Hampir setiap tahun apabila akan memasuki
bulan Rajab, beredar di media sosial sebuah hadits yang berbunyi : “Bila
memasuki bulan Rajab, Nabi SAW mengucapkan, ‘Alloohumma Baarik Lana Fii Rojabin
Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana.’” Di dalam riwayat lain, ‘Wa Baarik Lana
Fii Ramadhaana.’
Sebagai seorang muslim yang terkena kewajiban syariat untuk belajar ilmu agamanya, maka terbetik dalam hati sebuah keinginan untuk mengetahui apakah hadits ini adalah sebuah hadits yang sah / shahih sehingga bisa untuk di amalkan.
Teks hadits: “Bila memasuki bulan Rajab, Nabi shallallahu alaihi wasalam mengucapkan, ‘Allaahumma Baarik Lana Fii Rajabin Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana (Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan).’”
Dikeluarkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad di
dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346), al-Bazzar di dalam Musnadnya
–sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616), Ibn as-Sunny
di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah (658) ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam)
al-Awsath (3939) dan kitab ad-Du’a’ (911), Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah
(VI:269), al-Baihaqy di dalam Syu’ab (al-Iman) (3534), kitab Fadhaa’il
al-Awqaat (14), al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih
(II:473), Ibn ‘Asaakir di dalam Tarikh-nya (XL:57); dari jalur Za’idah
bin Abu ar-Raqqad, dari Ziyad an-Numairy, dari Anas.
KUALITAS SANAD INI LEMAH:
-
Imam
al-Bukhary dan an-Nasa’iy berkata, “Hadits yang diriwayatkannya (Za’idah)
Munkar.”
-
Abu
Daud berkata, “Aku tidak mengetahui khabarnya.”
-
Abu
Hatim berkata, “Ia meriwayatkan dari Ziyad an-Numairy, dari Anas hadits-hadits
Marfu’ tetapi Munkar. Kami tidak tahu apakah ia berasal dari dirinya atau dari
Ziyad.”
-
Adz-Dzahaby
berkata, “Ia seorang periwayat yang lemah.”
-
Al-Hafizh
Ibn Hajar berkata, “Hadits yang diriwayatkannya Munkar.”
[Lihat juga: at-Taarikh al-Kabiir
(III:433), al-Jarh (III:613), al-Majruuhiin (I:308), Miizaan
al-I’tidaal (II:65), at-Tahdzib (III:305), at-Taqriib (I:256)]
Sedangkan mengenai Ziyad bin ‘Abdullah an-Numairy:
-
Ibn
Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya dan dilemahkan oleh Abu Daud.”
-
Abu
Hatim berkata, “Haditsnya ditulis namun tidak dijadikan hujjah.”
-
Ibn
Hibban menyinggungnya di dalam kitabnya ats-Tsiqaat, ia berkata, “Sering
salah.” Kemudian ia memuatnya di dalam kitabnya ‘al-Majruuhiin’ seraya berkata,
“Hadits yang diriwayatkannya munkar. Ia meriwayatkan dari Anas sesuatu yang
tidak serupa dengan hadits yang diriwayatkan para periwayat Tsiqaat
(terpercaya). Tidak boleh berhujjah dengannya.”
-
Adz-Dzahaby
berkata, “Ia seorang periwayat yang lemah.”
[lihat: Taariikh Ibn Ma’in
(II:179), al-Jarh (III:536), al-Kaamil (III:1044), Miizaan
al-I’tidaal (II:65) dan at-Tahdzib (III:378)]
Za’idah bin Abi ar-Raqqad sendirian meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an-Numairy.
Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam)
al-Awsath berkata, “Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah kecuali hanya
melalui sanad ini saja. Za’idah bin Abi ar-Raqqad sendirian meriwayatkannya.”
Al-Baihaqy berkata, “an-Numairy
meriwayatkan sendirian hadits ini, lalu Za’idah bin Abi ar-Raqqad meriwayatkan
darinya pula.”
Al-Bukhari berkata, “Za’idah bin Abi
ar-Raqqad dari Ziyad an-Numairy, haditsnya munkar.”
Tidak hanya satu ulama tetapi banyak ulama yang menyiratkan kelemahan sanad ini, di antara mereka adalah: an-Nawawy di dalam kitab al-Adzkaar (547), Ibnu Rajab di dalam Latha’if al-Ma’arif (hal.143), al-Haitsamy di dalam Majma’ az-Zawaa’id (II:165), adz-Dzahaby di dalam Miizaan al-I’tidaal (II:65), Ibnu Hajar di dalam Tabyiin al-‘Ujab (38).
Terkait dengan takhrij hadits ini, perlu
diingat bahwa tidak ada satu hadits SHAHIH pun mengenai keutamaan bulan Rajab,
puasa atau pun qiyamullail (shalat tahajjud) yang dikhususkan pada malamnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam
kitab Tabyiin al-‘Ujab Bi Maa Warada Fii Syahr Rajab (hal.23), “Tidak
ada satu hadits shahih pun yang layak dijadikan hujjah mengenai keutamaan bulan
Rajab, puasa pada hari tertentu darinya atau pun shalat tahajjud pada malam
yang dikhususkan padanya. Sebelum saya, Imam Abu Isma’il al-Hirawy al-Hafizh
telah terlebih dahulu menegaskan secara pasti akan hal itu. Kami telah
meriwayatkan darinya dengan sanad yang shahih, demikian juga dari ulama
selainnya.”
Al-Hafizh Ibn Rajab di dalam Lathaa’if
al-Ma’aarif (hal.140) berkata, “Mengenai shalat, tidak ada satu pun hadits
yang shahih tentang adanya shalat khusus di bulan Rajab. Hadits-hadits yang
diriwayatkan mengenai keutamaan shalat ‘Ragha’ib’ pada awal malam Jum’at bulan
Rajab hanyalah dusta dan batil, tidak shahih sama sekali. Shalat ini adalah
bid’ah menurut jumhur ulama. Di antara para ulama muta’akhkhirin dari kalangan
‘al-Huffazh’ yang menyinggung hal itu adalah Abu Isma’il al-Anshary, Abu Bakar
as-Sam’any, Abu al-Fadhl bin Nashir, Abu al-Faraj bin al-Jawzy dan ulama selain
mereka. Lantas kenapa para ulama terdahulu (al-Mutaqaddimin) tidak
menyinggungnya? Hal ini karena shalat tersebut dbuat-buat pasca generasi
mereka. Pertama kali shalat itu dikenal adalah pasca tahun 400-an Hijriah.
Karena itulah, ia tidak dikenal pada masa ulama terdahulu dan tidak pernah
diperbincangkan oleh mereka. Ada pun mengenai puasa, juga tidak ada hadits yang
shahih tentang pengkhususannya dilakukan di bulan Rajab yang berasal dari Nabi
SAW, demikian pula dari para shahabatnya… Ada diriwayatkan bahwa pada bulan
Rajab terjadi kejadian-kejadian besar, namun tetap tidak ada satu pun hadits
yang shahih mengenainya. Di antaranya, diriwayatkan bahwa Nabi SAW dilahirkan
pada awal malamnya (malam bulan Rajab), ia diangkat jadi nabi pada tanggal 27
Rajab; dalam riwayat lain disebutkan, tanggal 25 Rajab. Semua itu tidak ada
yang shahih. Pun, ada diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dari al-Qasim
bin Muhammad bahwa perjalanan Isra’ Nabi SAW terjadi pada tanggal 27 Rajab
namun hal ini ditolak oleh Ibrahim al-Harby dan ulama selainnya.”
(SUMBER: Situs Islam berbahasa Arab, dari fatwa Syaikh Dr Muhammad bin ‘Abdullah al-Qannaash, staf pengajar pada universitas al-Qashim, Riyadh, Saudi Arabia, 03/07/1426 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar