Senin, 13 Agustus 2018

Kebencian Yahudi Terhadap Malaikat Jibril


Allah ‘azza wa jalla berfirman:

قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Katakanlah, ‘Barang siapa menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) sebelumnya, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (al-Baqarah: 97)

Penjelasan Kosakata

Jibril adalah salah satu malaikat Allah ‘azza wa jalla. Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan ada sepuluh bahasa dalam menyebutkan lafadz Jibril. (Tafsir al-Qurthubi, 2/37)

“Ia telah menurunkan ke dalam hatimu.” Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Makna lafadz ini ada dua kemungkinan:
- Allah ‘azza wa jalla yang menurunkan Jibril menuju hatimu.
- Bahwasanya Jibril yang menurunkan Al-Qur’an ke dalam hatimu.” (Tafsir al- Qurthubi, 2/36)

Asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Zhahir ayat ini bahwa Jibril memasukkan Al-Qur’an ke dalam hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa mendengarkan bacaan. Namun pada beberapa (ayat) yang lain bahwa maknanya adalah malaikat membacakannya sehingga beliau mendengarnya. Maka sampailah makna-makna (ayat tersebut) ke dalam hatinya setelah mendengarnya. Inilah yang dimaksud diturunkannya ke dalam hatimu. Seperti firman Allah ‘azza wa jalla:

 ثُمَّ إِنَّ عَلَيۡنَا بَيَانَهُۥ ١٩ كَلَّا بَلۡ تُحِبُّونَ ٱلۡعَاجِلَةَ ٢٠  وَتَذَرُونَ ٱلۡأٓخِرَةَ ٢١
“Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu, (wahai manusia), mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.” (al-Qiyamah: 19—21) [Adhwa’ul Bayan, 1/82—83]

Disebutkannya hati karena merupakan tempat akal (memahami), ilmu, dan tempat menerima pengetahuan. (Tafsir al-Qurthubi)

بِإِذۡنِ ٱللَّهِ
“Dengan seizin Allah.” Yaitu dengan kehendak Allah ‘azza wa jalla dan ilmu-Nya.

Membenarkan apa yang sebelumnya.” Yaitu Taurat. (Tafsir al-Qurthubi)

Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: سَمِعَ عَبْدُ اللهِ بنُ سَلاَمٍ بِقُدُوْمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِى أَرْضٍ يَخْتَرِفُ، فَأَتَى النَبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّى سَاِئَلُكَ عَنْ ثَلاَثٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ نَبِيٌّ؛ فَمَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ؟ وَمَا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ وَمَا يَنْزِعُ الْوَلَدَ إِلَى أَبْيِهِ أَوْ إِلَى أُمِّهِ؟ قَالَ: أَخْبَرَنِى بِهِنَّ جِبْرِيْلُ آنِفاً. قَالَ: جِبْرِيْلُ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ الْيَهُوْدِ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ. فَقَرأَ هَذِهِ اْلآيَةَ: {مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ} أَمَّا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ فَنَارٌ تَحْشُرُ النَّاسَ مِنَ الْمَشْرِقِ إِلَى الْمَغْرِبِ، وَأَمَّا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَزِيَادَةُ كَبِدِ الْـحُوْتِ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْـمَرْأَةِ نَزَعَ الْوَلَدَ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الْـمَرْأَةِ نَزَعَتْ. قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ الْيَهُوْدَ قَوْمٌ بُهُتٌ، وَإِنَّهُمْ إِنْ يَعْلَمُوا بِإِسْلاَمِي قَبْلَ أَنْ تَسْأَلَهُمْ يَبْهَتُوْنِى. فَجَاءَتِ الْيَهُوْدُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَىُّ رَجُلٍ عَبْدُ اللهِ فِيْكُمْ؟ قَالُوا: خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، سَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا. قَالَ: أَرَأَيْتُمْ إِنَّ أَسْلَمَ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَلاَمٍ؟ فَقَالُوا: أَعَاذَهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ. فَخَرَجَ عَبْدُ اللهِ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ. فَقَالُوا: شَرُّنَا وَابْنُ شَرِّنَا. وَانْتَقَصُوْهُ، قَالَ: فَهَذَا الَّذِى كُنْتُ أَخَافُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ

Dari Anas, dia berkata: “Abdullah bin Salam mendengar kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wassalamdan ia tengah berada di sebuah kebun sedang memetik buah (kurma). Datanglah ia kepada Nabi shallallahu alaihi wassalamdan berkata: ‘Sesungguhnya saya akan bertanya kepadamu tentang tiga hal, tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi: Apa awal tanda datangnya hari kiamat? Makanan apakah yang pertama kali bagi penduduk Jannah (surga)? Apakah yang menyebabkan anak dapat serupa dengan ayah atau ibunya?’ Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: ‘Baru saja Jibril memberitakan kepadaku (jawaban) tiga perkara itu.’ Abdullah bin Salam bertanya: ‘Jibril?!’ Beliau menjawab: ‘Iya.’ Maka ia berkata: ‘Itu adalah musuh Yahudi dari kalangan para malaikat.’ Kemudian beliau membaca ayat:

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ
‘(Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur`an) ke dalam hatimu)1. Adapun awal tanda hari kiamat adalah munculnya api yang menghimpun manusia dari Masyriq (Timur) ke Maghrib (Barat). Adapun makanan yang pertama bagi penghuni Jannah adalah potongan yang menempel pada hati ikan. Apabila memancarnya air mani laki-laki mendahului air mani wanita maka anak yang akan lahir serupa dengan ayahnya (laki-laki), dan apabila air mani wanita mendahului maka anak yang akan lahir serupa dengan ibunya (wanita).’

Abdullah bin Salam berkata: ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi adalah suatu kaum yang mengada-adakan kebohongan. Sesungguhnya jika mereka mengetahui keislamanku sebelum engkau bertanya kepada mereka, pasti mereka akan membuat kebohongan atas diriku.’ Datanglah orang-orang Yahudi. Nabi shallallahu alaihi wassalam pun bertanya: ‘Bagaimana menurut kalian seorang laki-laki yang bernama Abdullah?’ Mereka menjawab: “Dia orang yang terbaik di antara kami, anak seorang yang terbaik di antara kami, pemuka kami, anak seorang pemuka kami.’ Beliau bertanya: ‘Bagaimana pendapat kalian jika Abdullah bin Salam masuk Islam?’ Mereka menjawab: ‘Semoga Allah melindunginya dari perkara itu.’ Keluarlah Abdullah dan berkata:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ
Kemudian mereka berkata: ‘Dia orang yang terburuk di antara kami dan anak seorang terburuk di antara kami,’ dan menjelek-jelekkannya. Abdullah berkata: ‘Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah’.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 12502, 12728, 13365), Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitab Bad`ul Khalq bab Dzikru Malaikat, Kitab Ahaditsul Anbiya` (no. 3329), Kitab Manaqib Al-Anshar (no. 3911, 3938), Kitab Tafsir (no. 4480).

Penjelasan Jalur Periwayatan

-        Dalam Musnad Al-Imam Ahmad terdapat tiga jalan periwayatan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu:

Pertama: dari Humaid bin Abi Humaid At-Thawil Abu ‘Ubaidah Al-Khuza’i Al-Bashri.
Dari Humaid ada tiga perawi yang meriwayatkan darinya. Mereka adalah: Hammad bin Salamah Abu Salamah Al-Bashri, Ismail bin Ibrahim Al-Asadi Abu Bisyr Al-Bashri, dan Muhammad bin Ibrahim As-Sulami Abu ‘Amr Al-Bashri.

Kedua: dari Abdul Aziz bin Shuhaib Abu Hamzah Al-Bashri.
Dari Abdul Aziz ada seorang perawi yang meriwayatkan darinya yaitu Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan Al-‘Anbari.

Ketiga: dari jalan Tsabit bin Aslam Al-Bunani Abu Muhammad Al-Bashri.
Dari Tsabit bin Aslam terdapat seorang rawi yang meriwayatkan darinya yaitu Hammad bin Salamah Abu Salamah Al-Bashri.

-        Adapun dalam Shahih Al-Bukhari terdapat dua jalan periwayatan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu.

Pertama: dari jalan Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawil Abu Ubaidah Al-Khuza’i Al-Bashri.
Dari Humaid terdapat tiga perawi yang meriwayatkan darinya. Mereka adalah Marwan bin Mu’awiyah Abu Abdillah Al-Fazari Al-Kufi, Bisyr bin Mufadhal Ar-Raqasyi Abu Isma’il Al-Bashri, dan Abdullah bin Bakr Al-Bahili Abu Wahb Al-Bashri.

Kedua: dari Abdul Aziz bin Shuhaib Abu Hamzah Al-Bashri
Dari Abdul Aziz terdapat seorang perawi yang meriwayatkan darinya yaitu Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan Al-‘Anbari.

Lafadz hadits yang tersebut pada pembahasan ini disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya pada Bab Dzikru Al-Malaikat dengan bentuk mu’allaq dengan lafadz yang singkat. Kemudian beliau meriwayatkan pada tempat yang lain dengan sanad yang bersambung dan lafadz yang sempurna seperti tersebut di atas.

Sebagaimana yang tersebut pada periwayatan di atas, kita ketahui bahwa Humaid meriwayatkan dari Anas bin Malik. Terkadang periwayatan beliau dalam bentuk عَنْعَنَةٌ (seperti menggunakan lafadz عَنْ (dari)) sebagaimana riwayat dari jalan Hammad bin Salamah, Isma’il bin Ibrahim, Muhammad bin Ibrahim dan Marwan bin Mu’awiyah Al-Fazari, yang semua meriwayatkan dari Humaid. Dalam keadaan beliau seorang mudallis sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Taqrib At-Tahdizb (hal. 181, cet. Dar Ar-Rusyd).

Demikian pula Hammad, Syu’bah, Ibnu ‘Adi, Ibnu Sa’d, Ibnu Hibban, dan yang lainnya menyatakan bahwa Humaid adalah seorang mudallis. (lihat Tahdzibut Tahdzib, 1/494 – 495 cet. Muassasah Ar-Risalah)

Namun kesamaran riwayat beliau ini telah dipertegas dengan bentuk yang gamblang -menunjukkan ia mendengar langsung dari rawi di atasnya-, seperti yang terdapat pada riwayat dari jalan Bisyr bin Mufadhal dan Abdullah bin Bakr. Keduanya berkata: “Humaid telah memberitakan kepada kami, Humaid berkata: Anas bin Malik telah memberitakan kepada kami.”

Demikian pula pernyataan Al-Hafizh Abu Sa’id Al ‘Ala`i. Kalaupun dikatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan Humaid dari Anas adalah mudallasah (periwayatan dengan lafadz yang samar) akan tetapi telah jelas siapa yang menjadi perantara antara beliau dengan Anas (yaitu Tsabit bin Aslam), yang mana beliau adalah seorang yang tsiqah (dipercaya).

Penjelasan Mufradat Hadits

• Kalimat:
وَهُوَ فِى أَرْضٍ يَخْتَرِفُ
Artinya: ia berada di sebuah kebun sedang memetik buah (kurma). Lafadz ini terdapat pada riwayat dari jalan Abdullah bin Bakr, dari Hammad, dari Anas bin Malik. Yang mempertegas bahwa ia sedang berada di atas pohon kurma ialah riwayat yang tersebut dalam Musnad Al-Imam Ahmad, sebagaimana riwayat dari jalan Hammad dari Tsabit dan Humaid dari Anas bin Malik dengan lafadz:
وَهُوَ فِى نَخْلِهِ
Artinya: ia sedang berada di atas pohon kurma.

Dan Al-Hafizh menyebutkan dalam Fathul Bari (7/311) riwayat dalam Sunan Al-Baihaqi dengan lafadz:
وَأَنَا عَلَى رَأسِ نَخْلَةٍ
Artinya: dan saya berada di atas pohon kurma.

• Kalimat:
جِبْرِيْلُ
‘Ikrimah berkata bahwa nama جِبْرِيْلُ berasal dari kata جبر bermakna: عَبْدٌ (hamba), adapun إِيلُ bermakna الله, sehingga nama جِبْرِيْلُ bermakna عَبْدُ اللهِ (hamba Allah).

Pendapat ini juga disandarkan kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma, hanya saja terdapat tambahan: “Setiap nama yang padanya ada kata-kata إِيلُ maknanya adalah Allah.”
Abdullah ibn Harits Al-Bashri, salah seorang tabi’in, menerangkan bahwa nama Allah إيل adalah nama yang menggunakan huruf Ibraniyyah.
‘Ali bin Hasan berkata: “Nama جِبْرِيْلُ sama dengan Abdullah, مِيكَائِيلُ sama dengan Ubaidullah, إِسْرَافِيْلُ sama dengan Abdurrahman. Dan setiap nama yang padanya ada kata إيل maka bermakna مُعَبَّدٌ لِلهِ : dihambakan kepada Allah.”
Ath-Thabari dan yang lainnya berkata: “Pada nama جِبْرِيْلُ terdapat beberapa bahasa:
Ahlul Hijaz (penduduk Hijaz) membacanya dengan: جِبْرِيْلُ dan inilah bacaan mayoritas alaihissalamurra` (ahli alaihissalamira`ah).
Bani Asad membacanya dengan جِبْرِيْن.
Sebagian Ahlu Najd, Tamim, alaihissalamais membaca dengan جَبْرَئِيْل, dan ini bacaan Al-Kisa`i dan Abu Bakr, dan yang dipilih oleh Abu ‘Ubaid.
Yahya bin Watsaf dan ‘Alqamah membacanya dengan جَبْراَئِيْل.
Yahya bin Adam membacanya dengan جَبْراَئِل.
Diriwayatkan dari Al-Hasan dan Ibnu Katsir, bahwa keduanya membaca dengan جَبْرِيْلُ.
Kemudian diriwayatkan dari Yahya bin Ya’mar membacanya dengan جَبْرَئِلُّ. (Fathul Bari, 8/205-206, cet. Darul Hadits)
Kemudian pada Fathul Bari (6/368), Al-Hafizh menyebutkan bahwa nama جِبْرِيْلُ terdapat13 bahasa:
جِبْرِيْلُ، جَبْرِيْلُ، جَبْرَئِيْلُ، جَبْرَئِلُ، جَبْرَئِلُّ، جَبْرَائِيْلُ، جَبْرَايِلُ، جَبْرَيْئِيْلُ، جَبْرَالُ، جَبْرَايِلُ، جَرِيْنُ، جِرِيْنُ، جَبْرَئِيْنُ

• Kalimat:
نَزَعَ الْوَلَدَ
bermakna جَذَبَهُ yang berarti menariknya. Maksudnya adalah penyerupaan, sebagaimana dalam riwayat yang lain (lihat pembahasan Asy-Syariah Vol. II/No. 24 hal. 87-90).

• Kalimat:
خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، سَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا
Pada riwayat yang lain terdapat lafadz عَالِمُنَا وَابْنُ عَاِلِمنَا (orang alim kami, dan anak dari orang alim kami) seperti pada riwayat Hammad dari Humaid dari Anas dalam Musnad Al-Imam Ahmad.

Juga dari jalan Al-Fazari dari Humaid dari Anas dengan lafadz:
وَأَخْبَرُنَا وَابْنُ أَخْبَرِنَا أَعْلَمُنَا وَابْنُ أَعْلَمِنَا
“Orang yang paling tahu di antara kami dan anak orang yang paling tahu di antara kami, orang yang paling berilmu di antara kami dan anak orang yang paling berilmu di antara kami.”

Dalam riwayat Bisyr dari Humaid dari Anas dengan lafadz:
أَفْضَلُنَا وَابْنُ أَفْضَلِنَا
“Orang yang paling utama di antara kami dan anak orang yang paling utama di antara kami.”

Al-Hafizh berkata: “Ada kemungkinan semua riwayat itu diucapkan, atau diucapkan sebagiannya dengan makna.” (Lihat Fathul Bari, 7/311)

• Kalimat:
بُهُتٌ
Dapat dibaca dengan men-dhammah huruf ba` dan ha`, atau dengan men-dhammah ba` dan mensukun ha`. Ini adalah bentuk jamak dari kata بَهِيْتٌ, seperti kata قُضُبٌ adalah bentuk jamak dari قَضِْيبٌ, dan kata قُلُبٌ adalah bentuk jamak dari قَلِيْبٌ.

Maknanya adalah perkara yang mencengangkan, yang disebabkan oleh hal-hal yang diada-adakan dari suatu kedustaan. Dinukil dari pendapat Al-Kirmani bahwa kata ini berasal dari بَهُوْتٌ.

Pada riwayat yang berasal dari jalan Abdul Warits, dari Abdul Aziz, dari Anas, ia berkata: “Telah datang Nabi shallallahu alaihi wassalam ke Madinah. Beliau shallallahu alaihi wassalam membonceng di belakang Abu Bakr radhiyallahu anhu dan Abu Bakr radhiyallahu anhu adalah orang tua yang dikenal (شَيْخٌ يُعْرَفْ) dan Nabi shallallahu alaihi wassalam adalah orang muda yang tidak dikenal (شَابٌّ لاَ يُعْرَف). Dari riwayat ini, secara dzahir dipahami bahwa Abu Bakr (Ash-Shiddiq, pent.) lebih tua daripada Nabi shallallahu alaihi wassalam. Namun perkaranya tidaklah demikian. Karena, sebagaimana yang tersebut dalam Shahih Muslim dari Mu’awiyah bahwa Abu Bakr meninggal dalam usia 63 tahun. Dan dalam riwayat ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam meninggal juga dalam usia 63 tahun. Padahal didapatkan Abu Bakr masih hidup setelah meninggalnya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dua tahun lebih. Hal ini mengharuskan bahwa yang benar, umur Abu Bakr radhiyallahu anhu lebih muda ketimbang Nabi shallallahu alaihi wassalam dengan selisih dua tahun lebih. Adapun makna kalimat Abu Bakr radhiyallahu anhu adalah orang tua yang dikenal ialah beliau telah beruban dan seringnya beliau melewati orang-orang Madinah pada waktu safarnya di kala berdagang. Berbeda dengan Nabi shallallahu alaihi wassalam yang lama tidak melakukan safar dan belum banyak beruban. (Fathul Bari, 7/308-309)

Sebab-Sebab Kebencian Orang Yahudi terhadap Malaikat Jibril alaihissalam

Ats-Tsa’labi menghikayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma tentang sebab kebencian orang Yahudi terhadap Jibril alaihissalam. Yaitu, salah seorang nabi mereka memberitakan bahwa Bukhtanashar (Nebukadnezar) akan menghancurkan Baitul Maqdis. Kemudian mereka mengutus seorang laki-laki untuk membunuhnya. Ketika dijumpainya (Bukhtanashar) adalah seorang pemuda yang lemah, maka Jibril menghalangi upaya laki-laki tadi untuk membunuhnya dan berkata kepada laki-laki tersebut: “Kalau Allah menghendaki untuk membinasakan kalian melalui tangannya (kekuatan Bukhtanashar), kalian tidak akan mampu mencegahnya. Dan jika Allah menghendaki bukan dia yang berbuat, maka dengan hak apakah kalian akan membunuhnya?” Maka laki-laki tadi meninggalkannya. Kemudian bertakbirlah Bukhtanashar dan memerangi mereka serta menghancurkan Baitul Maqdis. Karena itulah mereka membenci malaikat Jibril alaihissalam. (lihat Fathul Bari, 8/207)

Al-Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan An-Nasa`i telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Mereka berkata: “Wahai Abal alaihissalamasim (kunyah Rasulullah, pent.), kami akan bertanya kepadamu tentang lima perkara. Jika engkau memberitakan kepada kami perkara itu, kami akan memercayai bahwa engkau seorang nabi dan kami akan mengikutimu (masuk Islam). Di antara lima perkara yang ditanyakan adalah: Siapakah yang selalu datang kepadamu dari kalangan malaikat? Beliau menjawab: “Jibril, tidaklah Allah mengutus setiap nabi kecuali dia (Jibril) yang menjadi wali (penolongnya).” Merekapun menjawab: “Di sisi inilah kami tidak sependapat. Kalau saja penolongmu selain Jibril, pasti kami akan mengikutimu dan membenarkannya.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bertanya: “Apa yang menghalangi kalian untuk tidak membenarkannya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya dia adalah musuh kami.”

Pada riwayat yang lain mereka berkata: “Jibril yang turun dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan adzab. Kalau saja yang menyertaimu adalah Mikail, dialah yang turun membawa rahmat, menumbuhkan tanaman, dan menurunkan hujan.” Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wassalam membaca ayat:

“Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur`an) ke dalam hatimu.” (Al-Baqarah: 97) (lihat Fathul Bari 8/206)

Pada riwayat yang terakhir –jika shahih– yaitu kalau saja yang menolong Rasulullah shallallahu alaihi wassalam adalah Mikail alaihissalam mereka akan masuk Islam. Dan kalau saja mereka mengetahui bahwa Mikail alaihissalam juga membantu dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, pasti mereka juga akan memusuhi Mikail alaihissalam, dan tetap mereka berada pada tipu muslihat dan kebohongan yang diada-adakannya.

Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu beliau berkata: “Aku melihat dua orang laki-laki memakai baju putih di sebelah kanan dan sebelah kiri Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pada perang Uhud. Aku sama sekali belum pernah melihat kedua orang itu sebelum maupun sesudahnya, yaitu Jibril alaihissalam dan Mikail alaihissalam.” (HR. Al-Bukhari no. 4054 dan Muslim no. 2306)

Inilah sesungguhnya karakter mereka, mengetahui kebenaran tapi tidak mengamalkan apa yang telah mereka ketahui. Perhatikanlah kisah tipu muslihat mereka terhadap Nabi Musa alaihissalam ketika Allah azza wa jalla perintahkan untuk menyembelih sapi betina di mana hampir-hampir mereka tidak melaksanakannya. Demikian pula kebencian mereka yang luar biasa terhadap kebenaran dan pembawanya (Jibril dan para nabi) serta para pengikut kebenaran (kaum muslimin).

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (Al-Ma`idah: 82)

Secara umum, manusia yang paling besar permusuhannya kepada Islam dan kaum muslimin adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Bahkan mereka berusaha dengan segala daya dan upaya untuk mencapai tujuan mereka, yaitu memberikan mudarat kepada kaum muslimin. Semua itu disebabkan kebencian, kedengkian, dan hasad mereka yang luar biasa kepada kaum muslimin serta penentangan, kekufurannya terhadap kebenaran. (Tafsir As-Sa’di hal. 241)

Kandungan Ayat

Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Katakan kepada mereka orang-orang Yahudi, yang mereka menyangka bahwa yang menghalangi mereka dari keimanan adalah karena penolongmu adalah Jibril ‘alaihissalam. Bila sekiranya malaikat Allah ‘azza wa jalla yang lain, tentunya mereka akan beriman dan membenarkannya. Sesungguhnya persangkaan kalian ini bertentangan dan sombong terhadap Allah ‘azza wa jalla. Karena sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam-lah yang membawa turun Al-Qur’an dari sisi Allah ‘azza wa jalla ke dalam hatimu, dan dialah yang menurunkan (wahyu) kepada para nabi sebelumnya. Allah ‘azza wa jalla-lah yang memerintahkan dan mengutusnya, maka beliau semata-mata seorang rasul.

Padahal kitab yang Jibril turun membawanya —sebagai pembenar dari kitab-kitab sebelumnya— tidak menyelisihinya dan tidak pula menentangnya. Di dalamnya terdapat hidayah yang sempurna dari berbagai jenis kesesatan. Padanya juga terdapat kabar gembira tentang kebaikan dunia dan akhirat bagi orang yang beriman kepadanya.

Maka memusuhi Jibril yang telah memiliki sifat tersebut adalah kufur terhadap Allah ‘azza wa jalla dan ayat-ayat-Nya serta memusuhi Allah ‘azza wa jalla, para rasul dan malaikat-Nya.

Sesungguhnya permusuhan mereka dengan Jibril bukanlah terhadap diri pribadi (Jibril), bahkan terhadap kebenaran yang diturunkannya dari Allah ‘azza wa jalla kepada para utusan Allah ‘azza wa jalla. Maka, padanya mengandung kekufuran dan permusuhan kepada apa yang diturunkan dan diutusnya serta apa yang dibawanya, juga kepada siapa diutus. Inilah maksudnya.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hlm. 60)

Beberapa Faedah Ayat

Bahwa Jibril adalah malaikat yang ditugaskan Allah ‘azza wa jalla sebagai pembawa wahyu. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, serta menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah ‘azza wa jalla)’.” (an-Nahl: 102)

Yang dimaksud dengan Ruhul Qudus di dalam Al-Qur’an adalah Jibril, menurut pendapat yang rajih (kuat). (Adhwaul Bayan, 1/80)

Juga firman-Nya:
نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ
“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril).” (asy-Syu’ara: 193)

Ayat ini juga menunjukkan ketinggian Allah ‘azza wa jalla, bahwa Allah Mahatinggi di atas seluruh hamba-Nya. Karena Al-Qur’an dan kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla yang lain diturunkan kepada hamba-Nya, sehingga ini menunjukkan bahwa firman-firman Allah ‘azza wa jalla tersebut berasal dari atas. (Syarah Nuniyyah oleh Ibnu ‘Isa, 1/412)

Menetapkan ketinggian Allah ‘azza wa jalla merupakan perkara yang diketahui secara pasti dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan kesepakatan ulama. Oleh karena itu, para ulama salaf sepakat mengafirkan orang yang mengingkari hal tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “…Di dalam Al-Qur’an ada seribu dalil atau lebih yang menunjukkan bahwa Allah ‘azza wa jalla tinggi di atas seluruh makhluk dan bahwa Dia di atas seluruh hamba-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 5/121)

Telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Nuniyyah-nya lebih dari 20 alasan. Masing-masing alasan tersebut dikuatkan dengan beberapa dalil.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa barang siapa memusuhi salah seorang dari wali Allah ‘azza wa jalla berarti dia telah menampakkan permusuhan kepada Allah ‘azza wa jalla.

Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Firman-Nya ‘Siapa yang menjadi musuh’ ini merupakan syarat, dan jawabannya adalah firman-Nya ‘Sesungguhnya Allah adalah musuh bagi orang-orang kafir’. Ini merupakan ancaman bagi orang yang memusuhi Jibril ‘alaihissalam dan penegasan bahwa memusuhi sebagiannya berarti telah memusuhi Allah ‘azza wa jalla. Seorang hamba yang memusuhi Allah ‘azza wa jalla berarti berbuat kemaksiatan, menjauhi ketaatan kepada-Nya, dan memusuhi para wali-Nya. Permusuhan Allah ‘azza wa jalla terhadap seorang hamba adalah menyiksanya dan menampakkan pengaruh permusuhan tersebut.” (Tafsir al-Qurthubi, 2/36)

Dari sebab turunnya ayat ini juga menunjukkan kebenaran apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semuanya berasal dari Allah ‘azza wa jalla sehingga tidaklah bertentangan dengan apa yang diterangkan di dalam kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla yang terdahulu.

Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat pengakuan dari orang-orang yang bertanya dari kalangan Yahudi bahwa permasalahan-permasalahan yang mereka tanyakan tersebut tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi. Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengabarkan apa yang mereka pertanyakan tersebut dan mereka membenarkan semuanya. Maka tertolaklah keraguan orang-orang yang ragu dan batallah keraguan setiap orang yang mengingkarinya.” (Irsyad ats-Tsiqat, hlm. 47)

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar