Minggu, 20 Desember 2015

Larangan Di Kuburan

1.     Larangan duduk di atas kuburan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur” [HR. Muslim (971)]

Hadits ini melarang kita untuk duduk di atas kuburan secara mutlak, namun ada sebagian pendapat yaitu pendapat Imam Malik bahwa yang dimaksud duduk adalah duduk untuk buang hajat baik besar ataupun kecil.

Pendapat ini dibantah oleh para ahli fiqih yang lain dengan alasan dalam lafdz hadist tersebut terdapat “hingga membakar pakaiannya”  yang artinya tidak diketemukan orang yang duduk buang hajat dengan pakaiannnya.

2.      Larangan Shalat dikuburan dan shalat menghadap kuburan (Tidak boleh pula menjadikan kuburan sebagai masjid)

Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry :
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi ini semuanya adalah mesjid (tempat shalat) kecuali pekuburan dan kamar mandi”. [HR. Tirmidzy no.317, Ibnu Majah 1/246 no.745, Ibnu Hibban 8/92 no.2321.]

Dan hadits Anas bin Malik :
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari shalat diantara kuburan”. [HR. Ibnu Hibban 4/596 no.1698.]

Dan Hadits Ibnu ‘Umar :
اِجْعَلُوْا فِيْ بُيُوْتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا
“Lakukanlah di rumah-rumah kalian sebagian dari shalat-shalat kalian dan janganlah menjadikannya sebagai kuburan”. [HR. Bukhary no.422.]

Maksudnya bahwa kuburan tidaklah boleh dijadikan tempat shalat sebagaimana rumah yang dianjurkan untuk dilakukan sebagian shalat padanya (shalat-shalat sunnah bagi laki-laki).

Dari Abu Martsad al-Ghanawi r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Janganlah duduk di atas kubur dan jangan pula shalat menghadapnya'," (HR Muslim (972).

Larangan ini mencakup shalat diatasnya atau menghadapnya, dan diperkuat dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum meninggalnya:
إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya sebagaimana menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku mau menjadikan seseorang dari umatku sebagai kekasihku tentu aku akan menjadikan Abu Bakr sebagai kekasihku. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kubur nabi-nabi dan orang shalih mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu.”

Ummu Salamah pernah menceritakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam mengenai gereja yang ia lihat di negeri Habaysah yang disebut  Mariyah. Ia menceritakan pada beliau apa yang ia lihat yang di dalamnya terdapat  gambar-gambar. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ  الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ  الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Mereka adalah kaum yang jika hamba atau orang sholeh mati di  tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya. Lantas  mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut. Mereka inilah  sejelek-jelek makhluk di sisi Allah” (HR. Bukhari no. 434).

3.     Larangan berjalan diatas kuburan

Dari 'Uqbah bin 'Amir r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh! berjalan di atas bara api atau pedang atau aku ikat sandalku dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Sama saja buruknya bagiku, buang hajat di tengah kubur atau buang hajat di tengah pasar," (Shahih, HR Ibnu Majah (1567).

Larangan ini mencakup berjalan atau menginjak kuburan, namun apabila darurat misalnya tidak ada jalan lain kecuali harus menginjak kuburan  maka dibolehkan menurut para ulama.

4.     Larangan Memakai Alas Kaki di Kuburan

Dari shahabat Basyir bin Khashashiyah radhiyallahu ‘anhu : “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau melihat seseorang sedang berjalan diantara kuburan dengan memakai sandal. Lalu Rasulullah bersabda,
يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا
“Wahai pemakai sandal, celakalah engkau! Lepaskan sandalmu!” Lalu orang tersebut melihat (orang yang meneriakinya). Tatkala ia mengenali (kalau orang itu adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melepas kedua sandalnya dan melemparnya” [HR. Abu Dawud (2/72), An Nasa’I (1/288), Ibnu Majah (1/474), Ahmad (5/83), dan selainnya. Al Hakim berkata : “Sanadnya shahih”. Hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi dan juga Al Hafizh di Fathul Baari (3/160). Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 173, Maktabah Al Ma’arif]

Yang dimaksud dilarang memakai alas kaki di pekuburan adalah ketika melewati sela-sela antara dua kuburan, dan dibolehkan memakainya dalam kondisi darurat misalnya terdapat banyak duri atau pecahan kaca dll.

5.     Larangan mendirikan bangunan

Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ،وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya”. [HR. Muslim no. 970]

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah berkata kepadaku : “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak meninggalkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 969, Abu Daawud no. 3218, At-Tirmidziy no. 1049, An-Nasaa’iy no. 2031, dan yang lainnya].

Cukup meninggikan sejengkal dan memberi tanda bahwa di tempat tersebut terdapat kuburan agar orang terhindar dari menginjak atau menduduki kuburan tersebut.

6.     Larangan Mengeluarkan Perkataan Al Hujr

Yang dimaksud Al Hujr adalah ucapan yang batil termasuk meratap, berdoa dan memohon kepada si mayit.

Dari Ummu 'Athiyyah r.a. ia berkata, "Ketika bai'at, Rasulullah saw. meminta kami agar tidak meratapi mayit," (HR Bukhari (1306) dan Muslim (936).

 demikian beberapa larangan ketika berziarah kubur , wallahu alam bishawab.


7.     Tidak membaca Al-Quran di kuburan.

Membaca Al-Qur`an dipekuburan adalah suatu bid’ah dan bukanlah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan petunjuk (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah berziarah dan mendo’akan mereka, bukan membaca Al-Qur`an.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تـُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim no.780)

Ini merupakan isyarat bahwa kuburan bukanlah tempat membaca Al-Quran, berbeda halnya dengan rumah.

Pada hadits ini terkandung pengertian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan ummatnya agar membaca Al-Qur`an di rumah-rumah mereka (menjadikan rumah-rumah mereka sebagai salah satu tempat membaca Al-Qur`an), kemudian beliau menjelaskan hikmahnya, yaitu bahwa syaithan akan lari dari rumah-rumah mereka jika dibacakan surah Al-Baqarah.

Dan sebelumnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang untuk menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kuburan yang dihubungkan dengan hikmah (illat tersebut), maka mafhum (dipahami) dari hadits di atas adalah bahwa kuburan bukanlah tempat yang disyari’atkan untuk membaca Al-Qur`an, bahkan tidak boleh membaca Al-Qur`an padanya.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Para ulama telah menukil dari Imam Ahmad tentang makruhnya membaca Al-Qur`an dikuburan dan ini adalah pendapat jumhur As-Salaf dan para shahabatnya (Ahmad) yang terdahulu juga di atas pendapat ini, dan tidak ada seorangpun dari ‘ulama yang diperhitungkan mengatakan bahwa membaca Al-Qur`an dikuburan afdhal (lebih baik). Dan menyimpan mashohif (kitab-kitab Al-Qur`an) dikuburan adalah bid’ah meskipun untuk dibaca… dan membacakan Al-Qur`an bagi mayat adalah bid’ah”. (Lihat Min Bida’il Qubur hal.59.)

Adapun hadits-hadits tentang membaca Al-Quran di kuburan adalah tidak sahih.

8.     Larangan Menjadikan kuburan sebagai tempat peringatan

Yaitu tempat yang dikunjungi pada waktu-waktu tertentu dan pada musim-musim tertentu untuk beribadah disisinya atau untuk selainnya.

Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat peringatan dan janganlah menjadikan rumah kalian sebagai kuburan dan dimanapun kalian berada bersholawatlah kepadaku sebab sholawat kalian akan sampai kepadaku”. [HR. Ahmad 2/367, Abu Daud no.2042. Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz dan kitab Min Bida’il Qubur].

9.     Melakukan perjalanan (bersafar) dengan maksud hanya untuk berziarah kubur.

Berdasarkan hadits :

Hadits Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ وَلَفْظُهُ ” إِنَّمَا يُسَافَرَ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ وَمَسْجِدِيْ وَمَسْجِدِ إِيْلِيَاءَ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan (untuk ibadah) kecuali kepada tiga mesjid : Al-Masjidil Haram dan Masjid Ar-Rasul dan Masjid Al-Aqsho”. [HR. Bukhary dan Muslim dengan lafazh “safar itu hanyalah kepada tiga mesjid (yaitu) Masjid Al-Ka’bah dan Mesjidku dan Masjid Iliya`”.]

Hadits Abu Sa’id Al-Khudry dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
لاَ تُشَدُّ وَفِيْ لَفْظٍ : لاَ تَشُدًّوْا الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِيْ هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقُصَى. أَخْرَجَهُ الشَّيْخَانِ وَاللَّفْظُ الْآخَرُ لِمُسْلِمٍ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan -dan dalam sebuah riwayat : janganlah kalian melakukan perjalanan- (untuk ibadah) kecuali kepada tiga mesjid : Mesjidku (Mesjid Nabawy), Masjidil Haram dan Masjid Al-Aqsho”. [Muttafaqun ‘alaihi.]

10.Menyalakan lampu (pelita) pada kuburan.

Karena perbuatan tersebut adalah bid’ah yang tidak pernah dikenal oleh para salafus sholeh, dan hal itu merupakan pemborosan harta dan karena perbuatan tersebut menyerupai Majusi (para penyembah api). Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz hal. 294.

11.Mengeraskan suara di kuburan.


Berkata Qais bin Abbad : “Adalah shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai merendahkan suara dalam tiga perkara : dalam penerangan, ketika membaca Al-Qur`an dan ketika di dekat jenazah-jenazah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.11201. Lihat Min Bida’il Qubur hal.88.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar