Jumat, 24 April 2020

Hukum Menghiasi Masjid Ketika Hari Raya


Pada saat hari raya Idul Fitri dan pada hari besar lainnya, di beberapa tempat terdapat kebiasaan menghiasi masjid dengan berbagai macam bentuk dan warna lampu, serta bunga. Apakah hal ini diperbolehkan oleh Islam, ataukah tidak? Manakah dalil yang memperbolehkan atau dalil yang melarang?

Untuk menjawah hal-hal diatas, dibawah ini kami bawakan fatwa dari Lajnah ad Daimah Saudi Arabia.

Masjid merupakan baitullah (rumah Allah), tempat yang paling baik. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan agar kaum muslimin menghargai dan mengagungkan masjid dengan dzikrullah (berdzikir kepada Allah), mendirikan shalat, mengajarkan berbagai masalah agama pada manusia, membimbing mereka menuju kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat. Juga dengan cara membersihkannya dari najis, patung, berbagai perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat (menyimpang) dan menjaga masjid dari kotoran.

Termasuk mengagungkan masjid yaitu dengan memeliharanya dari permainan sia-sia dan teriakan-teriakan. Meskipun untuk mencari barang hilang atau yang semisalnya, yang bisa menimbulkan kesan masjid seperti jalan umum atau pasar. Termasuk menghargai masjid yaitu dengan melarang penguburan mayit di dalamnya, juga dilarang membangun masjid di atas kuburan.

Menjaga masjid, juga dengan tidak menggantungkan lukisan ataupun melukis atau yang lainnya di tembok yang bisa menjadi jalan mengantarkan pada kesyirikan, atau yang dapat mengganggu konsentrasi orang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, serta bertolak belakang dengan motivasi utama pembangunan masjid.

Semua masalah di atas sudah dijaga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam sirah (kisah perjalanan hidup) dan dalam amaliyah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah telah menerangkan hal ini kepada umatnya, agar umatnya bisa meniti jalan yang pernah mereka tempuh, dan menjadikan petunjuk mereka sebagai pedoman dalam menghormati dan memakmurkan masjid dengan segala hal yang bisa mengangkat nilai masjid, yaitu tegaknya syariah Allah dan untuk mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Belum ada riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengagungkan masjid dengan memberikan penerangan warna-warni dan meletakkan karangan bunga pada saat hari raya ataupun pada saat momen tertentu. Cara pengagungan dengan memberikan lampu warna-warni, tidak dikenal pada masa Khulafaur Rasyidin serta para imam dari generasi pertama yang dijadikan panutan yaitu (generasi yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, bahwa mereka merupakan generasi terbaik) padahal pada masa itu masyarakat sudah mengalami kemajuan, memiliki banyak harta, berbudaya tinggi, dan berbagai macam bentuk serta warna perhiasan bisa didapatkan. Dan kebaikan terbaik adalah terletak pada ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, petunjuk Khulafaur Rasyidin, serta para ulama yang meniti jalan mereka.

Kemudian menyalakan lilin di masjid, memasang berbagai lampu listrik di atas atau di sekitar, memasang bendera bendera di menara, serta meletakkan karangan bunga pada hari raya atau momen tertentu dengan maksud menghiasi dan mengagungkan masjid, merupakan perbuatan tasyabbuh (meniru) pada perbuatan yang dilakukan orang-orang kafir terhadap tempat ibadah mereka. Padahal Nabi shallallahu ’alahi wasallam telah melarang tasyabbuh pada hari-hari raya dan cara ibadah mereka.

Wabillahit taufiq wa shallallahu ‘ala Nabiyina Muhammadin wa ‘alaihi wa shahbihi wa sallam.

Lajnatu Ad Da-imatu Lil Buhuts Al Ilmiyati wal Ifta’: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua), Syaikh Abdurrazaq Al Afifi (Wakil Ketua), Syaikh Abdullah bin Qu’ud (Anggota).

(Fatawa Ramadhan Fi Ash Shiyam wa Al Qiyam wa Al Itikaf wa Zakat Al Fithri, II/949-950)

Diketik ulang dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus Tahun.IX/1426 H/2005 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar