نص عليه الشافعي رحمه
الله في الأم ، واتفق عليه الأصحاب
Yang keluar dari qubul atau dubur lelaki dan wanita, menyebabkan batal
wudhu. Baik bentuknya fases, air kencing, angin, cacing, nanah, darah, kerikil
atau benda apapun lainnya. Tidak dibedakan antara yang sering mengalaminya atau
yang jarang-jarang. Dan tidak dibedakan antara yang keluar dari qubul wanita
atau lelaki atau yang keluar melalui duburnya. Demikian yang ditegaskan
as-Syafii – rahimahullah – dalam al-Umm dan disepakati oleh ulama madzhab
Syafiiyah. (al-Majmu’, 2/4).
Ibnu Qudamah mengatakan,
نقل
صالح عن أبيه في المرأة يخرج من فرجها الريح : ما خرج من السبيلين ففيه الوضوء .
وقال القاضي : خروج الريح من الذكر وقبل المرأة ينقض الوضوء
Sholeh meriwayatkan dari ayahnya – Imam Ahmad – tentang wanita yang
mengeluarkan angin dari farjinya. Lalu beliau memberi kaidah, ‘Semua yang
keluar dari dua dalam membatalkan wudhu.’ Al-Qadhi – Abu Ya’la al-Farra’ –
bahwa keluarnya angin dari kemaluan lelaki dan qubul wanita bisa membatalkan
wudhu. (al-Mughni, 1/125).
Kedua, angin yang keluar dari qubul tidak membatalkan wudhu.
Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Malikiyah serta Ibnu Hazm dan selainnya.
Mereka beralasan bahwa Dhuroth (kentut dengan suara) dan Fusa' (kentut
tanpa suara / diam-diam) adalah suatu nama untuk angin yang keluar dari dubur.
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin –Hanafiyah – dinyatakan,
لا
ينقض – خروجُ ريح مِن قُبُل وَذَكر ؛ لأنه اختلاج ؛ أي ليس بريح حقيقة ، ولو كان
ريحا فليست بمنبعثة عن محل النجاسة فلا تنقض
Tidak membatalkan wudhu – yaitu keluarnya angin dari qubul dan kemaluan
lelaki. Karena terjadi secara refleks, artinya bukan kentut yang sejatinya.
Jikapun yang keluar adalah angin, itu tidak muncul dari tempat fases, sehingga
tidak membatalkan wudhu. (Rad al-Muhtar, 1/136).
Selanjutnya, dalam as-Syarh al-Kabir – Malikiyah – dinyatakan,
إذا
خرج الخارج المعتاد من غير المخرجين ، كما إذا خرج من الفم ، أو خرج بول من دبر ،
أو ريح من قبل، ولو قبل امرأة ، أو من ثقبة ، فإنه لا ينقض
Ketika benda umumnya keluar dari badan manusia itu keluar dari selain
tempatnya, seperti keluar dari mulut atau air kencing keluar dari dubur, atau
angin yang keluar qubul, termasuk qubul wanita, atau dari pori-pori, maka ini
tidak membatalkan wudhu. (as-Syarh al-Kabir ma’a Hasyiyah ad-Dasuqi, 1/118).
Dari penjelasan di atas, kita bisa memahami titik perbedaan antara
Syafiiyah dan Hambali, dengan Hanafiyah dan Malikiyah, dan menilai naji yang
keluar dari tubuh manusia.
[1] Menurut Syafiiyah dan Hambali, yang menjadi acuan adalah tempat
keluarnya (al-Makhraj). Selama benda itu keluar dari lubang kemaluan depan dan
belakang, maka membatalkan wudhu. Terlepas dari apapun benda yang keluar.
Bahkan termasuk darah, cacing atau kelerang yang keluar dari dubur atau qubul.
[2] Sementara menurut Hanafiyah dan Malikiyah, benda yang keluar dari
tempat keluarnya (ma kharaja minal makhraj). Air kencing keluar dari jalan
depan, dan fases keluar dari dubur. Namun jika keluarnya dari mulut atau darah
keluar dari dubur, maka ini tidak membatalkan wudhu.
Ada satu hadis yang bisa kita jadikan sebagai acuan dalam memilih pendapat
yang paling mendekati. Hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا
وُضُوءَ إِلَّا مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيحٍ
La Wudhu-a illa min Shoutin au Riihin
Tidaklah membatalkan wudhu – karena kentut – kecuali jika ada suara atau
ada angin. (HR. Ahmad 10093, Turmudzi 74 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dalam hadis ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keluar
angin, tanpa menyebutkan apakah dari jalan kemaluan depan atau belakang.
Juga berdasarkan hadits shahih berikut ini:
عَنْ
أبي هريرة رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " لا يَقْبَلُ الله صَلاةَ أحَدكُمْ إذَا أحْدَثَ حَتَى يَتَوضًأ
" متفق عليه، واللفظ لمسلم
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Allah tidaklah menerima sholat salah seorang diantara kalian apabila
ia ber-hadats sehingga ia berwudhu." (HR. Bukhari dan Muslim. Dan ini lafazh yg diriwayatkan oleh Muslim)
Dan di dalam riwayat Bukhari disebutkan:
قال
رجل من حضرموت : ما الحدث يا أبا هريرة ؟ قال : فساء أو ضراط
.
"Ada seorang lelaki dari Hadramaut bertanya, "Wahai Abu
Hurairah, apa itu hadats?" Beliau jawab: "Fusa' (kentut diam-diam
tanpa suara) atau Dhuroth (kentut pakai suara)."
Karena itu, sebagai dalam rangka mengambil sikap lebih hati-hati, kita
menilai bahwa pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat Syafiiyah
dan Hambali, yaitu wudhunya batal.
Akan tetapi, hendaknya seorang wanita muslimah tidaklah merasa telah batal
wudhunya kecuali jika telah merasa yakin bahwa angin benar-benar telah keluar
dari lubang vaginanya. Adapun perasaan ragu-ragu dalam hal ini, maka hendaknya
ia memegang sesuatu yang yakin, yaitu ia tetap dalam keadaan bersuci dan tidak
membatalkan sholatnya jika ia dalam keadaan sholat.
Hal ini berdasarkan hadits yang shahih, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah memberi fatwa kepada seorang Sahabat yang ragu-ragu,
apakah dia kentut dalam shalat ataukah tidak,
لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى
يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدُ رِيْحًا
“Jangan dia memutuskan shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium
bau.”
(HR. Bukhari dan Muslim dari jalan Abdullah bin Zaid radhiyallahu anhu).
Jika Terus-menerus, Ada Udzur
Hanya saja, ada 2 catatan yang perlu diperhatikan,
[1] jika ini terjadi secara terus-menerus, bahkan setiap kali bergerak
membungkuk atau bangkit, terkadang keluar angin dari qubul wanita, maka dalam
kondisi ini dia memiliki udzur.
Syaikh Muhammad al-Mukhtar as-Syinqithi membahas masalah angin yang keluar
dari qubul wanita, beliau lebih memilih pendapat yang mengatakan bahwa angin
ini membatalkan wudhu. Kemudian beliau memberi catatan,
إذا
أصبح مع المرأة على وجه يتعذر عليها ، أو تحصل لها المشقة والعنت ؛ فحينئذٍ تكون
في حكم المستحاضة ، كما لو خرج معها الدم واسترسل في الاستحاضة ؛ فإنها تتوضأ
لدخول وقت كل صلاة ، ولا تبالي بعد ذلك بخروج الريح منها، كما لو كان بها سلس
الريح من الدبر
Ketika wanita mengalami kondisi yang menyebabkan dia memiliki udzur atau
mengalami kesulitan untuk menghindarinya maka dalam kondisi itu dia dihukumi
seperti wanita istihadhah. Sebagaimana ketika terus keluar darah pada saat
istihadhah. Dia bisa berwudhu setiap kali masuk waktu shalat, selanjutnya
setelah itu, dia tidak perlu pedulikan adanya angin yang keluar, sebagaimana
orang yang terkena penyakit selalu kentut atau selalu beser. (Syarh Zadul
Mustqnai’)
[2] Terjadi was-was sering merasa seolah ada angin yang keluar, sehingga
bisa menimbulkan was-was.
Bisa jadi ini hanya gangguan setan, dan sebenarnya dia tidak keluar angin
dari qubulnya. Karena itu, kondisi yang mengganggu ini dianggap tidak ada.
Demikian, Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar