Rabu, 30 September 2015

Zakat Tabungan

Sudah menjadi fitroh manusia, dihiasi rasa cinta pada harta. Bukan sebuah sifat tercela bila mereka cinta harta yang dia miliki atau bersemangat untuk mencari penghasilan yang lebih. Yang menjadi masalah adalah cinta harta yang melampaui batas kewajaran secara syariat. Seperti, cinta harta yang diwarnai sikap tamak, rakus, serakah, kikir, dan berat untuk berinfak di jalan Allah.

Allah berfirman, yang artinya:
Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih.” (Q.S. At-Taubah: 34)

Ayat tersebut tidak mencela orang yang menyimpan hartanya atau memiliki tabungan. Akan tetapi, yang dilarang adalah bila tidak dikeluarkan sebagian harta tersebut, kewajiban zakat yang telah ditentukan Allah, seperti nafkah di jalan Allah.

Salah satu bentuk kewajiban yang harus ditunaikan terhadap harta simpanan adalah zakat, jika terpenuhi beberapa syarat tertentu, diantaranya:

1.      Harta simpanan berupa Emas, perak dan mata uang.
2.      Harta tersebut adalah harta milik pribadi dan dimiliki secara sempurna.
3.    Jumlahnya sudah mencapai nishob. Nishob emas: 85 gr emas murni, nishob perak: 595 gr perak murni, dan nishob mata uang: seharga 85 gram emas murni).
4.      Jumlah tersebut sudah tersimpan selama satu tahun Hijriyah. Masa ini disebut dengan haul.

Bila sudah terpenuhi beberapa persyaratan di atas maka wajib mengeluarkan zakat 2,5 % dari total harta setiap tahun Hijriyah.

Selanjutnya, dalam kajian kali ini, kami akan mengupas beberapa jenis tabungan dan aturan zakatnya. Namun sebelumnya, perlu kami sampaikan, bahwa bukanlah maksud kami dengan tulisan ini, menganjurkan para pembaca untuk beramai-ramai menjadi nasabah Bank. Apalagi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari bunganya yang notabene adalah riba.

Pembahasan zakat tabungan di bank dilatar belakangi fenomena yang ada di masyarakat, bahwa untuk menyimpan dana dalam jumlah besar, hampir semua orang mempercayakannya ke bank. Sementara tabungan berupa celengan hanya dilakukan sebagai ajang latihan di usia dini, yang nantinya apabila terkumpul jumlah yang cukup besar, uang tabungan tersebut akan disimpan juga ke bank demi keamanan.

1. Tabungan di Bank.

Tabungan di Bank dapat berupa Giro, Tabungan biasa maupun deposito. Semua jenis tabungan ini wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah terpenuhi syarat dan ketentuan di atas.

Alasan wajibnya zakat untuk tabungan di Bank, karena Nasabah tetap mempunyai kepemilikan yang sempurna atas uang yang dia simpan dalam rekening tabungannya. Dalam arti, nasabah bebas melakukan penyetoran dan penarikan di rekeningnya.

Bagaimana dengan deposito, bukankah nasabah tidak bisa menarik uangnya sebelum jatuh tempo?

Memang benar demikian, tapi bukan berarti uang itu hilang. Nasabah sangat yakin uangnya akan kembali dengan lengkap pada waktu yang tepat setelah jatuh tempo.

Kalaupun ada yang menyamakan ‘deposito’ dengan piutang selama jangka waktu tertentu, maka bisa kita jawab:

Ulama telah membahas apakah piutang wajib dizakati atau tidak? Padahal uang tersebut tidak ada di tangan? Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini, bahwa piutang tersebut tetap wajib dizakati. Karena secara hukum, uang itu masih miliknya, meskipun secara fisik uang itu ada di tangan orang lain. Untuk itu, lebih diwajibkan lagi, jika piutang tersebut dipinjamkan pada orang yang dipastikan mampu melunasinya setelah berakhirnya jatuh tempo.

2.  Tabungan Haji

Tabungan Haji adalah salah satu fasilitas simpanan yang disediakan oleh hampir seluruh bank di Indonesia. Tabungan ini bertujuan untuk memudahkan para nasabah yang ingin menunaikan haji untuk pelunasan BPIH (Biaya Pelaksanaan Ibadah Haji). Bahkan, saat ini, Depag tidak menerima setoran BPIH kecuali dari tabungan haji bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Perbedaan tabungan haji dengan tabungan sebelumnya adalah pada tabungan haji, nasabah tidak boleh melakukan penarikan dana tabungannya. Karena, dana tersebut sejatinya digunakan untuk membiayai pelaksanaan ibadah haji. Bahkan, secara otomatis akan dipakai untuk membiayai setoran pokok (biaya pengambilan nomor kursi) yang nilainya kurang lebih 25 juta rupiah.

Apabila nasabah meninggal dunia, tabungan tersebut masih bisa berpindak ke tangan ahli waris, namun bukan dalam bentuk nominal, melainkan hak untuk mendapatkan nomor kursi calon haji.

Ditinjau dari perbedaan ini, maka dapat disimpulkan bahwa tabungan haji tidak terkena wajib zakat, walaupun tabungannya sudah mencapai nishob dan tersimpan selama bertahun-tahun selama masa penantian dipanggil menjadi calon jamaah haji. Hal ini dikarenakan, salah satu syarat wajib zakat, tidak ada. Yaitu: kepemilikan yang sempurna. Dengan bukti, tabungan haji tidak dapat ditarik tunai sesuai kehendak nasabah. Manfaat yang didapat nasabah hanyalah berupa jasa pelaksanaan ibadah haji, sehingga tabungannya pada hakikatnya untuk membeli jasa, bukan menyimpan dana tunai.

3. Tabungan Pensiun

Tabungan ini telah menjadi buah bibir kalangan PNS. Bahkan, tidak jarang orang termotivasi untuk menjadi PNS dengan tujuan memperoleh tabungan ini.

Hakikat dari tabungan ini adalah sejumlah dana yang diperoleh oleh seorang pegawai, dari instansinya ketika ia mengakhiri masa kerjanya. Tabungan tersebut sebenarnya bukan mutlak hadiah instansi kepada mantan pegawainya. Namun, merupakan hasil kumpulan potongan tertentu dari gaji bulanannya ditambah dengan konpensasi akhir masa kerja yang diberikan oleh instansinya. Seorang pegawai telah mengabdi selama 20 tahun, otomatis gaji bulanannya selama masa itu terpotong dalam jumlah tertentu sebagai tabungan pensiunnya kelak.

Fenomena ini meninggalkan satu pertanyaan, ketika seseorang telah pensiun  dan menerima tabungan pensiun dalam jumlah yang melebihi nishob, apakah dia wajib langsung mengeluarkan zakat, begitu pertama kali ia menerima tabungan pensiun tersebut?

Jawabannya adalah belum wajib, harus menunggu terpenuhinya haul (disimpan setahun). Karena, tabungan tersebut baru mutlak menjadi miliknya saat dia pensiun. Sedangkan sebelumnya, uang tersebut masih di bawah kepemilikan dan wewenang instansi. Pegawai tidak berhak memiliki uang tersebut apalagi mengambilnya.

Hanya saja, dia harus mulai menghitung haul sejak pertama dia terima tabungan tersebut. Selanjutnya, tahun depan baru dizakati. Begitu juga tahun-tahun berikutnya selama nominalnya masih mencapai nishob.

4.  Deposit box

Tabungan jenis ini beda dengan sebelumnya. Bila sebelumnya tabungan berupa uang tunai yang bisa digunakan oleh bank untuk dipinjamkan ke orang lain atau digunakan oleh bank untuk transaksi komersial, tabungan dalam deposit box biasanya berupa benda-benda berharga selain uang (walaupun terkadang ada yang menyimpan uang tunai). Manfaat yang didapat nasabah adalah untuk mendapat jaminan keamanan. Semua pihak, termasuk bank tidak diperkanankan mengutak-atik isi dari deposit box tersebut, karena kuncinya dipegang oleh nasabah. Sedangkan yang berhak mengambilnya hanya pihak nasabah.

Apakah benda yang dititipkan di deposit box wajib dizakati? Ini tergantung dari jenis barang yang disimpan. Apabila barang tersebut adalah benda yang wajib dizakati seperti emas, perak dan uang kertas, maka pemilik harus menunaikan zakatnya jika telah terpenuhi syarat-syaratnya.


Akan tetapi, bila barang simpanannya berupa benda yang tidak wajib dizakati seperti intan, permata, berlian dll, maka tidak dikeluarkan zakatnya sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar