Beberapa waktu yang lalu, beredar dikalangan medsos sebuah anjuran agar
kita mengganti istilah OTW (On The Way) dengan sebuah singkatan yang bermakna
doa yaitu BMW (Bismillah Majreha Wamursaha) yang artinya dengan menyebut nama
Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Darimanakah
kalimat yang dikatakan sebagai doa itu berasal?.
Kalimat tersebut merupakan bagian dari ayat:
وَقَالَ
ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ
رَحِيمٌ
“Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama
Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Huud: 41).
Pertanyaannya, apakah “Bismillah majreha wamursaha” ini
merupakan dzikir atau doa berkendaraan?
Terdapat hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi Wasallam bersabda:
أَمانٌ
لأمَّتِي منَ الغرَقِ إذا رَكِبُوا البَحرَ أن يقولُوا : ( بِسْمِ اللَّهِ
مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ) الآية ( وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ )
“Umatku akan aman dari tenggelam jika mereka ketika berlayar di laut mengucapkan:
‘Bismillahi majreha wamursaha’ dan ‘Wa maa qadarullaha haqqa qadrih‘” (HR. Ath Thabrani dalam Mu’jam Al
Kabir[12/124], Ad Dailami dalam Musnad Al Firdaus [1667]).
Namun riwayat ini maudhu‘ (palsu) karena terdapat perawi Nahsyal
bin Sa’id. Ishaq bin Rahuwaih mengatakan, “ia kadzab (pendusta)”.
Terdapat jalan lain, dari Al Husain bin Ali bin Abi Thalib
radhiallahu’anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
أَمَانُ
أُمَّتِي مِنَ الْغَرَقِ إِذَا رَكِبُوا أَنْ يَقُولُوا : بِسْمِ اللَّهِ
مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ
حَقَّ قَدْرِهِ
“Umatku akan aman dari tenggelam jika mereka ketika berlayar, mereka
membaca: ‘Bismillahi majreha wamursaha’ dan ‘Wa maa qadarullaha haqqa qadrih’” (HR. Abu Ya’la dalam Al Musnad[12/152]).
Namun riwayat ini juga sangat lemah bahkan maudhu’, karena terdapat perawi
Jubarah bin Mighlas, ia disepakati lemahnya. Bahkan Yahya bin Ma’in, Imam
Ahmad, Ibnu Numair mengatakan ia perawi yang kadzab (pendusta). Juga terdapat
Yahya bin Al ‘Ala, Ibnu Hajar dan Imam Ahmad mengatakan ia perawi yang kadzab
(pendusta).
Maka kesimpulannya, hadits ini maudhu‘ (palsu) sebagaimana dijelaskan Al
Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah (2932).
Sehingga kami belum tahu dalil shahih yang menganjurkan potongan kalimat
ini sebagai doa atau dzikir berkendaraan. Adapun ayat di atas tidak menunjukkan
hal itu. Kita lihat penjelasan para ulama. Ibnu Katsir menjelaskan:
أَيْ:
بِسْمِ اللَّهِ يَكُونُ جَرْيُها عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ، وَبِسْمِ اللَّهِ يَكُونُ
مُنْتَهَى سَيْرِهَا، وَهُوَ رُسُوها
“Maksudnya, ucapkanlah ‘bismillah‘ ketika mulai berlayar dan
ucapkanlah ‘bismillah‘ ketika mengakhiri berlayar, yaitu ketika
berlabuh” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/322).
Jadi Nabi Nuh menasehatkan kaumnya untuk membaca “bismillah”
ketika mulai berlayar dan ketika berlabuh. Ath Thabari menjelaskan:
بمعنى:
بسم الله عند إجرائها وإرسائها، أو وقت إجرائها وإرسائها = فيكون قوله: (بسم الله)
، كلامًا مكتفيًا بنفسه، كقول القائل عند ابتدائه في عمل يعمله: “بسم الله”
“Maknanya, ucapkanlah ‘bismillah‘ ketika berlayar dan ketika
berlabuh. Atau sewaktu berlayar atau sewaktu berlabuh. Maka ucapan ‘bismillah‘
saja sudah mencukupi. Sebagaimana perkataan seseorang ketika memulai suatu
amalan ia mengucapkan: bismillah” (Tafsir Ath Thabari, 15/328).
Jadi ayat ini hanya menganjurkan membaca “bismillah” ketika berlayar dan
berlabuh atau berkendaraan secara umum.
Adapun doa ketika berkendaraan yang shahih adalah:
سُبْحَانَ
الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ . وَإِنَّا إِلَى
رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ
Subhaanalladzi sakhkhoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa innaa
ila robbinaa lamunqolibuun
“Maha Suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini bagi kami padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali
kepada Tuhan kami”.
Sebagaimana ditunjukkan oleh ayat berikut:
وَالَّذِي
خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالْأَنْعَامِ مَا
تَرْكَبُونَ . لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ
إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا
وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ . وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ
“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasang dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas
punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di
atasnya; dan supaya kamu mengucapkan, “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan
semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami” (QS. Zukhruf: 12-14).
Juga ditunjukkan oleh hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, ia berkata:
أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اسْتَوَى عَلَى
بَعِيرِهِ خَارِجًا إِلَى سَفَرٍ، كَبَّرَ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: «سُبْحَانَ
الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى
رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا
الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا
سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي
السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ
وَالْأَهْلِ»
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ketika naik ke untanya untuk
pergi safar, beliau bertakbir 3x kemudian mengucapkan:
Subhaanalladzi sakhkhoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa innaa
ila robbinaa lamunqolibuun. Allahumma innaa nas’aluka fi safarinaa hadza al
birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardhoa. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa
hadza, wathwi ‘annaa bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal
kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa
ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli
Maha Suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini bagi kami padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali
kepada Tuhan kami. Ya Allah kami memohon kebaikan dan ketaqwaan dalam safar
kami dan keridhaan dalam amalan kami. Ya Allah mudahkanlah safar kami ini.
Lipatlah jauhnya jarak safar ini. Ya Allah Engkaulah yang menyertai kami dalam
safar ini, dan pengganti yang menjaga keluarga kami. Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari kesulitan safar ini, dari pemandangan yang menyedihkan, serta
dari tempat kembali yang buruk baik dalam perkara harta dan perkara keluarga” (HR. Muslim no. 1342).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar