Sabtu, 09 Juni 2018

Kaki Wanita Juga Aurat Yang Wajib Ditutup


Batasan Aurat Wanita

Allah ta’ala berfirman:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka” (QS. An Nur: 31).

Allah ta’ala juga berfirman:

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59)

Allah ta’ala juga berfirman:

وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَايُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu‘anha, beliau berkata,

أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud 4140, dalam Al Irwa [6/203] Al Albani berkata: “hasan dengan keseluruhan jalannya”)

Dari dalil-dalil ini, sebagian ulama menyatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh, tangan dan wajah pun wajib ditutup. Asy Syarwani berkata:

وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد
“aurat wanita terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)

Imam Ahmad bin Hambal berkata:

كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)

Sebagian ulama berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Az Zarqaani berkata,

وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)

Asy Syaranbalali berkata:

وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)

Sehingga dari sini kita ketahui bahwa para ulama berpendapat kaki pun termasuk aurat yang wajib ditutup. Karena yang masyhur diperselisihkan adalah wajah dan telapak tangan.

Adapun Imam Abu Hanifah, terdapat perbedaan riwayat dari beliau, sebagian riwayat mengatakan bahwa beliau berpendapat qadam (dari pergelangan kaki sampai bawah) bukanlah aurat. Dan sebagian riwayat dari beliau bahwa beliau berpendapat qadam termasuk aurat. Andaikan beliau berpendapat bahwa qadam bukan termasuk aurat, maka ini adalah pendapat yang sangat lemah bertentangan dengan dalil-dalil yang ada.

Maka jelaslah bahwa wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup auratnya. Dan termasuk bagian dari aurat yang harus ditutup adalah kaki.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan mengenai bagian bawah pakaian, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Rasulullah, “Lalu bagaimana dengan pakaian seorang wanita wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia mengulurkannya satu jengkal,” Ummu Salamah berkata, ‘Jika demikian masih tersingkap’. ”Satu hasta saja dan jangan lebih dari itu,” jawab beliau. (HR. At Tirmidzi. Hadits hasan shahih)

Dari hadits di atas dapat ditarik dua kesimpulan, yaitu:

Pertama, bahwa seorang wanita wajib menutup kedua telapak kakinya dengan pakaiannya.

Kedua, boleh hukumnya memanjangkan pakaian bagi seorang wanita dengan ukuran sebagaimana telah dijelaskan hadits di atas.

Dari mana diukurnya satu jengkal di mana seorang wanita memanjangkan pakaiannya?

Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama satu jengkal itu diukur dari mana. Akan tetapi, pendapat yang kuat -insya Allah- satu jengkal adalah diukur dari mata kaki. Karena inilah Ummu Salamah berkata, “Jika demikian, kedua kakinya masih tersingkap,” lalu Rasulullah memberikan keringanan dengan satu hasta.

Dengan apa menutup kaki? Apakah kaus kaki sudah cukup untuk menutupi kaki?

Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan oleh para ulama.

Kaki sebagaimana aurat yang lain, ditutup dengan pakaian yang longgar, tidak tipis, tidak transparan, tidak memperlihatkan bentuk atau lekukan. Adapun qadam (dari pergelangan kaki ke bawah; punggung telapak kaki) boleh ditutup dengan kaus kaki atau dengan menjulurkan pakaian sehingga menutup seluruh kaki.

Pendapat pertama, kaus kaki sudah cukup untuk menutupi aurat selama ia tebal dan tidak transparan. Para ulama dalam Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Wal Ifta menyatakan bahwa kaus kaki cukup untuk menutup kaki,

الواجب عليها ستر القدمين عند جمهور أهل العلم ،وقد جاء في حديث أم سلمة أنها سئلت : هل المرأة تصلي في درع وخمار ؟ قالت في جوابها : إذا كان الدرع سابغا يغطي ظهور قدميها تصلي في درع سابغ يستر أقدامها ، أو تكون في أقدامها شراريب ، هذا هو المشروع عند جمهور أهل العلم ، يجب عليها ستر القدمين ، إما بكون الثياب ضافية ، أو باتخاذ جوارب في الرجلين ، هذا هو المشروع لها ، وهو الواجب عند جمهور أهل العلم .
“wajib untuk wanita menutup kedua qadam, menurut jumhur ulama. Sebagaimana terdapat dalam hadits Ummu Salamah, bahwa ia bertanya: ‘Apakah seorang wanita boleh shalat dengan mengenakan baju panjang dan penutup kepala tanpa mengenakan kain?’ Nabi menjawab, ‘Boleh, jika baju itu luas yang biasa menutupi kedua qadam-nya’. Maka shalatlah dengan baju panjang yang cukup untuk menutupi kedua qadam, atau memakai kaus kaki. Inilah yang disyariatkan menurut jumhur ulama. Wajib menutup kedua qadam-nya, baik dengan kain tambahan (yang menutup qadam) atau dengan menggunakan kaus kaki. Ini lah yang disyariatkan dan diwajibkan menurut jumhur ulama” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 7/257).

Dalam fatwa yang lain dijelaskan,
المشروع سترهما بالجوربين أو بإرخاء الثياب
“disyariatkan menutup kedua qadam dengan kaus kaki atau dengan menjulurkan pakaian” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 7/259).

Namun perlu diperhatikan, para ulama membolehkan memakai kaus kaki sekedar untuk menutupi qadam (bagian mata kaki hingga ke bawah). Adapun untuk bagian kaki dari mata kaki, betis hingga paha, maka wajib ditutup dengan kain yang longgar tidak membentuk lekukan sama sekali. Para ulama dalam Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Wal Ifta dalam fatwa jilid 3 no. 4214 mengatakan:

جاز لها أن تلبس ثوبا غير شفاف، ولا ضيق يحدد أعضاءها، ويستر جسدها إلى الكعبين، وتلبس مع ذلك في رجليها ما ذكرت من الحذاء أو الجورب السميك
“boleh bagi wanita untuk memakai kain yang tidak transparan, tidak sempit hingga bisa membentuk lekukan tubuhnya, dan kain tersebut menutup tubuhnya hingga mata kaki. Dan bersamaan dengan itu, sebagaimana disebutkan oleh penanya, di bagian kaki ia memakai sepatu atau kaus kaki yang tebal”.

Dewan fatwa Islamweb menyatakan:
ولا يجوز أن تغطي المرأة ساقيها بالجورب عند الرجال الأجانب عنها، لأن الجورب يجسد ساقيها، ومن شروط الحجاب أن يكون فضفاضا لا يبين حجم  الأعضاء
“tidak boleh seorang wanita menutup betisnya hanya dengan kaus kaki di depan lelaki non mahram, karena kaus kaki itu memperlihatkan lekukan betisnya. Dan diantara syarat hijab syar’i itu adalah longgar dan tidak memperlihatkan lekukan bagian tubuh” (Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=212176).

Dan perlu diperhatikan juga, ulama yang berpendapat kaus kaki itu sudah cukup untuk menutup kaki mereka mempersyaratkan kaus kakinya harus tebal dan tidak transparan, serta menghidari
warna kaus kaki yang menyerupai warna kulit. Karena dengan warna kaus kaki yang mirip kulit membuat seakan-akan seperti kulit yang terlihat, maka tidak tercapai maksud dari menurup aurat di sini. Ketika ditanyakan kepada Syaikh Ali Ridha Al Madini hafizhahullah, “Ya Syaikh, bolehkah bagi wanita memakai kaus kaki yang sewarna dengan warna kulit, sehingga kalau dia sedang jalan atau terkena angin seakan-akan kulitnya kelihatan?”, beliau menjawab, “yang demikian tidak diperbolehkan”. Maka gunakanlah kaus kaki yang berwarna gelap dan juga tebal hingga tidak menampakkan kulit sedikit pun.

Pendapat kedua, bahwa kaus kaki tidak cukup untuk menutup aurat, karena kaus kaki itu memperlihatkan lekukan kaki. Jika bagian tubuh lain tidak boleh terlihat lekukannya, mengapa qadam dibolehkan padahal tidak ada dalil yang membedakannya? Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani ditanya:
السائل : هل يكفي الجوربين في ستر القدمين ؟. الشيخ : لا ما يكفي لأنُه يُجسم
“apakah kaus kaki cukup untuk menutup punggung kaki? Syaikh menjawab: tidak cukup, karena ia menampakkan lekukan” (Silsilah Huda Wan Nuur, no. 621).

Beliau juga mengatakan:
الذي يأمر المرأة بأن لا يظهر من بدنها حتى ظاهر قدميها فمادام أنت معنا في وجوب أن يكون الثوب سابغا و أن لا يكون شفافا و لا وصافا فإذا هذا الثوب يلي هو الآن الجورب يصف و يحجم فلا يجوز فيكون صاحبه آثما
“yang diperintahkan kepada wanita dalah hendaknya mereka tidak memperlihatkan bagian tubuhnya termasuk juga kedua qadam-nya. Jika anda sudah sepakat dengan saya bahwa busana wanita itu harus menutup sempurna, dan tidak boleh transparan, dan tidak boleh memperlihatkan lekukan tubuh, maka pakaian yang kita bicarakan ini, yaitu kaus kaki, memperlihatkan lekukan tubuh. Maka tidak boleh (memakainya tanpa ditutupi kain), dan wanita yang memakainya (tanpa ditutupi kain) berdosa” (Silsilah Huda Wan Nuur, no. 12a).

Wallahu a’lam yang kami pandang lebih tepat adalah pendapat yang kedua, yaitu qadam (punggung kaki) wajib ditutup hingga tidak terlihat lekukannya, sehingga kaus kaki tidak cukup untuk menutupnya. Karena kami belum mengetahui adanya dalil atau alasan untuk membedakan qadam (punggung kaki) dengan selainnya.

Bukankah kaus kaki akan terlihat ketika berjalan atau berkendaraan?

Pada asalnya, seorang wanita hendaknya mengusahakan bagian kakinya tidak terlihat sama sekali ketika berjalan atau berkendaraan, sebagaimana anggota tubuh yang lainnya. Yaitu dengan memakai kain yang longgar dan lebar serta sempurna menutup seluruh tubuhnya hingga punggung kakinya. Kemudian ditambah lagi dengan memakai kaus kaki sehingga lebih sempurna dalam menutup kaki. Syaikh Al Albani menyatakan:

أقول إذا كان الجلباب بغطي القدمين تماما و يجر ذيل هذا الجلباب فلا حاجة إلى لبس الجوربين لكن إذا كان الجوربين موجودات ما في خوف من كشف الساق
“saya katakan, jika jibab (busana muslimah) yang digunakan bisa menutup tubuh hingga punggung kaki secara sempurna, maka tidak lagi dibutuhkan untuk memakai kaus kaki. Namun jika kaus kaki digunakan, tidak akan lagi khawatir betis akan terlihat” (Silsilah Huda Wan Nuur, no. 12a).

Maka selain menggunakan busana yang panjang dan longgar yang menutupi hingga punggung kaki, dianjurkan juga memakai kaus kaki untuk mencegah fitnah jika tidak sengaja tersingkap.

Jika pakaian yang digunakan sudah longgar dan panjang hingga menutupi punggung kaki namun tetap sulit menghindari terlihatnya kaus kaki ketika berjalan atau berkendaraan, maka wallahu a’lam semoga hal tersebut ditoleransi karena adanya kesulitan. Sebagaimana kaidah:
المشقة تجلب التيسير
kesulitan melahirkan adanya kemudahan

Kesimpulan

Telah jelas dari dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah bahwa kaki adalah aurat yang wajib di tutup seluruhnya. Maka setiap Muslimah hendaknya bertaqwa kepada Allah dan menutup auratnya dengan sempurna, di hadapan lelaki yang bukan mahramnya. Demikianlah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.


Wallahua'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar