Seringkali
kita mendengar kata budak atau hamba sahaya dalam Al Qur’an terjemahan. Dalam
bahasa Arab disebut ‘abiid (العبيد) atau riqq (الرّقّ). Sebagian orang ada yang salah
paham, dikira yang namanya budak atau hamba sahaya adalah pembantu rumah
tangga. Sehingga jadi salah pemahaman setelah itu, dikarenakan yang namanya
budak atau hamba sahaya bisa diperlakukan sebagaimana istri bahkan tidak perlu
dengan jalan menikah (klik di sini).
Namun sekali ini beda dengan pembantu rumah tangga. Berikut ulasan singkatnya.
Budak dinamakan ‘abiid (hamba sahaya) karena ia diperbudak
oleh orang lain, yaitu majikannya (tuannya).
Bagaimana Cara Kepemilikan Budak?
Budak bisa dimiliki oleh seseorang dengan salah satu dari beberapa cara
berikut:
Pertama, kepemilikan dari
tahanan atau tawanan dari musuh kaum muslimin yaitu orang-orang kafir. Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri telah menjadikan para wanita Bani
Quroizhoh (orang kafir) dan keturunannya sebagai budak. Perbudakan para tahanan
tadi sebagai sikap balas Islam karena sikap congkak orang-orang kafir yang
enggan beribadah kepada Allah Ta’ala.
Balasannya mereka dijadikan budak di dunia.
Jadi dapat kita lihat di sini bahwa budak atau hamba sahaya asalnya dari
tahanan non muslim. Jadi jelas bukan pembantu rumah tangga.
Kedua, budak bisa pula
berasal dari anak budak
wanita, di mana anak tersebut adalah hasil hubungan dengan
selain tuannya, terserah ayah anak tadi adalah orang yang merdeka atau
sama-sama budak. Anak ini jadinya adalah budak milik dari tuan dari ibunya
tadi. Karena anak tadi adalah hasil dari ibunya dan hasil itu asalnya masih
milik tuannya.
Ketiga, budak bisa diperoleh
juga dengan cara membeli dari tuan yang memiliki budak dengan cara yang sah.
Selain itu bisa pula dengan jalan mendapat hadiah, wasiat, sedekah, warisan dan
cara lainnya yang masih dianggap sah pemindahan hak miliknya.
Para ulama pakar fikih katakan bahwa hukum asal manusia adalah merdeka (الحرّيّة) dan bukan budak atau hamba
sahaya (الرّقّ). Dari sini, sudah sepantasnya
pembantu rumah tangga diperlakukan layaknya manusia merdeka yang masih memiliki
hak sebagaimana manusia lainnya. Pembantu rumah tangga bukanlah orang yang
boleh begitu saja digauli. Hubungan badan dengan pembantu rumah tangga tanpa
melalui jalan nikah adalah termasuk zina.
Dari sini jangan sampai lagi dipahami bahwa pembantu rumah tangga adalah
budak atau hamba sahaya. Jadi, ayat berikut dimaksudkan untuk budak atau hamba
sahaya, bukan untuk pembantu RT,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5)
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ
مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
“Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang
yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7).
Wallahu waliyyut taufiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar