Di tengah kelesuan dan keterpurukan ekonomi
nasional, datanglah sebuah sistem bisnis yang banyak menjanjikan kesuksesan dan
keberhasilan serta menawarkan kekayaan dalam waktu yang singkat. Sistem ini
yang kemudian dikenal dengan istilah Multi Level Marketing (MLM) atau
Networking Marketing.
Banyak orang yang bergabung ke dalamnya, baik
dari kalangan orang-orang awam ataupun dari kalangan para penuntut ilmu.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah bisnis dengan model semacam ini
diperbolehkan secara syar’i ataukah tidak? Sebuah permasalahan yang tidak mudah
untuk menjawabnya, karena ini adalah masalah baru yang belum pernah disebutkan
secara langsung dalam literatur para ulama’ kita.
Namun Alhamdulillah Allah telah
menyempurnakan syariat islam ini untuk bisa menjawab semua permasalahan yang
akan terjadi sampai besok hari kiamat dengan berbagai nash dan kaedah-kaedah
umum tentang masalah bisnis dan ekonomi.
Ø
Kaedah
Penting Bagi Pelaku Bisnis
Ada dua kaedah yang sangat penting untuk bisa
memahami hampir seluruh permasalahan yang berhubungan dengan hukum islam,
sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Qoyyim:
“Pada dasarnya semua ibadah hukumnya haram
kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum
transaksi dan mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarang.”
(Lihat I’lamul Muwaqqi’in 1/344)
Dalil ibadah adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Aisyah:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan sesuatu yang
tidak ada contohnya dari kami, maka akan tertolak.” (HR.
Muslim 1718)
Adapun dalil masalah mu’amalah adalah firman
Allah Ta’ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ
لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia lah Allah yang telah menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu.” (Qs. Al Baqarah: 29)
Lihat Ilmu Ushul Al Bida’ oleh
Syaikh Ali Hasan Al Halabi, Al Qowa’id Al Fiqhiyah oleh
Syaikh As Sa’di hal: 58.
Oleh karena itu apapun nama dan model bisnis
tersebut pada dasarnya dihukumi halal selagi dilakukan atas dasar suka rela dan
tidak mengandung salah satu unsur keharaman. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Qs. Al Baqarah: 275)
juga firman Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.” (Qs.
An Nisa’: 29)
Adapun hal-hal yang bisa membuat sebuah transaksi
bisnis itu menjadi haram adalah:
1.
Riba
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله
صلى الله عليه و سلم : الرِّبَا ثَلاَثٌ
وَ سَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ،
Dari
Abdullah bin Mas’ud berkata: Rasulullah bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan
adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri.” (HR.
Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375)
Dalam
riwayat al-Hakim ada tambahan:
وَ إِنَّ أَرْبَى
الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِم
“Dan
riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang Muslim”
2.
Ghoror
(adanya spekulasi yang tinggi) dan jahalah (adanya sesuatu yang tidak jelas)
عن أبي هريرة رضي
الله عنه قال : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ
الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dari
Abu Hurairah berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar” (HR. Muslim 1513)
3.
Penipuan
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ
بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ
السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ
يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
Dari
Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya,
kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya,
“Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut
terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak
meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah,
barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim no. 102,
Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)
4.
Perjudian
atau adu nasib
Firman
Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khomer, berjudi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbutan syaithan, maka
jauhilah.” (Qs. Al Maidah: 90)
5.
Kedhaliman
Sebagaimana
firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil.” (Qs. An Nisa’: 29)
6.
Yang
dijual adalah barang haram
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله
صلى الله عليه و سلم : إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ
عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
Dari
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila
mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan
harganya.” (HR. Abu Dawud 3477, Baihaqi 6/13 dengan sanad shahih)
Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad Imam
Ibnul Qoyyim 5/746, Taudlihul Ahkam Syaikh
Abdullah Alu Bassam 2/233, Ar Roudloh An Nadiyah 2/345, Al Wajiz Syaikh Abdul Adlim Al Badawi (hal: 332)
Ø
Sekilas
Tentang MLM
Pengertian MLM
Secara umum Multi Level Marketing adalah
suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi
yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan
istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah), orang akan
disebut up line jika mempunyai down line. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan
dengan jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horisontal
kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya. (Lihat All about MLM oleh Benny Santoso hal: 28, Hukum Syara’ MLM oleh Hafidl Abdur Rohman, M.A.)
Kilas Balik Sejarah MLM
Akar dari MLM tidak bisa dilepaskan dari
dengan berdirinya Amway Corporation dan produknya Nutrilite yang berupa makanan
suplemen bagi diet agar tetap sehat. Konsep ini dimulai pada tahun 1930 oleh
Carl Rehnborg, seorang pengusaha Amerika yang tinggal di Cina pada tahun
1917-1927. Setelah tujuh tahun melakukan eksperimen akhirnya dia berhasil
menemukan makanan suplemen tersebut dan memberikan hasil temuannya kepada
teman-temannya. Tatkala mereka ingin agar dia menjualnya pada mereka, Rehnborg
berkata: “Kamu yang menjualnya kepada teman-teman kamu, dan saya akan
memberikan komisi padamu.”
Inilah praktek awal MLM, yang singkat cerita
selanjutnya, perusahaan Rehnborg ini yang sudah bisa merekrut 15.000 tenaga
penjualan dari rumah ke rumah dilarang beroperasi oleh pengadilan pada tahun
1951, karena mereka melebih-lebihkan peran dari makanan tersebut. Yang mana hal
ini membuat Rich DeVos dan Jay Van Andel Distrobutor utama pruduk nutrilite
tersebut yang sudah mengorganisasi lebih dari 2000 distributor mendirikan
American Way Association yang akhirnya berganti nama menjadi Amway. (Lihat All About MLM hal: 23)
Sistem Kerja MLM
Secara global sistem bisnis MLM dilakukan
dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen
dan member dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Adapun secara terperinci
bisnis MLM dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mula-mula
pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member , dengan cara
mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan harga
tertentu.
2. Dengan
membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir
keanggotaan (member) dari perusahaan.
3. Sesudah
menjadi member maka tugas berikutnya adalah mencari calon member-member baru
dengan cara seperti diatas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi
formulir keanggotaan.
4. Para
member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi dengan cara
seperti diatas yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir
keanggotaan.
5. Jika
member mampu menjaring member-member baru yang banyak, maka ia akan men-dapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka semakin
banyak pula bonus yang akan didapatkan karena perusahaan merasa diuntungkan
oleh banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan.
6.
Dengan
adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk
perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua dan seterusnya
akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan karena perusahaan
merasa diuntungkan dengan adanya member-member baru tersebut.
Diantara perusahaan MLM, ada yang melakukan
kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal diperusahaan
tersebut, dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar hampir seratus persen
dalam setiap bulannya. (Lihat Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa
MUI DKI Jakarta hal: 285-287)
Ada beberapa perusahaan MLM lainnya yang mana
seseorang bisa menjadi membernya tidak harus dengan menjual produk perusahaan
namun cukup dengan mendaftarkan diri dengan membayar uang pendaftaran,
selanjutnya dia bertugas mencari anggota lainnya dengan cara yang sama, semakin
banyak angotanya maka akan semakin banyak bonus yang diperoleh dari perusahaan
tersebut.
Kesimpulanya, memang ada sedikit perbedaan
pada sistem setiap perusahaan MLM, namun semuanya berinti pada mencari anggota
lalu dia bertugas mencari anggota lainnya, semakin banyak anggotanya akan
semakin banyak bonus yang diperolehnya.
Ø
Hukum
Syar’i Bisnis MLM
Beragamnya bentuk bisnis MLM membuat sulit
untuk menghukumi secara umum, namun ada beberapa sistem MLM yang jelas
keharamannya, yaitu yang menggunakan sistem sebagai berikut:
1. Menjual
barang-barang yang diperjual belikan dalam sistem MLM dengan harga yang jauh
lebih tinggi dari harga yang wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak
langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga barang yang dibebankan kepada
pihak pembeli sebagai sharing modal dalam akad syirkah mengingat pihak pembeli
sekaligus akan menjadi member perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan
mendapatkan keuntungan secara estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM
mengandung unsur kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual
beli, syirkah sekaligus mudlorobah, karena pihak pembeli sesudah menjadi member
juga berfungsi sebagai pekerja yang akan memasarkan produk perusahaan kepada
calon pembeli atau member baru. (Lihat Fiqih Indonesia hal:
288)
2. Calon
anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan
ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak
dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus.
Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan
dicabut dan uangnya pun hangus. Ini diharamkan karena unsur ghoror (Spekulasi)
nya sangat jelas dan ada unsur kedloliman terhadap anggota.
3. Calon
anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk
membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota
baru dengan cara seperti diatas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin
banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini adalah bentuk riba karena
menaruh uang diperusahaan tersebut kemudian mendapatkan hasil yang lebih
banyak.
4.
Mirip
dengan yang sebelumnya yaitu perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring
dana dari masyarakat untuk menanamkan modal di situ dengan janji akan diberikan
bunga dan bonus dari modalnya. Ini adalah haram karena ada unsur riba.
5. Perusahaan
MLM yang melakukan manipulasi dalam memperdagangkan produknya, atau memaksa
pembeli untuk mengkonsumsi produknya atau yang dijual adalah barang yang haram.
Maka MLM tersebut jelas keharamannya. Namun ini tidak cuma ada pada sebagian
MLM tapi bisa juga pada bisnis model lainnya.
Sedangkan Orang Yang Bergabung Dengan MLM Ada Tiga Macam:
a.
Seseorang yang murni bertujuan untuk menjadi perantara
antara produsen dan konsumen (agen) dengan sistem MLM.
Perantara ini tidak dapat
menjualkan produk sebagaimana layaknya perantara dalam sistem marketing biasa,
yaitu barang diambil terlebih dahulu berdasarkan kepercayaan kemudian ia
mendapat upah sekian persen dari hasil penjualan. Akan tetapi, ia diharuskan
terlebih dahulu membeli salah satu produk tersebut.
Proses ini jelas dilarang dalam
Islam karena terdapat dua akad dalam satu akad.
Dan tujuan di balik persyaratan
perantara harus membeli salah satu produk terlebih dahulu perlu dicermati
karena persyaratan ini merupakan indikasi kuat bahwa produk hanya sebatas kedok
untuk melegalkan Pyramid Scheme. Sebab, bila ia hanya sebatas perantara tanpa
membeli produk maka mata rantai Pyramid Scheme akan terputus. Dengan demikian,
pengelola jaringan akan mengalami kerugian karena bonus yang diberikan jauh
lebih besar daripada hasil penjualan barang.
b. Seseorang yang bertujuan membeli produk saja tanpa
ambil peduli dengan bonus yang dijanjikan perusahaan MLM karena ia merasa cocok
dengan produknya.
Maka konsumen ini sesungguhnya
telah tertipu karena harga jual yang telah ditetapkan oleh perusahaan lebih
dari 60% dianggarkan untuk pemberian bonus. Hal ini disepakati oleh seluruh
perusahaan MLM. Maka pembeli yang hanya membeli barang saja dia telah tertipu
karena harus membayar 60% dari harga barang untuk bonus orang-orang dalam
jaringan, padahal ia membeli produk langsung dari tangan pertama.
Berbeda dengan harga yang sampai
ke tangannya melalui sistem marketing biasa sekalipun termasuk biaya agen dan
iklan, jika ia memotong jalur perantara maka dia dapat memperoleh potongan
harga. Persentase lebih dari 60 untuk bonus dan kurang dari 40 untuk biaya
produksi barang jelas bahwa status barang hanyalah sebagai kedok untuk
melegalkan Pyramid Scheme, di mana yang diinginkan adalah uang dan bukan
barang.
c. Seseorang yang ikut bergabung dalam MLM dengan tujuan
bonus. Karena, bonus yang dijanjikan untuk tahun pertama saja sangat besar dan
jauh dibanding harga barang yang dipasarkan kepada kedua orang yang sekaligus
merupakan downlinenya.
Dan tujuan ini merupakan tujuan utama mayoritas
orang-orang yang bergabung dalam MLM, yaitu memperoleh bonus puluhan juta
rupiah. Dan mereka sama sekali tidak menghiraukan produk yang dijual dan
dibelinya.
Kalau ada yang bertanya: “Okelah, kita sepakat bahwa MLM dengan beberapa model diatas telah
jelas keharamannya, namun bagaimana sebenarnya hukum MLM secara umum?”
Disini keterangan dari Syaikh Salim Al Hilali hafidlohullah. Beliau berkata:
“Banyak pertanyaan seputar bisnis yang banyak
diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarannya adalah mengikuti
program piramida dalam sistem pemasaran, dengan cara setiap anggota harus
mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap angota
membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat
bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan
semakin banyak bonus yang dijanjikan. Sebenaranya kebanyakan anggota MLM ikut
bergabung dengan perusahaan tersebut adalah karena adanya iming-iming bonus
tersebut dengan harapan agar cepat kaya dengan waktu yang sesingkat mungkin dan
bukan karena dia membutuhkan produknya. Bisnis model ini adalah perjudian
murni, karena beberapa sebab berikut, yaitu:
1. Sebenarnya
anggota MLM ini tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka
adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yang akan diperoleh
setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.
2. Harga
produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30 % dari uang yang bayarkan pada
perusahaan MLM
3. Bahwa
produk ini bisa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang sangat ringan,
dengan cara menyalinnya dari situs perusahaan MLM ini di jaringan internet.
4. Bahwa
perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui keanggotaannya setiap
tahun dengan diiming-imingi berbagai program baru yang akan diberikan pada
mereka.
5. Tujuan
perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan
berkesinam-bungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada
level atas (Up Line) sedangkan level bawah (down line) selalu memberikan nilai
point pada yang berada di level atas mereka.
Berdasarkan ini semua, maka sistem bisnis
semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya karena beberapa sebab yaitu:
1.
Ini
adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota.
2. Produk
MLM ini bukanlah tujuan yang sebenarnya. Produk itu hanya bertujuan untuk
mendapatkan izin dalam undang-undang dan hukum syar’i.
3. Banyak
dari kalangan ekonom dunia sampai pun orang-orang non muslim meyakini bahwa
jaringan piramida ini adalah sebuah permainan dan penipuan, oleh karena itu
mereka melarangnya karena bisa membahayakan perokonomian nasional baik bagi
kalangan individu maupun bagi masyarakat umum.
Dengan berdasarkan ini semua, tatkala kita
mengetahui bahwa hukum syar’i didasarkan pada maksud dan hakekatnya serta bukan
sekedar polesan luarnya, maka perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin
menambah bahayanya karena ini berarti terjadi penipuan pada Allah dan
Rasul-Nya, (*) oleh karena itu sistem bisnis semacam ini adalah haram dalam
pandangan syar’i.
Kalau ada yang bertanya: “Bahwasannya bisnis ini bermanfaat bagi sebagian orang.”
Jawabannya: “Adanya manfaat pada sebagian
orang tidak bisa menghilangkan keharamannya, sebagaimana di firmankan oleh
Allah Ta’ala:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khomer dan
judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Qs.
Al Baqarah: 219)
Tatkala bahaya dari khomer dan perjudian itu
lebih banyak dari pada manfaatnya, maka keduanya dengan sangat tegas
diharamkan.
Kesimpulannya: bahwasanya bisnis MLM ini
adalah alat untuk memancing orang-orang yang sedang mimpi disiang bolong
menjadi jutawan. Bisnis ini adalah memakan harta manusia dengan cara yang
bathil, juga merupakan bentuk spekulasi, dan spekulasi adalah bentuk perjudian.
(*) Beliau mengisyaratkan pada sebuah hadits:
عن أبي ملك
الأشعري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ
مِنْ أُمَّتِى الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ
بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ
الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
Dari Abu Malik Al Asy’ari berkata: Rasulullah
bersabda: “Sungguh sebagian dari ummatku akan minum
khomer dan mereka menamakannya dengan nama lain serta dimainkan musik dan para
biduanita pada mereka. Sunguh, Allah akan akan membuat mereka tertelan bumi
serta menjadikan mereka sebagai kera dan babi.” (HR. Abu Dawud
3688, Ibnu Majah 4020 dengan sanad shahih, lihat As Shahihah 1/138)
Ø
Fatwa
Tentang MLM
Pendapat
Pertama :
MLM Hukumnya Mubah (Boleh)
Ini
merupakan pendapat Lembaga Fatwa al-Azhar, Mesir. Alasannya, karena dianggap
sama dengan samsarah (perantara antara penjual dan pembeli/calo).
Berikut teks
soal-jawab tentang perusahaan “BIZNAS”, salah satu perusahaan program komputer
di Timur Tengah yang berdiri pada tahun 2001, berpusat di Kesultanan Oman, yang
menggunakan sistem MLM dalam memasarkan produknya. Pada tahun 2008, perusahaan
ini telah memiliki 110.000 anggota yang tersebar di 50 negara.
Soal: Sebuah perusahaan yang berpusat di Oman baru membuka
cabang di Mesir, bernama “BIZNAS” Perusahaan ini menjual program panduan
belajar komputer, mencakup program panduan menggunakan komputer, internet,
panduan servis komputer, dan program-program pembelajaran lainnya, selalu
dimutakhirkan (update) melalui situs resmi perusahaan, dijual seharga $90.
Pada saat
pembelian produk, pembeli memperoleh program atau dapat menjualnya kembali.
Selain itu, dia mendapat kesempatan untuk bergabung dalam jaringan untuk meraih
keuntungan dengan cara memasarkan barang kepada orang-orang terdekat. Karena
dia telah berusaha meyakinkan pihak lain untuk membeli produk dan juga telah
membeli produk dan juga dia melatih orang-orang yang membeli produk melaluinya
untuk menggunakan produk dan memasarkan ke pihak lain. Pada saat ia mendapatkan
9 orang pembeli produk baik langsung maupun tidak, dengan syarat 2 orang
pembeli produk langsung melaluinya maka perusahaan akan memberikan bonus
sebagai motivasi agar terus memasarkan produk dan dia akan terus menerima bonus
selama orang membeli produk melalui jaringannya.
Pertanyaan
saya, apakah boleh menerima bonus sebagai imbalan atas usaha memasarkan barang
serta melatih para pembeli baru?
Jawab : Setelah menelaah pertanyaan yang disampaikan maka
dewan memutuskan, “Usaha yang dilakukan yaitu : sebagai perantara antara
produsen dan konsumen untuk memasarkan barang. Usaha ini termasuk samsarah. Dan
samsarah sebagaimana dijelaskan oleh para ahli fikih : bahwa apabila tidak
terdapat penipuan, kezaliman, atau menjelaskan barang tidak sesuai dengan
hakikatnya pada saat memasarkan barang/jasa maka uang hasil usaha sebagai
perantara halal dan sama sekali tidak ada keraguan.”
Fatwa ini
ditanggapi oleh banyak para peneliti ekonomi Islam.
Menurut Dr.
Husain Syahrani dalam disertasinya yang diajukan ke Fakultas Syariah,
Universitas Islam al-Imam Saud, Riyad, Arab Saudi yang berjudul “al-Taswiq
al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami” bahwa fatwa ini tidak berarti
membolehkan sistem MLM secara mutlak, disebabkan beberapa hal:
• Fatwa
tersebut berdasarkan deskripsi yang disampaikan penanya tanpa mengkaji ulang
secara langsung sistem yang digunakan perusahaan yang bersangkutan, sebagaimana
dijelaskan pada pembukaan fatwa.
Padahal,
kalau penanya menjelaskan hal-hal yang dapat mempengaruhi
hukum MLM kemukinan fatwanya berbunyi lain, seperti bahwa pembelian produk
merupakan syarat untuk dapat memasarkan barang dan meraih bonus, lalu tujuan
utama orang membeli produk untuk ikut MLM adalah meraih bonus yang dijanjikan,
perbandingan bonus yang dijanjikan sangat jauh dibandingkan dengan harga produk
dan usahanya memasarkan barang.
Misalnya,
BIZNAS menjanjikan bonus sebanyak lima puluh ribu Dolar Amerika di akhir tahun,
padahal harga produk tidak lebih dari $99,- dengan perbandingan 0,3% harga
produk dan bonus 99,7% ini pasti membuat setiap orang yang membeli produk serta
ikut jaringan bertujuan mendapatkan bonus dan bukan menginginkan produk, karena
ternyata program-program yang dijual oleh BIZNAS dapat diperoleh dari beberapa
situs di internet secara gratis, serta usahanya untuk meraih bonus hanya cukup
memasarkan produk kepada dua orang di bawah tingkatan, kemudian dua orang
dibawah mencarai dua orang lagi dan seterusnya.
Juga tidak
dijelaskan dalam pertanyaan bahwa untuk mendapatkan bonus disyaratkan bahwa 9
penjualan harus berasal dari downline jalur kiri-kanan seimbang, 5 penjualan
dari downline kanan dan 4 dari kiri atau 6-3, jika seluruh penjualan hanya dari
satu jalur saja maka bonus gagal diperoleh sekalipun ribuan penjualan.
• Fatwa ini
tidak membolehkan secara mutlak akan tetapi berkait, yaitu tidak terdapat
penipuan, kecurangan, dan kezaliman dalam memasarkan produk.
Persyaratan
ini tidak terpenuhi dalam praktik MLM. Sebab, kenyataannya, pada saat
memasarkan produk dan sekaligus merekrut downline selalu dipenuhi kecurangan,
penipuan, dan kezaliman, di mana upline menjanjikan bonus yang sangat besar
kepada calon pembeli, padahal yang mendapatkan bonus itu hanya 6% saja dari
seluruh anggota. Ini namanya spekulasi tingkat tinggi (judi), dengan janji itu
pembeli bersedia membeli produk yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan
harga sebenarnya, bahkan produk BIZNAS dapat diperoleh secara gratis, ini
adalah kezaliman dan kecurangan dalam penjualan produk.
• Fatwa yang
menganggap MLM sama dengan samsarah (calo) tidaklah tepat, karena terdapat
perbedaan yang mendasar antara MLM dan samsarah:
Perbedaan pertama,
Samsarah (Calo/Makelar) : Untuk
menjadi perantara tidak disyaratkan harus membeli produk terlebih dahulu.
MLM : Untuk menjadi anggota MLM
diharuskan membeli produk. Ini termasuk dalam larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dua jual beli dalam satu jual beli, yaitu: untuk bisa memasarkan
barang dia harus melakukan (1 akad ijarah) dan dia harus membeli barang (1 akad
bai’)
Perbedaan Kedua,
Samsarah (Calo/Makelar) : Perantara
(agen) mendapat imbalan dari setiap barang yang dijualnya kepada siapa pun.
MLM : Dalam MLM, seseorang mendapat
bonus jika menjual barang kepada dua orang kemudian dua orang itu menjual
barang lagi kepada dua orang, dan begitu seterusnya. Jika persyaratan ini tidak
terpenuhi maka bonus tidak akan didapat.
Perbedaan
Ketiga,
Samsarah (Calo/Makelar) : Upah yang
diterima oleh perantara jelas jumlahnya baik dengan cara persentase harga
barang ataupun dengan cara penetapan.
MLM : Upah (bonus) yang akan
diterima oleh penjual produk MLM tidak jelas dan ini termasuk garar
(spekulasi).
Pendapat
Kedua
: MLM Hukumnya Tidak Boleh (Haram).
Ini
merupakan pendapat mayoritas para ulama kontemporer, juga fatwa Dewan Ulama
Kerajaan Arab Saudi, keputusan Lembaga Fikih Islam di Sudan, dan fatwa Pusat
Kajian dan Penelitian al-Imam al-Albani Yordania.
Pertama:
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM
yang Terlarang
Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 22935 tertanggal 14/3/1425 H
menerangkan mengenai MLM yang terlarang terhimpun berbagai permasalahan
berikut:
1. Di dalamnya terdapat bentuk riba fadhl dan riba nasi-ah.
Anggota diperintahkan membayar sejumlah uang yang jumlahnya sedikit lantas
mengharapkan timbal balik lebih besar, ini berarti menukar sejumlah uang dengan
uang yang berlebih. Ini jelas adalah bentuk riba yang diharamkan berdasarkan nash dan ijma’. Karena
sebenarnya yang terjadi adalah tukar menukar uang. Dan bukan maksud sebenarnya
adalah untuk menjadi anggota (seperti dalam syarikat) sehingga tidak
berpengaruh dalam hukum.
2. Di dalamnya terdapat bentuk ghoror (spekulasi
tinggi atau untung-untungan) yang diharamkan syari’at. Karena anggota tidak
mengetahui apakah ia bisa menarik anggota yang lain ataukah tidak.
Pemasaran berjenjang atau sistem piramida jika berlangsung, suatu saat akan
mencapai titik akhir. Anggota baru tidaklah mengetahui apakah ketika menjadi
bagian dari sistem, ia berada di level tertinggi sehingga bisa mendapat untung
besar atau ia berada di level terendah sehingga bisa rugi besar.
Kenyataan yang ada, anggota sistem MLM kebanyakan merugi kecuali sedikit
saja yang berada di level atas sehingga beruntung besar. Jadi umumnya, sistem
ini mendatangkan kerugian dan inilah hakekat ghoror. Ghoror adalah ada kemungkinan rugi besar atau
untung besar. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melarang dari jual beli ghoror sebagaimana
disebutkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.
3. Di dalam MLM terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang
batil.
Karena yang sebenarnya untung adalah perusahaan (syarikat) dan anggota
telah ditentukan untuk mengelabui yang lain. Ini jelas diharamkan karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).
4. Di dalam muamalah ini terdapat penipuan dan pengelabuan
terhadap manusia. Karena orang-orang mengira bahwa dengan menjadi anggota
nantinya mereka akan mendapatkan untung yang besar. Padahal sebenarnya hal itu
tidak tercapai. Ini adalah bentuk penipuan yang diharamkan dalam syari’at. Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Barangsiapa menipu maka dia bukan dari golonganku.”
(HR. Muslim dalam shahihnya).
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ
كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar
(membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika
keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam
jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual
beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun ‘alaih).
[Beda
Makelar dan MLM]
Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsaroh (makelar), maka itu tidak benar. Karena samsaroh adalah transaksi di mana pihak pertama
mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya).
Adapun MLM, anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk
tersebut. Hakekat sebenarnya dari samsaroh adalah
memasarkan produk. Berbeda dengan maksud MLM yang ingin mencari komisi. Karena
itu, orang yang bergabung dalam MLM memasarkan kepada orang yang akan
memasarkan dan seterusnya. Berbeda dengan samsaroh, di mana
pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan
di antara dua transaksi ini adalah jelas.
[Beda
Hibah dan Komisi MLM]
Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (hadiah), maka ini tidak benar. Andaikata
pendapat itu diterima, maka tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut
syari’at. Sebagaimana hibah yang terkait dengan suatu pinjaman utang termasuk
dalam riba. Karena itu, Abdullah bin Salam berkata kepada Abu Burdah
radhiyallahu ‘anhuma,
إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ ، إِذَا
كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ ، أَوْ حِمْلَ
شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ ، فَلاَ تَأْخُذْهُ ، فَإِنَّهُ رِبًا
“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba begitu
merajalela. Jika engkau memiliki hak pada seseorang kemudian dia menghadiahkan
kepadamu sepikul jerami, sepikul gandum atau sepikul tumbuhan, maka hadiah itu
adalah riba.” (HR. Bukhari dalam kitab shahihnya). Dan hukum hibah
dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Karena itu beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda kepada
pekerjanya yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini
dihadiahkan kepada saya.” Beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda,
“Bagaimana seandainya jika engkau tetap duduk di rumah ayahmu atau
ibumu, lalu engkau menunggu apakah engkau mendapatkan hadiah (uang tips) atau
tidak?” (Muttafaqun ‘Alaih)
Komisi MLM sebenarnya hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem
pemasaran MLM. Apapun namanya, baik itu hadiah, hibah atau selainnya, maka hal
tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.
Kedua:
Syaikh Dr. ‘Abdullah bin Nashir As Sulmi menerangkan mengenai syarat MLM yang
halal
Syaikh ‘Abdullah As Sulmi memberikan tiga syarat MLM bisa dikatakan halal:
Pertama, orang yang ingin memasarkan produk tidak diharuskan untuk membeli
produk tersebut.
Kedua, harga produk yang dipasarkan dengan sistem MLM tidak boleh lebih
mahal dari pada harga wajar untuk produk sejenis. Hanya ada dua pilihan harga
semisal dengan harga produk sejenis atau malah lebih murah.
Ketiga, orang yang ingin memasarkan produk tersebut tidak disyaratkan harus
membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi anggota.
Jika tiga syarat ini bisa dipenuhi maka sistem MLM yang diterapkan adalah
sistem yang tidak melanggar syariat.
Namun bisa dipastikan bahwa tiga syarat ini tidak mungkin bisa
direalisasikan oleh perusahaan yang menggunakan MLM sebagai sistem
marketingnya. Jika demikian maka sistem marketing ini terlarang karena
merupakan upaya untuk memakan harta orang lain dengan cara cara yang tidak bisa
dibenarkan.
Ketiga:
Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid tentang MLM dengan keanggotaan gratis dan
tidak dipersyaratkan membeli produknya
Syaikh Sholih Al Munajjid pernah menerangkan mengenai sistem pemasaran
berjenjang dengan keanggotaan gratis dan tidak dipersyaratkan membeli
produknya. Beliau menerangkan bahwa sistem semacam ini termasuk samsaroh (makelar: memasarkan produk orang lain)
yang mubah karena berbeda dengan MLM berbentuk piramida atau berjenjang dilihat
dari beberapa alasan:
1. Orang yang ingin memasarkan produk tidak disyaratkan
membeli barang tersebut atau menyerahkan sejumlah uang untuk menjadi anggota.
2. Barang yang dijual benar-benar dijual karena orang yang membeli itu tertarik, bukan karena ia ingin menjadi anggota MLM.
3. Orang yang menawarkan produk mendapatkan upah atau bonus tanpa diberikan syarat yang menghalangi ia untuk
mendapatkannya.
4. Orang yang memasarkan produk mendapatkan upah atau bonus dengan kadar yang
sudah ditentukan. Seperti misalnya, jika seseorang berhasil menjual produk,
maka ia akan mendapatkan 40.000. Ini jika yang memasarkan produk satu orang.
Jika yang memasarkan lebih dari satu, semisal Zaid menunjukkan pada Muhammad,
lalu Muhammad menunjukkan pada Sa’ad, lalu Sa’ad akhirnya membeli; maka
masing-masing mereka tadi mendapatkan bonus yang sama atau berbeda-beda sesuai
kesepakatan.
Keempat: Fatwa para masyayikh Yordania
murid-murid Imam Al Albani, yaitu: Syaikh Ali Hasan, Masyhur Hasan Alu Salman,
Salim bin ‘Id Al Hilali dan Musa Alu Nashr.
Banyak pertanyaan yang datang kepada kami
dari berbagai penjuru tentang hukum bergabung dengan PT. Bisnis dan perusahaan
modern semisalnya yang menggunakan sistem piramida. Yang mana bisnis ini secara
umum dijalankan dengan cara menjual produk tertentu serta membayar uang dalam
jumlah tertentu tiap tahun untuk bisa tetap menjadi anggotanya.Yang mana karena
dia telah mempromosikan sistem bisnis ini maka kemudian pihak perusahaan akan
memberikan uang dalam jumlah tertentu yang terus bertambah sesuai dengan hasil
penjualan produk dan perekrutan anggota baru.
Jawab:
Bergabung menjadi anggota PT semacam ini
untuk mempromosikannya yang selalu terkait dengan pembayaran uang dengan
menunggu bisa merekrut anggota baru serta masuk dalam sistem bisnis piramida
ini hukumnya HARAM, karena seorang anggota jelas-jelas telah membayar uang
tertentu demi memperoleh uang yang masih belum jelas dalam jumlah yang lebih
besar. Dan ini tidak bisa diperoleh melainkan secara kebetulan ia sedang
bernasib baik, yang mana sebenarnya tidak mampu diusahakan oleh si anggota
tersebut.
Ini adalah murni sebuah bentuk perjudian
berdasarkan beberapa kaedah para ulama’. Wallahu Al Muwaffiq.
Ø Kesimpulan
Inilah analisis fikih tentang fenomena bisnis
MLM..
Dari dua
pendapat di atas, jelaslah bahwa pendapat yang terkuat adalah MLM hukumnya
haram. Adapun fatwa yang membolehkan, sebetulnya bukanlah membolehkan secara
mutlak, melainkan memboleh kan berkait, yakni bila persyaratan-persyaratan yang
ditentukan syariat terpenuhi; padahal, kenyataannya, semua persyaratan tersebut
dilanggar oleh sistem MLM.
Dr. Husain
Syahrani dalam disertasi doktoralnya yang berjudul “al-Taswiq al-Tijari wa
Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami” (Marketing Dalam Tinjauan Fikih) yang dibimbing
oleh Dr. Abdurrahman al-Athram (Sekjen International Bureau For Economics &
Finance, Anggota Dewan pakar AAOIFI, dan mantan Sekjen Dewan Syariah Bank Al
Rajhi, Riyad) sampai pada kesimpulan bahwa tidak seorang pun ulama dari dunia
Islam yang menghalalkan sistem MLM. Ia berkata, ”Setelah mencari, meneliti,
mendiskusikan, serta mengkaji maka saya tidak menemukan seorang ulama pun yang
berpendapat bahwa sistem MLM hukumnya mubah (boleh) secara mutlak.”
Kemudian perlu
juga diingat bahwa MLM diharamkan bukan karena produknya, melainkan karena
sistem pemasarannya. Maka apa pun jenis produk yang dipasarkan dengan sistem
MLM, sekalipun produknya adalah barang-barang yang Islami yang dijual dengan sistem
MLM hukumnya juga haram.
Namun tetap kami katakan bahwa jika ada salah
satu perusahaan MLM yang selamat dari pelanggaran syar’i yang kami sebutkan
diatas, maka hukumnya kembali pada kehalalannya karena memang pada dasarnya
semua mu’amalah hukumnya halal kecuali kalau ada sisi yang mengharamkannya.
Akan tetapi ada sebuah tanda tanya besar: “Adakah MLM yang seperti itu?” kami
tunggu jawabannya dari para pelaku bisnis MLM.
Akhirnya semoga Allah Ta’ala menjauhkan diri
kita dan keluarga kita serta segenap ummat islam dari melakukan sesuatu yang
haram serta semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan rizqi yang halalan
Thoyyiban.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar