Senin, 29 Agustus 2016

Bulan Dzulhijjah, Terlupakan?

Tidak seperti bulan Ramadhan, kebanyakan masyarakat kita belum banyak yang menyadari bahwa Dzulhijjah termasuk bulan yang istimewa. Padahal banyak dalil yang menunjukkan bahwa di bulan Dzulhijjah, amal soleh dilipat gandakan. Sebagaimana pahala yang dijanjikan ketika ramadhan. Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ: رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ
”Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang. Keduanya dua bulan hari raya: bulan Ramadlan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Bukhari 1912 dan Muslim 1089).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan bulan Dzulhijjah dengan Ramadhan. Sebagai motivasi beliau menyebutkan bahwa pahala amal di dua bulan ini tidak berkurang.

Rentang waktu yang paling mulia ketika Dzulhijjah adalah 10 hari pertama. Di surat al-Fajr, Allah berfirman:
وَ الْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ
Demi fajar, dan demi malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr: 1 – 2)

Ibn Rajab menjelaskan, malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Inilah tafsir yang benar dan tafsir yang dipilih mayoritas ahli tafsir dari kalangan sahabat dan ulama setelahnya. Dan tafsir inilah yang sesuai dengan riwayat dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma…” (Lathaiful Ma’arif, hal. 469)

Allah bersumpah dengan menuebut sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Yang ini menunjukkan keutamaan sepuluh hari tersebut. Karena semua makhluk yang Allah jadikan sebagai sumpah, adalah makhluk istimewa, yang menjadi bukti kebesaran dan keagungan Allah.

Karena itulah, amalan yang dilakukan selama 10 hari pertama Dzulhijjah menjadi amal yang sangat dicintai Allah. Melebihi amal soleh yang dilakukan di luar batas waktu itu. Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ. يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh).” (HR. Ahmad 1968, Bukhari 969, dan Turmudzi 757).

Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah dan tidak ada yang lebih besar pahalanya dari pada kebaikan yang dia kerjakan pada sepuluh hari al-Adha.” (HR. Ad-Daruquthni, dan dihasankan oleh al-Albani)

Al-Hafidz Ibn Rajab mengatakan, Hadis ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai di sisi Allah dari pada beramal pada hari-hari yang lain, tanpa pengecualian. Sementara jika suatu amal itu lebih dicintai Allah, artinya amal itu lebih utama di sisiNya. (Lathaiful Ma’arif, hal. 456).

Diceritakan oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair (Murid senior Ibn Abbas), ketika memasuki tanggal satu Dzulhijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah, sampai hampir tidak mampu melakukannya.

Saatnya Membangun Kesadaran Masyarakat

Memahami hal ini, saatnya kita menyadarkan masyarakat. Kita ajak mereka untuk bersama-sama menyemarakkan 10 hari pertama Dzulhijjah dengan berbagai amal soleh dan ibadah, sebagaimana ketika mereka menyemarakkan bulan ramadhan. Jadikan kesempatan 10 hari pertama sebagai ladang untuk mendulang jutaan pahala.

Lebih dari itu, ada beberapa amal soleh yang dianjurkan untuk dikerjakan selama 10 hari pertama Dzulhijjah, diantaranya:

Pertama, Memperbanyak puasa di sembilan hari pertama.

Dianjurkan memperbanyak puasa di sembilan hari bulan Dzulhijjah. Dan ditekankan puasa hari arafah, tanggal 9 Dzulhijjah.

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Dalil yang mendukung anjuran puasa di 10 hari pertama Dzulhijjah adalah hadits dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْر.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya (hijriyah), …” (HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ummul Mukminin, Hafshah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan Al-Albani).

Kedua, Memperbanyak takbiran.


Lafadz takbiran, sama seperti umumnya takbiran yang kita kenal.
Takbiran pada bulan Dzulhijjah ada dua macam:

A.  Takbiran yang bersifat mutlak (tidak terikat waktu)

Takbiran mutlak adalah takbiran yang dilakukan kapan saja dan dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.

Takbir mutlak menjelang Idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah dan berakhir hingga waktu asar tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah ini, kaum muslimin disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dst.

Anjuran takbiran selama tanggal 1 sampai 13 Zulhijah ini berdasarkan beberapa dalil berikut,

1. Firman Allah,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“…supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (QS. Al-Hajj: 28).

Kemudian di ayat lain, Allah juga berfirman,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al-Baqarah: 203).

Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan mengatakan,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ
“Yang dimaksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Al-Bukhari secara Mua’alaq, Bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).

2. Hadis dari Abdullah bin Umar , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه من العمل فيهن من هذه الأيام العشر فاكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد
“Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad dan Sanadnya dishahihkan Syekh Ahmad Syakir).

3. Praktek beberapa sahabat,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا
“Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan kalimat takbir kemudian orang-orang pun bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Bukhari secara muallaq, Bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).

B. Takbiran yang terikat waktu (Takbir Muqayyad)

Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan salat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut beberapa dalil yang menunjukkan anjuran takbiran ini,

1. Riwayat dari Umar bin Khattab radliallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الغداة يوم عرفة إلى صلاة الظهر من آخر أيام التشريق
Bahwa Umar dulu bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah zuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi dan sanadnya disahihkan al-Albani).

2. Riwayat dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق، ويكبر بعد العصر
Bahwa Ali bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai asar tanggal 13 Dzulhijjah. Ali juga bertakbir setelah asar. (HR Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan: Sahih dari Ali).

3. Keterangan dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى آخر أيام التشريق، لا يكبر في المغرب
Bahwa Ibnu Abbas bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Ia tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan, “Sanadnya sahih”).

4. Riwayat dari Ibn Mas’ud radliallahu ‘anhu,
يكبر من صلاة الصبح يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق
Bahwa Ibnu Mas’ud bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai asar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al-Hakim dan disahihkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’).

Ketiga, Memperbanyak amal salih


Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen.).” (HR. Bukhari, Ahmad, dan At-Turmudzi).

Hadis ini menunjukkan kita dianjurkan memperbanyak amal soleh selama 10 hari pertama dzulhijjah. Apapun bentuk amalnya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentukan amal ibadah khusus selain takbiran dan puasa arafah.

Keempat, Shalat Idul Adha


Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
قدم رسول الله -صلى الله عليه وسلم- المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال « ما هذان اليومان ». قالوا كنا نلعب فيهما فى الجاهلية. فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر ».
Bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dua hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Kami merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman jahiliyah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dengan dua hari yang lebih baik: Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan al-Albani).

Kelima, Menyembelih Hewan Qurban


Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Laksanakanlah salat untuk Rab-mu dan sembelihlah kurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).

Ibadah qurban memiliki nilai sangat penting, sehingga bagi yang mampu, agar jangan sampai meninggalkannya. Anda bisa perhatikan hadis ini,

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memililki kelapangan namun dia tidak berkurban maka jangan mendekat ke masjid kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. Dihasankan Al-Albani).

Catatan: Bagi orang yang hendak berkurban, dilarang memotong kuku dan juga rambutnya (bukan kuku dan bulu hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai dia memotong hewan kurbannya.

Dari Umu salamah radliallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Barangsiapa yang memiliki hewan yang hendak dia sembelih (di hari raya), jika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah maka janganlah dia memotong rambutnya dan kukunya sedikitpun, sampai dia menyembelih hewan kurbannya.” (HR. Muslim).


Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar