Minggu, 20 Desember 2020

Kupas Tuntas Onani / Masturbasi

 


Kalangan remaja atau dewasa tidak sedikit yang kecanduan dengan onani. Remaja yang pergaulannya tidak karuan, atau pasutri yang saling berjauhan, banyak yang mengambil onani sebagai solusi untuk memenuhi hasrat seksual. Bahasan kali ini akan meninjau bagaimana pandangan Islam mengenai onani (masturbasi).

 

Mengenal Istilah “الاستمناء

 

Dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).

 

Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya.

 

Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau masturbasi.

 

Wasilah (Perantara) Onani

 

Onani bisa dilakukan dengan tangan, atau cara bercumbu lainnya, bisa pula dengan pandangan atau sekedar khayalan. Kita akan mengulas ketiga cara tersebut. Onani dengan bercumbu yang dimaksud adalah seperti dengan menggesek-gesek kemaluan pada perut, paha, atau dengan cara diraba-raba atau dicium dan tidak sampai terjadi senggama pada kemaluan. Pengaruh onani semacam ini sama dengan onani dengan tangan.

 

Hukum Onani

 

Onani dengan hanya sekedar untuk membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala berfirman,

 

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ  إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ  فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

 

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Ma’arij: 29-31).

 

Orang yang melampaui batas adalah orang yang zholim dan berlebih-lebihan. Allah tidaklah membenarkan seorang suami bercumbu selain pada istri atau hamba sahayanya. Selain itu diharamkan. Namun, menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh tanzih (sebaiknya dijauhi).

 

Jika onani dilakukan untuk menekan syahwat dan takut akan terjerumus zina, maka itu boleh secara umum, bahkan ada yang mengatakan wajib. Karena kondisi seperti ini berarti melakukan yang terlarang di saat darurat atau mengerjakan tindakan mudhorot yang lebih ringan.

 

Imam Ahmad dalam pendapat lainnya mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi khawatir terjerumus dalam zina karena sudah ada ganti onani yaitu dengan berpuasa.

 

Ulama Malikiyah memiliki dua pendapat. Ada yang mengatakan boleh karena alasan kondisi darurat. Ada yang berpendapat haram karena adanya pengganti yaitu dengan berpuasa.

 

Ulama Hanafiyah seperti Ibnu ‘Abidin berpendapat bahwa jika ingin melepaskan diri dari zina, maka onani wajib dilakukan.

 

Adapun Ibnu Hazm, maka ia berpendapat, bahwa onani hukumnya makruh; tidak berdosa, karena menyentuh dzakar dengan tangan kirinya adalah mubah. Di samping itu, perkara yang haram telah Allah jelaskan, dan hal ini tidak termasuk yang dijelaskan keharamannya. Allah Ta’ala berfirman,

 

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

 

“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (Qs. Al An’aam: 119)

 

Ada riwayat dari generasi terdahulu, bahwa orang-orang membicarakan tentang onani, maka sebagian orang memakruhkannya, sedangkan sebagian lagi menganggap mubah. Di antara yang menganggap makruh adalah Ibnu Umar dan Atha, sedangkan yang menganggap mubah adalah Ibnu Abbas, Al Hasan, dan sebagian tabiin besar.

Al Hasan berkata, “Dahulu mereka melakukannya ketika dalam peperangan.”

(Fiqhusunnah 2/435)

 

Dari berbagai pendapat yang ada, maka pendapat yang menyatakan onani itu haram lebih kuat seperti pandangan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Karena syahwat tidak selamanya dibendung dengan onani. Dengan sering berpuasa yaitu puasa sunnah akan mudah membendung tingginya syahwat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

 

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.

 

Keharaman ini juga berlaku bagi wanita apabila melakukan masturbasi / onani.

 

Apakah hukum memainkan kemaluan dengan tangan sendiri tetapi tidak bermaksud onani?

 

Dari kesimpulan diatas, onani hukumnya haram. Baik sampai keluar mani maupun tidak sampai keluar mani. Selama ada usaha untuk melakukan orgasme di luar jalan yang diizinkan syariat, statusnya terlarang. Allah berfirman,

 

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ* إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

 

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. (QS. Al-Mukminun: 5 – 6)

 

Allah menyebutkan beberapa sifat orang yang beriman. Diantaranya adalah menjaga kemaluan, dan tidak menyalurkan syahwatnya kecuali kepada istri atau budaknya. Jika disalurkan pada hal yang halal, mereka dalam hal ini tiada tercela. Artinya jika itu disalurkan pada hal yang tidak halal, maka termasuk perbuatan tercela.

 

Kemudian, jika ada perbuatan yang status hukumnya terlarang, maka syariat menutup rapat setiap celah yang mengantarkan kepada perbuatan haram itu. Ketika syariat mengharamkan zina, syariat juga melarang semua sebab yang bisa mengantarkan terjadinya zina. Ketika syariat mengharamkan khamr, syariat juga melarang semua aktivitas yang membantu pelanggaran minum khamr. Dalam kajian ushul fiqh, semacam ini diistilahkan dengan saddud dzara’i, menutup segala peluang yang bisa mengantarkan terjadinya sesuatu yang dilarang.

 

Karena alasan ini, bermain kemaluan hingga menaikkan syahwat, meskipun tidak ada niat untuk onani, hukumnya terlarang. Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah pernah dilontarkan pertanyaan yang sama, jawaban tim fatwa,

 

وأما العبث بالذكر حتى الإنزال دون قصد.. فإن كان مراد السائل فعل ذلك على سبيل التشهي ولكن دون قصد الإنزال فهذا أيضا لا يجوز

 

“Bermain kemaluan hingga keluar mani tanpa maksud onani.., jika maksud penanya dia melakukan itu untuk membangkitkan syahwat, namun tidak ada niat untuk onani, semacam ini juga tidak boleh dilakukan.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 110164)

 

Melakukan Onani Sambil Membayangkan Istri Sendiri Karena Bekerja Jauh

 

Onani atau istimna termasuk perbuatan yang bertentangan dengan adab dan akhlak yang mulia.

 

Maka sebaiknya yang bersangkutan tidak melakukan onani dan berusaha untuk meredam syahwatnya dengan berpuasa, karena inilah yang ditunjuki oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

 

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

 

“Barang siapa yang belum sanggup menikah, maka hendaknya ia berpuasa, karena hal itu sebagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)

 

Di sini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyuruh berpuasa; tidak menyuruh selain itu. Hal ini menunjukkan sebaiknya ia berpuasa untuk meredam syahwatnya.

 

Suami Minta Izin Istri untuk Melakukan Onani

 

Tidak semua yang ada di sekitar kita menjadi hak kita. Karena kepemilikan segala yang ada di sekitar kita, adalah kepemilikan yang terikat aturan. Kita memiliki uang, memiliki harta, bukan berarti kita bebas memanfaatkan harta itu sesuai keinginan kita.

 

Ada aturan yang mengikat, dan karena itu, akan dipertanggung-jawabkan pada hari kiamat.

Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاه

 

Kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan bergerak, hingga dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan. Tentang hartanya, dari mana dia perolah dan kemana dia belanjakan. Dan tentang badannya, untuk apa dia gunakan. (HR. Turmudzi 2417, ad-Darimi 554, dan dishahihkan al-Albani)

 

Kita memiliki anak, memiliki istri, memiliki suami, bukan berarti kita bebas memberikan aturan apapun bagi mereka, sesuai keinginan kita. Masalah ranjang, memang hak bersama. Tapi bukan berarti semua bebas bergaya. Di sana ada aturan yang tidak boleh dilanggar.

 

Allah hanya memberikan dua pilihan terkait kemaluan, dengan istri atau budak wanita. Orang yang menyalurkan syahwatnya melalui selain itu, berarti dia termasuk orang-orang yang melampaui batas.

 

Memahami keterangan di atas, sejatinya onani bukan hak istri maupun suami. Onani hukumnya terlarang. Dan tetap terlarang meskipun istri mengizinkan. Karena ini di luar wewenang istri, sehingga dia tidak berhak memberi izin untuk masalah ini.

 

Sebagaimana zina hukumnya haram, sekalipun istri atau suami yang memintanya. Ini ranah aturan syariat, bukan masalah hak pasangan.

 

Onani Yang Dilakukan Oleh Pasangan

 

Mayoritas ulama menilai bolehnya onani jika yang melakukan adalah pasangannya (istrinya), seperti mengeluarkan mani dengan cara kemaluan si suami digesek pada paha atau perut istri, dengan tangan istri, selama tidak dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika puasa, i’tikaf atau saat berihram ketika haji dan umrah).

 

Namun ulama lainnya mengatakan perilaku onani dari pasangan (istri) dinilai makruh. Dalam Nihayah Az Zain dan Fatawa Al Qodi disebutkan, “Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan  tangannya, hukumnya makruh, walau suami mengizinkan dan keluar mani. Seperti itu menyerupai perbuatan ‘azl (menumpahkan mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”

 

Wajib Mandi Setelah Onani

 

Para ulama sepakat bahwa yang melakukan onani wajib mandi (janabah atau junub) jika mani keluar dengan terasa nikmat dan memancar. Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak memandang jika mani keluar tanpa terasa nikmat dan memancar. Asalkan keluar mani saat onani, mereka nyatakan tetap wajib mandi. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang tidak masyhur dalam madzhab Malikiyah.

 

Sedangkan jika melakukan onani dan ia menahan mani agar tidak keluar, maka tidak diwajibkan mandi. Karena wajibnya mandi di sini dikaitkan dengan melihat ataukah tidak.

 

Pengaruh Onani pada Puasa

 

Onani dengan tangan membatalkan puasa menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Hambali dan sebagian besar ulama Hanafiyah. Karena penetrasi tanpa keluar mani saja membatalkan puasa. Maka tentu saja jika keluarnya mani dengan syahwat jelas membatalkan puasa. Jika puasanya batal, hal ini tidak disertai adanya kafaroh seperti jima’ (senggama) saat puasa karena tidak ada dalil yang mewajibkan adanya kafaroh. Demikian pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.

 

Bahaya Onani dari Sisi Kesehatan

 

  1. Ejakulasi dini atau terlalu cepat selesai ketika melakukan hubungan seks yang sebenarnya. Ketika melakukan onani, biasanya orang cenderung melakukannya secara terburu-buru dengan harapan dapat segera mencapai orgasme. Cara onani yang terburu-buru ini akan membiasakan sistem syaraf untuk melakukan seks secara cepat ketika sedang bercinta. Dan hasilnya adalah ejakulasi dini.

  2. Gairah seks yang lemah ketika sudah berumah tangga. Keinginan untuk melakukan hubungan seks kadang sangat rendah karena sudah terbiasa melakukan onani ketika masih muda.

  3. Orang-orang zaman dulu menyebut onani yang berlebihan akan menyebabkan kebodohan karena selalu membayangkan hal-hal porno dan orientasi pikiran selalu negatif.

  4. Badan jadi kurus dan lemah. Karena pikiran selalu negatif dan berpikir yang porno-porno membuat banyak energi yang terkuras. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurus kering.

  5. Sulit menikmati hubungan seks yang sebenarnya bersama wanita. Karena sejak remaja sudah terbiasa merasakan seks secara manual atau onani. Penis yang terbiasa dengan tekanan tertentu dari tangan menjadi tidak responsif terhadap rangsangan dari vagina.

  6. Perasaan bersalah karena terlalu sering onani menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri di lingkungan sosial.

  7. Bagi wanita muda yang senang masturbasi atau onani bisa merobek lapisan hymen keperawanannya.

  8. Mengalami impotensi atau gagal ereksi ketika berhubungan. Orang yang melakukan onani sudah terbiasa menciptakan rangsangan yang bersifat mental berupa khayalan-khayalan, hal tersebut membuat penis tidak terbiasa dengan rangsangan fisik ketika berhubungan seks yang sebenarnya.

  9. Kemungkinan besar terkena kanker prostat! Sebab, hasil riset yang dilakukan oleh Universitas Nottingham Inggris, menyatakan bahwa pria berusia antara 20-30 tahun yang “gemar beronani” memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker prostat. Juga, Sebanyak 34% atau 146 dari 431 orang yang terkena kanker prostat sering melakukan onani mulai usia 20 tahun. Sekadar tambahan, kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di kelenjar prostat, disebabkan karena sel prostat bermutasi dan mulai berkembang di luar kendali. 

  10. Jadi sering melamun dan pikiran selalu negatif membuat adaptasi sosial menjadi terbatas.

 

Solusi dari Onani

 

Para ulama memberi nasehat bagi orang yang sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan pandangan dari melihat yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan syahwatnya. Namun jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah onani, maka hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a. (Sumber: islamweb)

 

Bergaullah dengan orang-orang yang alim, cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa Anda menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang hobi onani. Teman karib yang baik sangat berpengaruh pada seseorang ibarat seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Kalau tidak diberi gratis, kita bisa dapat bau harumnya secara cuma-cuma. Baca artikel rumaysho.com: Pengaruh Teman Bergaul yang Baik.

 

Berikut ini beberapa nasehat dan langkah-langkah agar terlepas dari kebiasaan onani:

 

1. Seharusnya orang yang ingin terlepas dari kebiasaan ini menunaikan perintah Allah dan menjauhi kemurkaan-Nya. Tinggalkanlah onani dan tempuh cara yang halal, lalu ingatlah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

 

“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

 

2. Mencegah hal itu dari akar kebaikan yaitu menikah sebagai realisasi dari wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam kepada para pemuda akan hal itu

 

3. Menolak lintasan pikiran, was was dan menyibukkan diri dan pikiran untuk kebaikan agama dan akhirat anda. Karena mengikuti was was menjurus ke perbuatan kemudian semakin kuat sehingga menjadi kebiasaan dan akan kesulitan terlepas darinya.

 

4. Menahan pandangan. Karena melihat ke seseorang dan gambar fitnah baik hidup itu maupun foto. Membiarkan pandangan mengarah kepada yang diharamkan. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya.” QS. An-Nur: 30. Dan Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jangan mengikuti satu pandangan dengan pandangan lainnya.” HR. Tirmizi, 2777 dinyatakan hasan dalam shoheh Jami;, 7953. Kalau pandangan pertama itu pendangan tiba-tiba. Tidak ada dosa di dalamnya. Maka pandangan kedua itu diharamkan. Begitu juga hendaknya menjauhi tempat-tempat yang di dalamnya ada godaan dan menggerakkan nafsu syahwat yang di dalam.

 

5. Sibuk dengan berbagai macam ibadah. Dan jangan meninggalkan waktu kosong untuk bermaksiat.

 

6. Mengambil pelajaran hasil dari kebiasaan itu  berakibat negatif dari sisi kesehatan. Seperti melemahkan pandangan dan otot, lemah anggota kemaluan dan sakit pinggang serta sisi negatif lainnya yang disebutkan oleh pakar kedokteran. Begitu juga sisi negatif kejiwaan seperti gundah, penyesalan dalam diri. Yang lebih besar dari itu semua adalah terganggu shalatnya karena seringkali mandi atau kesulitannya terutama waktu musim dingin begitu juga akan membatalkan puasanya

 

7. Menghilangkan qanaah yang salah. Karena sebagian para pemuda berkeyakinan bahwa perbuatan ini diperbolehkan dengan alasan menjaga diri dari zina dan liwath (homoseksual). Padahal bisa jadi tidak dekat sama sekali dengan kejelekan itu.

 

8. Bersenjata dengan kekuatan kemauan dan keinginan agar seseorang tidak menyerah kepada syetan. Menjauhi kesendirian seperti bermalam sendirian. Telah ada hadits bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam melarang seseorang bermalam sendirian. Diriwayatkan Imam Ahmad ia ada di Shoheh Jami’, 6919.

 

9. Mengambil pengobatan Nabi yang manjur yaitu berpuasa. Karena hal itu dapat menghancurkan kekuatan syahwat dan mendidik libido sex. Hati-hati dari tanda-tanda asing seperti bersumpah atau nazar tidak akan mengulangi. Karena kalau dia mengulangi setelah itu, termasuk melanggar sumpah setelah dikuatkan. Bagitu juga jangan mempergunakan obat-obatan pereda syahwat. Karena di dalamnya ada bahaya kesehatan dan badan. Telah ada dalam sunah menjelaskan keharaman mengkonsumsi untuk memutus semua syahwat.

 

10. Komitmen dengan adab syar’iyyah ketika tidur seperti membaca zikir yang ada. Tidur pada posisi sebelah kanan menjauhi telengkap (tidur diatas perut) karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam melarang hal itu.

 

11. Sabar dan iffah karena kita harus bersabar dari sesuatu yang diharamkan meskipun jiwa menginginkannya. Perlu diketahui, bahwa membawa jiwa pada iffah akan menjadikan di akhirnya mempunyai akhlak yang terus menerus pada diri seseorang. Hal itu seperti sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

 

مَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ .

 

“Siapa yang meminta iffah, maka Allah akan berikan iffah kepadanya. Siapa yang merasa kaya, maka Allah kayakan dia. Dan siapa yang mencoba bersabar, maka Allah akan berikan kesabaran atasnya. Tidak ada pemberian kepada seseorang yang lebih baik dan luas dibandingkan dengan kesabaran. HR. Bukhori Fath, no. 1469.

 

12. Kalau seseorang terjerumus dalam kemaksiatan ini. Maka hendaknya dia bersegera untuk bertaubat dan beristigfar. Melakukan ketaatan tanpa berputus asa karena hal itu termasuk dosa besar.

 

13. Terakhir kali, yang tidak diragukan lagi. Kembali dan tadaru’ kepada Allah dengan doa dan meminta pertolongan dari-Nya agar dapat terbebaskan dari kebiasaan ini. Itu termasuk obat terbaik karena Allah akan mengabulkan doa orang yang berdoa ketika dia berdoa.

 

Wallahu a’lam .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar