Kalangan remaja atau dewasa tidak sedikit yang kecanduan
dengan onani. Remaja yang pergaulannya tidak karuan, atau pasutri yang saling
berjauhan, banyak yang mengambil onani sebagai solusi untuk memenuhi hasrat
seksual. Bahasan kali ini akan meninjau bagaimana pandangan Islam mengenai
onani (masturbasi).
Mengenal Istilah “الاستمناء”
Dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani.
Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani
dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai haram
seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat,
atau bisa pula “الاستمناء”
dilakukan antara pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh
(tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255)
disebutkan makna “الاستمناء”
adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan
dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui
tangan pasangannya.
Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau
masturbasi.
Wasilah (Perantara) Onani
Onani bisa dilakukan dengan tangan, atau
cara bercumbu lainnya, bisa pula dengan pandangan atau sekedar khayalan. Kita
akan mengulas ketiga cara tersebut. Onani dengan bercumbu yang dimaksud adalah
seperti dengan menggesek-gesek kemaluan pada perut, paha, atau dengan cara
diraba-raba atau dicium dan tidak sampai terjadi senggama pada kemaluan.
Pengaruh onani semacam ini sama dengan onani dengan tangan.
Hukum Onani
Onani dengan hanya sekedar untuk
membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala
berfirman,
وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا
عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ
مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ
ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas.” (QS. Al Ma’arij:
29-31).
Orang yang melampaui batas adalah orang
yang zholim dan berlebih-lebihan. Allah tidaklah membenarkan seorang suami
bercumbu selain pada istri atau hamba sahayanya. Selain itu diharamkan. Namun,
menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh
tanzih (sebaiknya dijauhi).
Jika onani dilakukan untuk menekan
syahwat dan takut akan terjerumus zina, maka itu boleh secara umum, bahkan ada
yang mengatakan wajib. Karena kondisi seperti ini berarti melakukan yang
terlarang di saat darurat atau mengerjakan tindakan mudhorot yang lebih ringan.
Imam Ahmad dalam pendapat lainnya
mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi khawatir terjerumus
dalam zina karena sudah ada ganti onani yaitu dengan berpuasa.
Ulama Malikiyah memiliki dua pendapat.
Ada yang mengatakan boleh karena alasan kondisi darurat. Ada yang berpendapat
haram karena adanya pengganti yaitu dengan berpuasa.
Ulama Hanafiyah seperti Ibnu ‘Abidin
berpendapat bahwa jika ingin melepaskan diri dari zina, maka onani wajib
dilakukan.
Adapun Ibnu Hazm, maka ia berpendapat,
bahwa onani hukumnya makruh; tidak berdosa, karena menyentuh dzakar dengan
tangan kirinya adalah mubah. Di samping itu, perkara yang haram telah Allah
jelaskan, dan hal ini tidak termasuk yang dijelaskan keharamannya. Allah Ta’ala
berfirman,
وَقَدْ
فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan
kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya.” (Qs. Al An’aam: 119)
Ada riwayat dari generasi terdahulu,
bahwa orang-orang membicarakan tentang onani, maka sebagian orang
memakruhkannya, sedangkan sebagian lagi menganggap mubah. Di antara yang
menganggap makruh adalah Ibnu Umar dan Atha, sedangkan yang menganggap mubah
adalah Ibnu Abbas, Al Hasan, dan sebagian tabiin besar.
Al Hasan berkata, “Dahulu mereka
melakukannya ketika dalam peperangan.”
(Fiqhusunnah 2/435)
Dari berbagai pendapat yang ada, maka
pendapat yang menyatakan onani itu haram lebih kuat seperti pandangan
Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Karena syahwat tidak selamanya
dibendung dengan onani. Dengan sering berpuasa yaitu puasa sunnah akan mudah
membendung tingginya syahwat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang
memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah. Karena itu lebih akan
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu,
maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no.
1400)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari
bahayanya dengan dua cara berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah
untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga
yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan)
syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak
boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.
Keharaman ini juga berlaku bagi wanita
apabila melakukan masturbasi / onani.
Apakah hukum memainkan kemaluan dengan
tangan sendiri tetapi tidak bermaksud onani?
Dari kesimpulan diatas, onani hukumnya
haram. Baik sampai keluar mani maupun tidak sampai keluar mani. Selama ada
usaha untuk melakukan orgasme di luar jalan yang diizinkan syariat, statusnya
terlarang. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ* إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. (QS. Al-Mukminun: 5 – 6)
Allah menyebutkan beberapa sifat orang
yang beriman. Diantaranya adalah menjaga kemaluan, dan tidak menyalurkan
syahwatnya kecuali kepada istri atau budaknya. Jika disalurkan pada hal yang
halal, mereka dalam hal ini tiada tercela. Artinya jika itu disalurkan pada hal
yang tidak halal, maka termasuk perbuatan tercela.
Kemudian, jika ada perbuatan yang status
hukumnya terlarang, maka syariat menutup rapat setiap celah yang mengantarkan
kepada perbuatan haram itu. Ketika syariat mengharamkan zina, syariat juga
melarang semua sebab yang bisa mengantarkan terjadinya zina. Ketika syariat
mengharamkan khamr, syariat juga melarang semua aktivitas yang membantu pelanggaran
minum khamr. Dalam kajian ushul fiqh, semacam ini diistilahkan dengan saddud
dzara’i, menutup segala peluang yang bisa mengantarkan terjadinya sesuatu yang
dilarang.
Karena alasan ini, bermain kemaluan
hingga menaikkan syahwat, meskipun tidak ada niat untuk onani, hukumnya
terlarang. Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah pernah dilontarkan pertanyaan yang
sama, jawaban tim fatwa,
وأما العبث
بالذكر حتى الإنزال دون قصد.. فإن كان مراد السائل فعل ذلك على سبيل التشهي ولكن
دون قصد الإنزال فهذا أيضا لا يجوز
“Bermain kemaluan hingga keluar mani
tanpa maksud onani.., jika maksud penanya dia melakukan itu untuk membangkitkan
syahwat, namun tidak ada niat untuk onani, semacam ini juga tidak boleh
dilakukan.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 110164)
Melakukan Onani Sambil Membayangkan
Istri Sendiri Karena Bekerja Jauh
Onani atau istimna termasuk perbuatan
yang bertentangan dengan adab dan akhlak yang mulia.
Maka sebaiknya yang bersangkutan tidak
melakukan onani dan berusaha untuk meredam syahwatnya dengan berpuasa, karena
inilah yang ditunjuki oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Beliau
bersabda,
وَمَنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Barang siapa yang belum sanggup
menikah, maka hendaknya ia berpuasa, karena hal itu sebagai obat pengekang
baginya.” (HR. Bukhari no.
5065 dan Muslim no. 1400)
Di sini Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menyuruh berpuasa; tidak menyuruh selain itu. Hal ini menunjukkan
sebaiknya ia berpuasa untuk meredam syahwatnya.
Suami Minta Izin Istri untuk Melakukan Onani
Tidak semua yang ada di sekitar kita
menjadi hak kita. Karena kepemilikan segala yang ada di sekitar kita, adalah
kepemilikan yang terikat aturan. Kita memiliki uang, memiliki harta, bukan
berarti kita bebas memanfaatkan harta itu sesuai keinginan kita.
Ada aturan yang mengikat, dan karena
itu, akan dipertanggung-jawabkan pada hari kiamat.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا
أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ
وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاه
Kedua kaki seorang hamba pada hari
kiamat tidak akan bergerak, hingga dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia
habiskan. Tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan. Tentang hartanya, dari mana
dia perolah dan kemana dia belanjakan. Dan tentang badannya, untuk apa dia
gunakan. (HR. Turmudzi
2417, ad-Darimi 554, dan dishahihkan al-Albani)
Kita memiliki anak, memiliki istri,
memiliki suami, bukan berarti kita bebas memberikan aturan apapun bagi mereka,
sesuai keinginan kita. Masalah ranjang, memang hak bersama. Tapi bukan berarti
semua bebas bergaya. Di sana ada aturan yang tidak boleh dilanggar.
Allah hanya memberikan dua pilihan
terkait kemaluan, dengan istri atau budak wanita. Orang yang menyalurkan
syahwatnya melalui selain itu, berarti dia termasuk orang-orang yang melampaui
batas.
Memahami keterangan di atas, sejatinya
onani bukan hak istri maupun suami. Onani hukumnya terlarang. Dan tetap
terlarang meskipun istri mengizinkan. Karena ini di luar wewenang istri,
sehingga dia tidak berhak memberi izin untuk masalah ini.
Sebagaimana zina hukumnya haram,
sekalipun istri atau suami yang memintanya. Ini ranah aturan syariat, bukan
masalah hak pasangan.
Onani Yang Dilakukan Oleh Pasangan
Mayoritas ulama menilai bolehnya onani
jika yang melakukan adalah pasangannya (istrinya), seperti mengeluarkan mani
dengan cara kemaluan si suami digesek pada paha atau perut istri, dengan tangan
istri, selama tidak dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika
puasa, i’tikaf atau saat berihram ketika haji dan umrah).
Namun ulama lainnya mengatakan perilaku
onani dari pasangan (istri) dinilai makruh. Dalam Nihayah Az Zain dan Fatawa Al
Qodi disebutkan, “Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan tangannya, hukumnya makruh, walau suami
mengizinkan dan keluar mani. Seperti itu menyerupai perbuatan ‘azl (menumpahkan
mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”
Wajib Mandi Setelah Onani
Para ulama sepakat bahwa yang melakukan
onani wajib mandi (janabah atau junub) jika mani keluar dengan terasa nikmat
dan memancar. Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak memandang jika mani keluar tanpa
terasa nikmat dan memancar. Asalkan keluar mani saat onani, mereka nyatakan
tetap wajib mandi. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang tidak
masyhur dalam madzhab Malikiyah.
Sedangkan jika melakukan onani dan ia
menahan mani agar tidak keluar, maka tidak diwajibkan mandi. Karena wajibnya
mandi di sini dikaitkan dengan melihat ataukah tidak.
Pengaruh Onani pada Puasa
Onani dengan tangan membatalkan puasa
menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Hambali dan sebagian besar ulama
Hanafiyah. Karena penetrasi tanpa keluar mani saja membatalkan puasa. Maka
tentu saja jika keluarnya mani dengan syahwat jelas membatalkan puasa. Jika
puasanya batal, hal ini tidak disertai adanya kafaroh seperti jima’ (senggama)
saat puasa karena tidak ada dalil yang mewajibkan adanya kafaroh. Demikian
pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Bahaya Onani dari Sisi Kesehatan
- Ejakulasi dini atau terlalu cepat
selesai ketika melakukan hubungan seks yang sebenarnya. Ketika melakukan onani,
biasanya orang cenderung melakukannya secara terburu-buru dengan harapan dapat
segera mencapai orgasme. Cara onani yang terburu-buru ini akan membiasakan
sistem syaraf untuk melakukan seks secara cepat ketika sedang bercinta. Dan
hasilnya adalah ejakulasi dini.
- Gairah seks yang lemah ketika sudah
berumah tangga. Keinginan untuk melakukan hubungan seks kadang sangat rendah
karena sudah terbiasa melakukan onani ketika masih muda.
- Orang-orang zaman dulu menyebut onani
yang berlebihan akan menyebabkan kebodohan karena selalu membayangkan hal-hal
porno dan orientasi pikiran selalu negatif.
- Badan jadi kurus dan lemah. Karena
pikiran selalu negatif dan berpikir yang porno-porno membuat banyak energi yang
terkuras. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurus kering.
- Sulit menikmati hubungan seks yang
sebenarnya bersama wanita. Karena sejak remaja sudah terbiasa merasakan seks
secara manual atau onani. Penis yang terbiasa dengan tekanan tertentu dari
tangan menjadi tidak responsif terhadap rangsangan dari vagina.
- Perasaan bersalah karena terlalu sering
onani menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri di lingkungan sosial.
- Bagi wanita muda yang senang masturbasi
atau onani bisa merobek lapisan hymen keperawanannya.
- Mengalami impotensi atau gagal ereksi
ketika berhubungan. Orang yang melakukan onani sudah terbiasa menciptakan
rangsangan yang bersifat mental berupa khayalan-khayalan, hal tersebut membuat
penis tidak terbiasa dengan rangsangan fisik ketika berhubungan seks yang
sebenarnya.
- Kemungkinan besar terkena kanker prostat! Sebab, hasil riset yang
dilakukan oleh Universitas Nottingham Inggris, menyatakan bahwa pria berusia
antara 20-30 tahun yang “gemar beronani” memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena kanker prostat. Juga, Sebanyak 34% atau 146 dari 431 orang yang terkena
kanker prostat sering melakukan onani mulai usia 20 tahun. Sekadar tambahan,
kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di kelenjar prostat,
disebabkan karena sel prostat bermutasi dan mulai berkembang di luar kendali.
- Jadi sering melamun dan pikiran selalu negatif membuat adaptasi sosial menjadi terbatas.
Solusi dari Onani
Para ulama memberi nasehat bagi orang
yang sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan
pandangan dari melihat yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan
syahwatnya. Namun jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah
onani, maka hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil
diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut
bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a. (Sumber: islamweb)
Bergaullah dengan orang-orang yang alim,
cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa
Anda menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang
hobi onani. Teman karib yang baik sangat berpengaruh pada seseorang ibarat
seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Kalau tidak diberi gratis,
kita bisa dapat bau harumnya secara cuma-cuma. Baca artikel rumaysho.com:
Pengaruh Teman Bergaul yang Baik.
Berikut ini beberapa nasehat dan
langkah-langkah agar terlepas dari kebiasaan onani:
1. Seharusnya orang yang ingin terlepas
dari kebiasaan ini menunaikan perintah Allah dan menjauhi kemurkaan-Nya. Tinggalkanlah onani dan tempuh cara yang
halal, lalu ingatlah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ
لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا
هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan
sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih
baik bagimu.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini shohih)
2. Mencegah hal itu dari akar kebaikan
yaitu menikah sebagai realisasi dari wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wa
sallam kepada para pemuda akan hal itu
3. Menolak lintasan pikiran, was was dan
menyibukkan diri dan pikiran untuk kebaikan agama dan akhirat anda. Karena mengikuti
was was menjurus ke perbuatan kemudian semakin kuat sehingga menjadi kebiasaan
dan akan kesulitan terlepas darinya.
4. Menahan pandangan. Karena melihat ke
seseorang dan gambar fitnah baik hidup itu maupun foto. Membiarkan pandangan
mengarah kepada yang diharamkan. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya.” QS. An-Nur: 30. Dan Nabi sallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Jangan mengikuti satu pandangan dengan pandangan lainnya.”
HR. Tirmizi, 2777 dinyatakan hasan dalam shoheh Jami;, 7953. Kalau pandangan
pertama itu pendangan tiba-tiba. Tidak ada dosa di dalamnya. Maka pandangan
kedua itu diharamkan. Begitu juga hendaknya menjauhi tempat-tempat yang di
dalamnya ada godaan dan menggerakkan nafsu syahwat yang di dalam.
5. Sibuk dengan berbagai macam ibadah.
Dan jangan meninggalkan waktu kosong untuk bermaksiat.
6. Mengambil pelajaran hasil dari
kebiasaan itu berakibat negatif dari
sisi kesehatan. Seperti melemahkan pandangan dan otot, lemah anggota kemaluan
dan sakit pinggang serta sisi negatif lainnya yang disebutkan oleh pakar
kedokteran. Begitu juga sisi negatif kejiwaan seperti gundah, penyesalan dalam
diri. Yang lebih besar dari itu semua adalah terganggu shalatnya karena
seringkali mandi atau kesulitannya terutama waktu musim dingin begitu juga akan
membatalkan puasanya
7. Menghilangkan qanaah yang salah. Karena
sebagian para pemuda berkeyakinan bahwa perbuatan ini diperbolehkan dengan
alasan menjaga diri dari zina dan liwath (homoseksual). Padahal bisa jadi tidak
dekat sama sekali dengan kejelekan itu.
8. Bersenjata dengan kekuatan kemauan
dan keinginan agar seseorang tidak menyerah kepada syetan. Menjauhi kesendirian
seperti bermalam sendirian. Telah ada hadits bahwa Nabi sallallahu alaihi wa
sallam melarang seseorang bermalam sendirian. Diriwayatkan Imam Ahmad ia ada di
Shoheh Jami’, 6919.
9. Mengambil pengobatan Nabi yang manjur
yaitu berpuasa. Karena hal itu dapat menghancurkan kekuatan syahwat dan
mendidik libido sex. Hati-hati dari tanda-tanda asing seperti bersumpah atau
nazar tidak akan mengulangi. Karena kalau dia mengulangi setelah itu, termasuk melanggar
sumpah setelah dikuatkan. Bagitu juga jangan mempergunakan obat-obatan pereda syahwat.
Karena di dalamnya ada bahaya kesehatan dan badan. Telah ada dalam sunah
menjelaskan keharaman mengkonsumsi untuk memutus semua syahwat.
10. Komitmen dengan adab syar’iyyah
ketika tidur seperti membaca zikir yang ada. Tidur pada posisi sebelah kanan
menjauhi telengkap (tidur diatas perut) karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam
melarang hal itu.
11. Sabar dan iffah karena kita harus
bersabar dari sesuatu yang diharamkan meskipun jiwa menginginkannya. Perlu
diketahui, bahwa membawa jiwa pada iffah akan menjadikan di akhirnya mempunyai
akhlak yang terus menerus pada diri seseorang. Hal itu seperti sabda Nabi
sallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ
يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ
يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا
وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ .
“Siapa yang meminta iffah, maka Allah
akan berikan iffah kepadanya. Siapa yang merasa kaya, maka Allah kayakan dia.
Dan siapa yang mencoba bersabar, maka Allah akan berikan kesabaran atasnya.
Tidak ada pemberian kepada seseorang yang lebih baik dan luas dibandingkan
dengan kesabaran.” HR. Bukhori Fath,
no. 1469.
12. Kalau seseorang terjerumus dalam
kemaksiatan ini. Maka hendaknya dia bersegera untuk bertaubat dan beristigfar.
Melakukan ketaatan tanpa berputus asa karena hal itu termasuk dosa besar.
13. Terakhir kali, yang tidak diragukan
lagi. Kembali dan tadaru’ kepada Allah dengan doa dan meminta pertolongan
dari-Nya agar dapat terbebaskan dari kebiasaan ini. Itu termasuk obat terbaik
karena Allah akan mengabulkan doa orang yang berdoa ketika dia berdoa.
Wallahu a’lam .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar