Sudah menjadi fitroh manusia, dihiasi rasa
cinta pada harta. Bukan sebuah sifat tercela bila mereka cinta harta yang dia
miliki atau bersemangat untuk mencari penghasilan yang lebih. Yang menjadi
masalah adalah cinta harta yang melampaui batas kewajaran secara syariat.
Seperti, cinta harta yang diwarnai sikap tamak, rakus, serakah, kikir, dan
berat untuk berinfak di jalan Allah.
Allah berfirman, yang artinya:
“Orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada
mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih.” (Q.S. At-Taubah: 34)
Ayat tersebut tidak mencela orang yang
menyimpan hartanya atau memiliki tabungan. Akan tetapi, yang dilarang adalah
bila tidak dikeluarkan sebagian harta tersebut, kewajiban zakat yang telah
ditentukan Allah, seperti nafkah di jalan Allah.
Salah satu bentuk kewajiban yang harus
ditunaikan terhadap harta simpanan adalah zakat, jika terpenuhi beberapa syarat
tertentu, diantaranya:
1.
Harta simpanan berupa Emas, perak dan mata uang.
2.
Harta tersebut adalah harta milik pribadi dan dimiliki secara sempurna.
3. Jumlahnya sudah mencapai nishob. Nishob emas: 85 gr emas murni, nishob perak:
595 gr perak murni, dan nishob mata uang: seharga 85 gram emas murni).
4.
Jumlah tersebut sudah tersimpan selama satu tahun Hijriyah. Masa ini
disebut dengan haul.
Bila sudah terpenuhi beberapa persyaratan
di atas maka wajib mengeluarkan zakat 2,5 % dari total harta setiap tahun
Hijriyah.
Selanjutnya, dalam kajian kali ini, kami
akan mengupas beberapa jenis tabungan dan aturan zakatnya. Namun sebelumnya,
perlu kami sampaikan, bahwa bukanlah maksud kami dengan tulisan ini,
menganjurkan para pembaca untuk beramai-ramai menjadi nasabah Bank. Apalagi
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari bunganya yang notabene adalah
riba.
Pembahasan zakat tabungan di bank dilatar belakangi fenomena yang
ada di masyarakat, bahwa untuk menyimpan dana dalam jumlah besar, hampir semua
orang mempercayakannya ke bank. Sementara tabungan berupa celengan hanya
dilakukan sebagai ajang latihan di usia dini, yang nantinya apabila terkumpul
jumlah yang cukup besar, uang tabungan tersebut akan disimpan juga ke bank demi
keamanan.
1. Tabungan di Bank.
Tabungan di Bank dapat
berupa Giro, Tabungan biasa maupun deposito. Semua jenis tabungan ini wajib
dikeluarkan zakatnya apabila telah terpenuhi syarat dan ketentuan di atas.
Alasan wajibnya zakat untuk tabungan di
Bank, karena Nasabah tetap mempunyai kepemilikan yang sempurna atas uang yang
dia simpan dalam rekening tabungannya. Dalam arti, nasabah bebas melakukan
penyetoran dan penarikan di rekeningnya.
Bagaimana dengan deposito, bukankah nasabah
tidak bisa menarik uangnya sebelum jatuh tempo?
Memang benar demikian, tapi bukan berarti
uang itu hilang. Nasabah sangat yakin uangnya akan kembali dengan lengkap pada
waktu yang tepat setelah jatuh tempo.
Kalaupun ada yang menyamakan ‘deposito’
dengan piutang selama jangka waktu tertentu, maka bisa kita jawab:
Ulama telah membahas apakah piutang wajib
dizakati atau tidak? Padahal uang tersebut tidak ada di tangan? Pendapat yang
rajih (kuat) dalam masalah ini, bahwa piutang tersebut tetap wajib dizakati.
Karena secara hukum, uang itu masih miliknya, meskipun secara fisik uang itu
ada di tangan orang lain. Untuk itu, lebih diwajibkan lagi, jika piutang
tersebut dipinjamkan pada orang yang dipastikan mampu melunasinya setelah
berakhirnya jatuh tempo.
2. Tabungan Haji
Tabungan Haji adalah salah satu fasilitas
simpanan yang disediakan oleh hampir seluruh bank di Indonesia. Tabungan ini
bertujuan untuk memudahkan para nasabah yang ingin menunaikan haji untuk
pelunasan BPIH (Biaya Pelaksanaan Ibadah Haji). Bahkan, saat ini, Depag tidak
menerima setoran BPIH kecuali dari tabungan haji bank yang telah ditunjuk oleh
pemerintah.
Perbedaan tabungan haji dengan tabungan
sebelumnya adalah pada tabungan haji, nasabah tidak boleh melakukan penarikan dana
tabungannya. Karena, dana tersebut sejatinya digunakan untuk membiayai
pelaksanaan ibadah haji. Bahkan, secara otomatis akan dipakai untuk membiayai
setoran pokok (biaya pengambilan nomor kursi) yang nilainya kurang lebih 25
juta rupiah.
Apabila nasabah meninggal dunia, tabungan
tersebut masih bisa berpindak ke tangan ahli waris, namun bukan dalam bentuk
nominal, melainkan hak untuk mendapatkan nomor kursi calon haji.
Ditinjau dari perbedaan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa tabungan haji tidak terkena wajib zakat, walaupun tabungannya
sudah mencapai nishob dan tersimpan selama bertahun-tahun selama masa penantian
dipanggil menjadi calon jamaah haji. Hal ini dikarenakan, salah satu syarat
wajib zakat, tidak ada. Yaitu: kepemilikan yang sempurna. Dengan bukti,
tabungan haji tidak dapat ditarik tunai sesuai kehendak nasabah. Manfaat yang
didapat nasabah hanyalah berupa jasa pelaksanaan ibadah haji, sehingga
tabungannya pada hakikatnya untuk membeli jasa, bukan menyimpan dana tunai.
3. Tabungan Pensiun
Tabungan ini telah menjadi buah bibir
kalangan PNS. Bahkan, tidak jarang orang termotivasi untuk menjadi PNS dengan
tujuan memperoleh tabungan ini.
Hakikat dari tabungan ini adalah sejumlah
dana yang diperoleh oleh seorang pegawai, dari instansinya ketika ia mengakhiri
masa kerjanya. Tabungan tersebut sebenarnya bukan mutlak hadiah instansi kepada
mantan pegawainya. Namun, merupakan hasil kumpulan potongan tertentu dari gaji
bulanannya ditambah dengan konpensasi akhir masa kerja yang diberikan oleh
instansinya. Seorang pegawai telah mengabdi selama 20 tahun, otomatis gaji
bulanannya selama masa itu terpotong dalam jumlah tertentu sebagai tabungan pensiunnya
kelak.
Fenomena ini meninggalkan satu pertanyaan,
ketika seseorang telah pensiun dan menerima tabungan pensiun dalam jumlah
yang melebihi nishob, apakah dia wajib langsung mengeluarkan zakat, begitu
pertama kali ia menerima tabungan pensiun tersebut?
Jawabannya adalah belum wajib, harus
menunggu terpenuhinya haul (disimpan setahun). Karena, tabungan tersebut baru
mutlak menjadi miliknya saat dia pensiun. Sedangkan sebelumnya, uang tersebut
masih di bawah kepemilikan dan wewenang instansi. Pegawai tidak berhak memiliki
uang tersebut apalagi mengambilnya.
Hanya saja, dia harus mulai menghitung haul
sejak pertama dia terima tabungan tersebut. Selanjutnya, tahun depan baru
dizakati. Begitu juga tahun-tahun berikutnya selama nominalnya masih mencapai
nishob.
4. Deposit box
Tabungan jenis ini beda dengan sebelumnya.
Bila sebelumnya tabungan berupa uang tunai yang bisa digunakan oleh bank untuk
dipinjamkan ke orang lain atau digunakan oleh bank untuk transaksi komersial,
tabungan dalam deposit box biasanya berupa benda-benda berharga selain uang
(walaupun terkadang ada yang menyimpan uang tunai). Manfaat yang didapat
nasabah adalah untuk mendapat jaminan keamanan. Semua pihak, termasuk bank
tidak diperkanankan mengutak-atik isi dari deposit box tersebut, karena
kuncinya dipegang oleh nasabah. Sedangkan yang berhak mengambilnya hanya pihak
nasabah.
Apakah benda yang dititipkan di deposit box
wajib dizakati? Ini tergantung dari jenis barang yang disimpan. Apabila barang
tersebut adalah benda yang wajib dizakati seperti emas, perak dan uang kertas,
maka pemilik harus menunaikan zakatnya jika telah terpenuhi syarat-syaratnya.
Akan tetapi, bila barang simpanannya berupa
benda yang tidak wajib dizakati seperti intan, permata, berlian dll, maka tidak
dikeluarkan zakatnya sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar