Sabtu, 15 Juli 2017

Amal Yang Setara Dengan Jihad

Jihad hukumnya fardhu kifayah, selagi ada yang berjihad, gugurlah kewajiban kaum muslimin lainnya untuk ikut berjihad, kecuali mendapat perintah khusus dari pemimpin yang sah. Namun, ternyata, dalam sebuah hadits, jihad itu fardhu ‘ain, masing-masing muslim wajib berjihad, meski hanya sekali. Jika ia tidak mampu berjihad seumur hidupnya, maka dia harus memiliki niat dan keinginan untuk bisa berjihad.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata, “Barangsiapa mati dan belum pernah berperang (di jalan Allah) dan tidak ada niatan sama sekali untuk berperang (di jalan Allah) berarti ia mati dengan membawa cabang kemunafiqan.” [HR Muslim no. 1910]

Mengapa Rasulullah melontarkan ungkapan demikian? Nampaknya Rasulullah ingin agar umatnya tidak satupun yang melewatkan ibadah jihad, karena pahala dari Allah bagi orang yang berjihad sangat besar sekali. Kendati hanya berniat untuk bisa berjihad, itu saja sudah besar pahalanya. Rugi sekali bila seorang muslim hidup tanpa pernah berjihad, atau memiliki keinginan kuat untuk berjihad, atau mendapatkan pahala jihad.

Jihad adalah kemuliaan wahai saudaraku. Jihad adalah amalan yang utama dalam Islam. Jihad adalah tonggak terciptanya keadilan dan kejayaan Islam dan umat Islam di muka bumi. Dengan jihad, dunia akan damai dan makmur. Dengan jihad, Islam akan berjaya, dan umat Islam akan berwibawa.

Rasulullah dalam beberapa kesempatan menguraikan amal-amal yang pahalanya setara dengan berjihad, berikut di antaranya.

Pertama, membantu para janda dan orang-orang miskin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah atau orang yang mengerjakan shalat malam dan berpuasa siang hari.” [HR Bukhari no. 6006; Muslim no. 2982]

Kedua, berbuat baik kepada kedua orang tua.

Dari Abu Hurairah, ada seseorang yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin berjihad. Nabi pun bertanya, “Apakah orang tua Anda masih hidup?” Orang itu menjawab, “Ya.” Nabi berkata, “Hendaknya kepada keduanya Anda berjihad.” [HR Bukhari no. 3004; Muslim no. 2549]

Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah kewajiban setiap anak. Sebaliknya, mendurhakai kedua orang tua adalah kejahatan paling jahat. Bagaimana berbuat baik kepada orang tua? Dengan menaatinya, menghormatinya, membantunya, memenuhi permintaannya, berdoa untuknya, dan sebagainya. Tentu saja selagi masih dalam koridor ketaatan kepada Allah. Ketika telah melanggar ketentuan Allah yaitu Islam, maka kita diperbolehkan tidak menaati orang tua. Namun tetap kita berbuat baik kepada keduanya. Bagaimana bentuk durhaka kepada orang tua? Dengan tidak menaatinya, dengan merendahkannya dan tidak memuliakannya, dengan tidak membantunya, dengan tidak memenuhi permintaan dan kebutuhannya, tidak berdoa kebaikan untuknya malahan mendoakan kejelekan untuknya, dan sebagainya.

Ketiga, menjadi amil zakat, baik zakat fithri maupun zakat mal.

Dari Rafi’ bin Khadij, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang yang bekerja sebagai amil zakat dengan benar seperti orang yang berperang di jalan Allah hingga ia kembali ke rumahnya.” [HR Abu Dawud no. 2936. Shahih Al-Jami’ no. 4117] 

Keempat, bekerja mencari rizki untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, keluarga, dan kedua orang tua.

Dari Ka’b bin ‘Ujrah, ada seseorang berpapasan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para shahabat kagum terhadap kesungguhannya dalam bekerja. Lalu mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, seandainya ia berada di jalan Allah.” Rasulullah mengomentari, “Kalau ia keluar mencari rizki untuk (memenuhi kebutuhan) anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia keluar mencari rizki untuk (memenuhi kebutuhan) kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka ia terhitung di jalan Allah. Bila ia keluar mencari rizki untuk (memenuhi kebutuhan) dirinya untuk menjaga diri (dari meminta-minta), maka ia berada di jalan Allah. Namun, jika ia keluar mencari rizki untuk pamer dan kesombongan, maka ia berada di jalan setan.” [Shahih Al-Jami’ no. 1428]

Kelima, mempelajari kebaikan (ilmu) atau mengajarkannya di Masjid Nabawi.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata, “Barangsiapa mendatangi masjidku ini dan tidak ada tujuan lain kecuali mempelajari atau mengajarkan kebaikan, niscaya ia seperti orang yang berjihad di jalan Allah. Dan barangsiapa dalam mendatanginya dengan tujuan yang lain, maka ia seperti orang yang melihat kenikmatan orang lain.” [Shahih Al-Jami’ no. 6184] 

Keenam, melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Dari Ummu Ma’qal, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya haji dan umrah termasuk di jalan Allah, dan umrah pada bulan Ramadhan sebanding dengan haji.” [Shahih Al-Jami’ no. 1599]

Dari Asy-Syafa`, ada seorang yang datang kepada Nabi dan berkata, “Saya ingin berjihad di jalan Allah.” Nabi lantas berkata, “Maukah kamu aku tunjukkan jihad yang tidak ada rintangannya? (yaitu) Haji ke Baitullah.” [Shahih Al-Jami’ no. 2611] Dari Al-Husain bin ‘Ali, Rasulullah berkata, “Mari menuju jihad yang tidak ada rintangannya, yaitu haji.” [Shahih Al-Jami’ no. 7044]

Ketujuh, menanti datangnya shalat setelah melaksanakan shalat.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah bertanya,”Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang menyebabkan Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan meninggikan derajat-derajat kalian? Yaitu, menyempurnakan wudhu pada waktu-waktu sulit, banyak melangkah menuju masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath.” [HR Muslim no. 251]

Para shahabat Rasulullah banyak yang lebih memilih lokasi rumah yang jauh dari Masjid, karena mengetahui keutamaan tersebut. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia menceritakan, “Rumah  kami jauh dari masjid. Kemudian, kami ingin menjual rumah kami agar bisa berpindah di dekat masjid. Namun Rasulullah melarang kami. Beliau berkata, “Sesungguhnya pada setiap langkah kalian (bisa mengangkat) derajat.”.” [HR Muslim no. 664]

Dari Anas bin Malik, “Saya berjalan ke masjid bersama Zaid bin Tsabit. Ketika itu ia memperpendek langkahnya sambil berkata, “Saya ingin langkah kita ke masjid menjadi banyak.”.” [Fath Al-Bari 2/165 hadits no. 656]

Dari Ubay bin Ka’b, ada orang yang setahu saya rumahnya paling jauh dari masjid. Tetapi ia tidak pernah tertinggal shalat jama’ah. Orang itu ditanya atau saya bertanya kepadanya, “Mengapa Anda tidak membeli keledai yang bisa Anda naiki ketika malam yang gelap dan ketika panas?” Ia menjawab, “Aku tidak suka jika rumahku dekat masjid. Aku ingin langkahku ketika berangkat ke masjid dan ketika pulang menemui keluargaku ditulis (diberi pahala).” Rasulullah berkomentar, “Allah telah mengumpulkan itu semua untukmu.” [HR Muslim no. 663]

Kedelapan, berpegang teguh terhadap As-Sunnah ketika zaman fitnah dan Islam dianggap asing oleh kebanyakan manusia.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya sesudah kalian ada suatu zaman, pada saat itu orang yang bersabar dalam berpegang teguh terhadap As-Sunnah mendapatkan pahala lima puluh orang mati syahid.” [Shahih Al-Jami’ no. 1625] 

Kesembilan, menyiapkan bekal bagi orang yang berjihad di jalan Allah atau mengurusi keluarga orang yang berjihad di jalan Allah.

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, Rasulullah berkata, “Barangsiapa menyiapkan bekal bagi orang yang berperang di jalan Allah maka ia tercatat telah berperang, dan barangsiapa mengurus keluarga orang yang berperang (di jalan Allah) maka ia tercatat telah berperang.” [HR Bukhari no. 2843; Muslim no. 1895]

Kesepuluh, mendakwahi orang musyrik dan memberantas kesyirikan. Jika orang musyrik yang kita dakwahi itu menyerang kaum muslimin, maka kita wajib berjihad memeranginya. 

Dari Abdullah bin Hubsyi Al-Khats’ami, bahwasanya Nabi pernah ditanya, “Apakah Jihad yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang berjihad melawan kaum musyrikin dengan harta dan jiwanya.” [HR Abu Dawud no. 1449] 

Kesebelas, berdakwah kepada penguasa dan pemerintah yang lalim. 

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah berkata, “Sebaik-baik jihad adalah mengungkapkan kebenaran kepada penguasa (sulthan) yang lalim, ataupun pemerintah (amir) yang lalim.” [HR Abu Dawud no. 4344]

Keduabelas, berdoa dengan sungguh-sungguh meminta mati syahid.

Dari Sahl bin Hunaif, Rasulullah berkata, “Barangsiapa benar-benar meminta mati syahid niscaya Allah mengantarkannya kepada derajat orang-orang yang mati syahid sekalipun ia mati di atas ranjangnya.” [HR Muslim no. 1909]

Ibnu Hajar berkata, “Derajat orang yang berjihad terkadang bisa diraih oleh orang yang tidak berjihad. Bisa jadi karena niatnya yang tulus atau bisa juga karena amal shalih yang menyamainya. Setelah menjelaskan bahwa surga firdaus itu dipersiapkan untuk orang-orang yang berjihad, Allah memerintah kita untuk berdoa meminta surga Firdaus.” [Fath Al-Bari 6/16 hadits no. 279]


Demikianlah dua belas amal setara jihad. Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya. Amin.