Segala puji yang
disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita
berikan kepada-Nya Robbul
‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Kaum muslimin
sepakat bahwa shalat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya, dalilnya adalah
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا
مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”. [ QS. An Nisa’ (4)
: 103]
Berikut penjelasan
waktu-waktu shalat.
Shalat Zhuhur
Secara bahasa
Zhuhur berarti waktu Zawal yaitu waktu tergelincirnya matahari (waktu matahari
bergeser dari tengah-tengah langit) menuju arah tenggelamnya (barat).
Shalat zhuhur
adalah shalat yang dikerjakan ketika waktu zhuhur telah masuk. Shalat zhuhur
disebut juga shalat Al Uulaa (الأُوْلَى) karena shalat yang pertama kali dikerjakan Nabi Shallallahu
‘alaihi was sallam bersama Jibril ‘Alaihis salam. Disebut
juga shalat Al Hijriyah (الحِجْرِيَةُ) (Berdasarkan hadits riwayat Al Bukhari No. 541)
Awal Waktu Shalat Zhuhur
Awal waktu zhuhur
adalah ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju arah
tenggelamnya (barat). Hal ini merupakan kesepakatan seluruh kaum muslimin,
dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam dari
sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ
الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ……..
“Waktu Shalat
Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya)
hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu
‘Ashar……….”. [HR. Muslim No.
612]
Akhir Waktu Shalat Zhuhur
Para ulama
bersilisih pendapat mengenai akhir waktu zhuhur namun pendapat yang lebih tepat
dan ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama adalah hingga panjang
bayang-bayang seseorang semisal dengan tingginya (masuknya waktu ‘ashar). Dalil
pendapat ini adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam dari
sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu di atas.
Catatan :
Waktu shalat zhuhur
dapat diketahui dengan menghitung waktu yaitu dengan menghitung waktu antara
terbitnya matahari hingga tenggelamnya maka waktu zhuhur dapat diketahui dengan
membagi duanya.
Disunnahkan Hukumnya Menyegerakan Shalat
Zhuhur di Awal Waktunya
Hal ini berdasarkan
hadits Jabir bin Samuroh radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى الظُّهْرَ
إِذَا دَحَضَتِ الشَّمْسُ
“Nabi Shallallahu
‘alaihi was sallam biasa mengerjakan shalat zhuhur ketika matahari telah tergelincir”. [HR. Muslim No. 618]
Disunnahkan Hukumnya Mengakhirkan Shalat
Zhuhur Jika Sangat Panas
Hal ini berdasarkan
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اشْتَدَّ
الْبَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ ، وَإِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ أَبْرَدَ
بِالصَّلاَةِ
“Nabi Shallallahu
‘alaihi was sallam biasanya jika keadaan sangat dingin beliau menyegerakan shalat
dan jika keadaan sangat panas/terik beliau mengakhirkan shalat”. [HR. Bukhari No. 906 dan Muslim No. 615]
Batasan dingin berbeda-beda sesuai keadaan selama tidak
terlalu panjang hingga mendekati waktu akhir shalat.
Shalat ‘Ashar
‘Ashar secara
bahasa diartikan sebagai waktu sore hingga matahari memerah yaitu akhir dari
dalam sehari.
Shalat ‘ashar
adalah shalat ketika telah masuk waktu ‘ashar, shalat ‘ashar ini juga disebut shalat
woshtho (الوُسْطَى).
Awal Waktu Shalat ‘Ashar
Jika panjang
bayangan sesuatu telah semisal dengan tingginya (menurut pendapat jumhur
ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ
الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ
تَصْفَرَّ الشَّمْسُ…….
“Waktu Shalat
Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya)
hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘ashar
dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………”. [HR. Muslim No. 612]
Akhir Waktu Shalat ‘Ashar
Hadits-hadits
tentang masalah akhir waktu ‘ashar seolah-olah terlihat saling bertentangan.
·
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin
‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu ketika Jibril ‘alihissalam menjadi
imam bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam,
جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ
فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ
فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ
الْعَصْرَ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ……مَا بَيْنَ هَذَيْنِ
وَقْتٌ كُلُّهُ
“Jibril mendatangi
Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tergelincir
ke arah tenggelamnya kemudian dia mengatakan, “Berdirilah wahai Muhammad
kemudian shalat zhuhur lah. Kemudian ia diam hingga saat panjang bayangan
seseorang sama dengan tingginya. Jibril datang kemudian mengatakan, “Wahai
Muhammad berdirilah shalat ‘ashar lah”. Kemudian ia diam hingga matahari tenggelam………….diantara
dua waktu ini adalah dua waktu shalat seluruhnya”. [HR. Nasa’i No. 526]
·
Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin
‘Amr radhiyallahu ‘anhu,
وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ
·
Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ
الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa yang
mendapati satu raka’at shalat ‘ashar sebelum matahari tenggelam maka ia telah
mendapatkan shalat ‘ashar”. [HR. Bukhari No. 579 dan Muslim No. 608]
Kompromi dalam
memahami ketiga hadits yang seolah-olah saling bertentangan ini adalah :
Hadits tentang shalat
Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam dan Jibril ‘Alaihissalam dipahami
sebagai penjelasan tentang akhir waktu terbaik dalam melaksanakan shalat
‘ashar. Adapun hadits ‘Abdullah bin ‘Amr dipahami sebagai penjelasan atas waktu
pelaksanaan shalat ‘ashar yang masih boleh. Sedangkan waktu hadits Abu Hurairah
sebagai penjelasan tentang waktu pelaksanaan shalat ‘ashar jika terdesak
artinya makruh mengerjakan shalat ‘ashar pada waktu ini kecuali bagi orang yang
memiliki udzur maka mengerjakan shalat ‘ashar pada waktu itu hukumnya tidak
makruh. Allahu a’lam.
Disunnahkan Hukmnya Menyegerakan Shalat ‘Ashar
Hal ini berdasarkan
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan
dari Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى
الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi was sallam sering melaksanakan shalat ‘ashar ketika matahari masih
tinggi”. [HR. Bukhari No. 550 dan Muslim No. 621]
Sunnah ini lebih
dikuatkan ketika mendung, hal ini berdasarkah hadits yang diriwayatkan dari
Sahabat Abul Mulaih radhiyallahu ‘anhu. Dia mengatakan,
كُنَّا مَعَ بُرَيْدَةَ فِى غَزْوَةٍ فِى يَوْمٍ ذِى غَيْمٍ
فَقَالَ بَكِّرُوا بِصَلاَةِ الْعَصْرِ فَإِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم –
قَالَ « مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Kami bersama
Buraidah pada saat perang di hari yang mendung. Kemudian ia mengatakan,
“Segerakanlah shalat ‘ashar karena Nabi Shallallahu ‘alaihi was
sallam mengatakan, “Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘ashar maka
amalnya telah batal”. [HR. Bukhari No. 553]
Hadits ini juga
menunjukkan betapa bahayanya meninggalkan shalat ‘ashar.
Shalat Maghrib
Secara bahasa
maghrib berarti waktu dan arah tempat tenggelamnya matahari. Shalat maghrib
adalah shalat yang dilaksanakan pada waktu tenggelamnya matahari.
Awal Waktu Shalat Maghrib
Kaum Muslimin
sepakat awal waktu shalat maghrib adalah ketika matahari telah tenggelam hingga
matahari benar-benar tenggelam sempurna.
Akhir Waktu Shalat Maghrib
Para ulama
berselisih pendapat mengenai akhir waktu maghrib.
Pendapat pertama
mengatakan bahwa waktu maghrib hanya merupakan satu waktu saja yaitu sekadar
waktu yang diperlukan orang yang akan shalat untuk bersuci, menutup aurot,
melakukan adzan, iqomah dan melaksanakan shalat maghrib. Pendapat ini adalah
pendapat Malikiyah, Al Auza’i dan Imam Syafi’i. Dalil pendapat ini adalah
hadits yang diriwayatkan dari Jabir ketika Jibril mengajarkan Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam shalat,
ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَقْتًا
وَاحِدًا لَمْ يَزُلْ عَنْهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ…..
“Kemudian Jibril
mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tenggelam
(sama dengan waktu ketika Jibril mengajarkan shalat kepada Nabi pada hari
sebelumnya) kemudian dia mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah laksanakanlah shalat
maghrib………..”. [HR. Nasa’i No. 526]
Pendapat kedua
mengatakan bahwa akhir waktu maghrib adalah ketika telah hilang sinar merah
ketika matahari tenggelam. Pendapat ini adalah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri,
Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Mahzab Hanafi serta sebahagian mazhab Syafi’i dan
inilah pendapat yang dinilai tepat oleh An Nawawi rohimahumullah. Dalilnya
adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,
….وَقْتُ صَلاَةِ
الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ…..
“Waktu shalat
maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari tenggelam”. [HR. Muslim No. 612]
Pendapat inilah
yang lebih tepat Allahu a’lam.
Disunnahkan Menyegerakan Shalat Maghrib
Hal ini berdasarkan
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam dari Sahabat ‘Uqbah
bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu,
لاَ تَزَالُ أُمَّتِى بِخَيْرٍ – أَوْ قَالَ عَلَى الْفِطْرَةِ
– مَا لَمْ يُؤَخِّرُوا الْمَغْرِبَ إِلَى أَنْ تَشْتَبِكَ النُّجُومُ
“Umatku akan
senantiasa dalam kebaikan (atau fithroh) selama mereka tidak mengakhirkan waktu
shalat maghrib hingga munculnya bintang (di langit)”. [HR. Abu Dawud No. 414]
Shalat ‘Isya’
‘Isya’ adalah
sebuah nama untuk saat awal langit mulai gelap (setelah maghrib) hingga
sepertiga malam yang awal. Shalat ‘isya’ disebut demikian karena dikerjakan
pada waktu tersebut.
Awal Waktu Shalat ‘Isya’
Para ulama sepakat
bahwa awal waktu shalat ‘isya’ adalah jika telah hilang sinar merah di langit.
Akhir Waktu Shalat ‘Isya’
Para ulama’
berselisih pendapat mengenai akhir waktu shalat ‘isya’.
Pendapat pertama
mengatakan bahwa akhir waktu shalat ‘isya’ adalah sepertiga malam. Ini adalah
pendapatnya Imam Syafi’i dalam al Qoul Jadid, Abu Hanifah dan pendapat yang
masyhur dalam mazhab Maliki. Dalilnya adalah hadits ketika Jibril mengimami shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
….ثُمَّ جَاءَهُ
لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ…..
“……Kemudian Jibril
mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam untuk melaksanakan shalat
‘isya’ ketika sepertiga malam yang pertama………..”. [HR. Nasa’i No. 526]
Pendapat kedua
mengatakan bahwa akhir waktu shalat ‘isya’ adalah setengah malam. Inilah
pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Mazhab Hanafi
dan Ibnu Hazm rohimahumullah. Dalil pendapat ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,
…وَقْتُ صَلاَةِ
الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ….
“Waktu shalat
‘isya’ adalah hingga setengah malam”. [HR. Muslim No. 612]
Pendapat ketiga
mengatakan bahwa akhir waktu shalat ‘isya’ adalah ketika terbit fajar shodiq.
Inilah pendapatnya ‘Atho’, ‘Ikrimah, Dawud Adz Dzohiri, salah satu riwayat dari
Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Ibnul Mundzir Rohimahumullah. Dalilnya
adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu,
…إِنَّمَا
التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِىءَ وَقْتُ
الصَّلاَةِ الأُخْرَى….
“Hanyalah
orang-orang yang terlalu menganggap remeh agama adalah orang yang tidak
mengerjakan shalat hingga tiba waktu shalat lain”. [HR. Muslim No. 681]
Pendapat yang tepat
menurut Syaukani dalam masalah ini adalah akhir waktu shalat ‘isya’ yang
terbaik adalah hingga setengah malam berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr
sedangkan batas waktu bolehnya mengerjakan shalat ‘isya’ adalah hingga terbit
fajar berdasarkan hadits Abu Qotadah. Sedangkan pendapat yang dinilai lebih
kuat menurut Penulis Shahih Fiqh Sunnah adalah setengah malam jika hadits Anas
adalah hadits yang tidak shohih.
Disunnahkan Mengakhirkan Shalat ‘Isya’
Hal ini berdasarkan
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ أَنْ
يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ
“Jika sekiranya
tidak memberatkan ummatku maka akan aku perintah agar mereka mengakhirkan shalat
‘isya’ hingga sepertiga atau setengah malam”. [HR. Tirmidzi No.
167, Ibnu Majah No. 691]
Akan tetapi hal ini
tidak selalu dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, sebagaimana
dalam hadits yang lain,
وَالْعِشَاءُ أَحْيَانًا يُقَدِّمُهَا ، وَأَحْيَانًا
يُؤَخِّرُهَا : إذَا رَآهُمْ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ ، وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا
أَخَّرَ
“Terkadang (Nabi)
menyegerakan shalat isya dan terkadang juga mengakhirkannya. Jika mereka telah
terlihat terkumpul maa segerakanlah dan jika terlihat (lambat datang ke
masjid)”. [HR. Bukhari No. 560, Muslim No. 233]
Dimakruhkan Tidur Sebelum Shalat ‘Isya’ dan Berbicara yang
Tidak Perlu Setelahnya
Hal ini berdasarkan
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam membenci tidur sebelum shalat ‘isya’ dan melakukan
pembicaraan yang tidak berguna setelahnya”. [HR. Bukhari No.
568, Muslim No. 237]
Shalat Shubuh/Fajar
Fajar secara bahasa
berarti cahaya putih. Shalat fajar disebut juga sebagai shalat shubuh dan shalat ghodah.
Fajar ada dua jenis
yaitu fajar pertama (fajar kadzib) yang merupakan pancaran sinar putih yang
mencuat ka atas kemudian hilang dan setelah itu langit kembali gelap.
Fajar kedua adalah
fajar shodiq yang merupakan cahaya putih yang memanjang di arah ufuk, cahaya
ini akan terus menerus menjadi lebih terang hingga terbit matahari.
Awal Waktu Shalat Shubuh/Fajar
Para ulama sepakat
bahwa awal waktu shalat fajar dimulai sejak terbitnya fajar kedua/fajar shodiq.
Akhir Waktu Shalat Shubuh/Fajar
Para ulama juga
sepakat bahwa akhir waktu shalat fajar dimulai sejak terbitnya matahari.
Disunnahkan Menyegerakan Waktu Shalat Shubuh/Fajar Pada Saat Keadaan Gholas (Gelap yang
Bercampur Putih)
Jumhur ulama’
berpendapat lebih utama melaksanakan shalat fajar pada saat gholas dari pada
melaksanakannya ketika ishfar (cahaya putih telah semakin terang). Diantara
ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad,
Ishaq dan Abu Tsaur rohimahumullah. Diantara dalil mereka adalah hadits yang
diriwayatkan dari Anas bin Malik,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – غَزَا خَيْبَرَ ،
فَصَلَّيْنَا عِنْدَهَا صَلاَةَ الْغَدَاةِ بِغَلَسٍ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi was sallam berperang pada perang Khoibar, maka kami shalat
ghodah (fajar) di Khoibar pada saat gholas”. [HR. Bukhari No. 371, Muslim No. 1365]
Demikianlah
pembahasan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat. Amin
Diringkas dari
Kitab Shohih Fiqh Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin Said
Salim hal. 237-249/I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar