Sabtu, 07 Mei 2016

Luqathah (Barang Temuan)

Definisi Luqathah

Al-Luqathah yaitu setiap harta yang terjaga yang dimungkin-kan hilang dan tidak dikenali siapa pemiliknya.

Dan lebih sering dipakai untuk selain hewan, adapun untuk hewan maka dikatakan dhaalah.

Aturan Berkenaan Luqatah / Barang Temuan

Ada beberapa aturan yang perlu kita perhatikan terkait barang temuan (luqathah).

Pertama, barang temuan ada 3 macam,

1. Barang yang nilainya sangat murah, hampir tidak akan diambil oleh pemiliknya atau dilirik orang yang lewat. 

Di zaman sekarang, uang Rp 500; sudah mulai tidak dilirik. Buat parkir motor saja gak dapet. Itu diantara contohnya. Contoh yang lain, gantungan kunci, polpen bekas, permen, dst. Barang-barang yang dianggap tidak bernilai semacam ini, boleh langsung dimanfaatkan orang yang nemu, tanpa harus diumumkan.

Dalam hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
رَخَّصَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْعَصَا وَالسَّوْطِ وَالْحَبْلِ وَأَشْبَاهِهِ يَلْتَقِطُهُ الرَّجُلُ يَنْتَفِعُ بِهِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada kami untuk memanfaatkan tongkat, cemeti, tali, dan semacamnya, yang ditemukan seseorang. (HR. Abu Daud 1719).

Dari Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melewati sebiji kurma di jalan, lalu beliau bersabda:
لَوْ لاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ َلأَكَلْتُهَا.
“Seandainya aku tidak takut kalau ia dari (harta) shadaqah, niscaya aku akan memakannya.’” (HR Bukhari no. 2431, Muslim no. 1071, Abu Dawud no. 1636). Ini karena keluarga Rasulullah diharamkan makan barang shadaqah.

2. Barang yang tidak butuh dirawat atau mudah untuk dicari pemiliknya. 

Barang semacam ini, ketika dibiarkan saja, akan bisa mudah bagi pemiliknya untuk mengambilnya.

Di masa silam, onta termasuk binatang yang bisa pulang sendiri ketika dia menghilang dari pemiliknya. Karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk menangkap onta temuan. Ketika beliau ditanya tentang onta temuan, beliau mengatakan,
وَمَا لَكَ وَلَهَا مَعَهَا سِقَاؤُهَا وَحِذَاؤُهَا ، تَرِدُ الْمَاءَ ، وَتَرْعَى الشَّجَرَ ، فَذَرْهَا حَتَّى يَلْقَاهَا رَبُّهَا
Apa urusanmu dengan onta itu. Dia ada kantong airnya, punya sepatu, bisa minum air sendiri, makan pepohonan. Biarkan dia, sampai ketemu pemiliknya. (HR. Bukhari 91 & Muslim 4595)

Dianalogikan dengan ini adalah kendaraan, atau benda-benda besar lainnya, seperti kayu, besi, atau benda yang tidak mudah pindah, dan bisa dengan mudah ditemukan oleh pemiliknya.

3. Jenis ketiga, barang yang bernilai, siapapun berminat untuk mengambilnya, dan mudah hilang dan mudah dimanfaatkan. 

Seperti uang dengan nominal besar, emas, atau hewan yang mudah dimakan binatan buas, seperti kambing atau anak sapi.

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang kambing temuan, apakah boleh diambil. Beliau mengatakan,
خُذْهَا فَإِنَّمَا هِىَ لَكَ أَوْ لأَخِيكَ أَوْ لِلذِّئْبِ
Ambil kambing itu, karena dia bisa jadi milikmu, atau kembali ke yang punya, atau diterkam serigala. (HR. Bukhari 2428 & Muslim 4596).

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Datang seorang Badui kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya bertanya kepadanya tentang apa yang ia temukan. Beliau bersabda:
عَرِّفْهَا سَنَةً ثُمَّ اعْرِفْ َعِفَاصَهَاِ وَوِكَاءَهَا فَإِنْ جَاءَ أَحَدٌ يُخْبِرُكَ بِهَا وَإِلاَّ فَاسْتَنْفَقَهَا
“Umumkan selama satu tahun, kemudian kenalilah tempatnya dan tali pengikatnya, apabila datang seseorang memberitahukan kepadamu tentangnya maka berikanlah, jika tidak maka belanjakanlah”.
Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kambing yang tersesat?’ Beliau menjawab, ‘Itu milikmu atau milik saudaramu atau milik serigala.’
Ia berkata, ‘Bagaimana dengan unta yang tersesat?’ Maka wajah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah dan bersabda, ‘Apa hubungannya denganmu? Ia membawa sepatu dan kantong airnya, ia bisa datang ke tempat air dan memakan tumbuhan.’”[HR Bukhari 2427, Muslim no. 1722, Tirmidzi no. 1387, Ibnu Majah no. 2504, Abu Dawud no. 1688]

Status Hukum Tergantung Niat

 

Barang temuan adalah barang milik orang lain. Berpindah tangan ke orang yang nemu, sama sekali tidak didasari saling ridha. Pemilik berusaha mencarinya, yang menunjukkan dia tidak rela ketika barang itu berpindah ke tangan orang lain. Untuk itulah, barang temuan harus dikembalikan ke pemiliknya, atau dijaga untuk dipertemukan dengan pemiliknya. Tidak boleh diambil, untuk dimiliki secara pribadi. Mengambil untuk dimiliki pribadi, berarti telah melakukan kesalahan.

Ada dua kemungkinan niat, ketika seseorang yang mengambil barang temuan, (1) diambil untuk dijaga dan dipertemukan dengan pemiliknya, (2) diambil untuk dimiliki secara pribadi. Karena niatnya berbeda, hukumnya pun berbeda. Ini bagian dari penerapan dalam Kaidah Fiqh,
الأمور بمقاصدها
“Status segala urusan, sesuai dengan niatnya.”

Dalam kitab Jam’ul Mahshul dinyatakan,
إذا أخذ اللقطة بقصد حفظها وتعريفها ، فهو أمين لا ضمان عليه إذا تلفت ، أو بقصد تملكها فهو غاصب ، عليه الضمان إذا تلفت
Jika ada orang yang mengambil barang temuan, dengan maksud untuk dirawat, dan diumumkan, maka status orang ini adalah amin (orang yang mendapatkan amanah), sehingga ketika rusak atau hilang, dia tidak wajib ganti. Dan jika dia mengambil dengan tujuan untuk memilikinya, maka statusnya ghasab (merampas hak orang lain), dia wajib ganti rugi jika rusak atau hilang. (Jam’ul Mahshul, Syarh Risalah as-Sa’di fi al-Ushul, hlm. 78).

Tanamkan hal ini ketika kita mengambil barang orang lain, agar kita tidak memakan harta orang lain tanpa kerelaannya. Alah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. an-Nisa; 29).

Allah menyebut, mengambil harta orang lain tanpa kerelaannya, dengan memakan harta secara bathil. Barangkali di dunia urusan ini buka dianggap pelanggaran hukum oleh negara. Namun, urusan belum selesai. Di akhirat, semua harus dipertanggung jawabkan. Tentu saja barang itu tidak bisa anda kembalikan, atau anda tebus dengan uang, namun semua ditebus dengan amal.

Cara Menangani Barang Temuan


Lalu apa yang harus kita lakukan ketika kita menemukan sesuatu. Sementara kita tidak menjamin, ketika barang ini kita biarkan, akan kembali ke pemiliknya. Besar kemungkinan akan diambil orang lain yang mungkin lebih tidak bertanggung jawab.

Jika kita yakin bisa bersikap amanah terhadap barang temuan itu, kita bisa mengambilnya dan mengumumkannya atau berusaha menjaganya hingga datang pemiliknya, atau penanganan lainnya yang diizinkan secara syariat.

Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi berkata: Barangsiapa menemukan barang, maka wajib baginya untuk mengetahui jenis dan jumlahnya, kemudian mempersaksikan kepada orang yang adil, kemudian ia menyimpannya dan diumumkan selama setahun. Apabila pemiliknya memberitahukannya sesuai ciri-cirinya, maka ia wajib memberikan kepada orang tersebut walaupun setelah lewat satu tahun, jika tidak (ada yang mengakuinya), maka ia boleh memanfaatkannya.

Diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Aku bertemu dengan Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata, ‘Aku menemukan sebuah kantung yang berisi seratus dinar, lalu aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda, ‘Umumkan dalam setahun.’ Aku pun mengumumkannya selama satu tahun, dan aku tidak menemukan orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi beliau lagi, dan bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun.’ Lalu aku mengumumkannya dan tidak menemukan (orang yang mengenalnya). Aku mendatangi beliau untuk yang ketiga kali, dan beliau bersabda:
احْفَظْ وِعَاءَهَا، وعَدَدَهَا، وَوِكَاءَهَا، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلاَّ فَاسْتَمْتِعْ بِهَا.
“Jagalah tempatnya, jumlahnya dan tali pengikatnya, kalau pemiliknya datang (maka berikanlah) kalau tidak, maka manfaatkanlah.”
Maka aku pun memanfaatkannya. Setelah itu aku (Suwaid) bertemu dengannya (Ubay) di Makkah, ia berkata, ‘Aku tidak tahu apakah tiga tahun atau satu tahun.’” [HR Bukhari no. 2426, Muslim no. 1723, Tirmidzi no. 1386, Ibnu Majah no. 2506, Abu Dawud no 1685]

Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَجَدَ لُقَطَةً فَلْيُشْهِدْ ذَا عَدْلٍ أَوْ ذَوَيْ عَدْلٍ ثُمَّ لاَ يُغَيِّرْهُ وَلاَ يَكْتُمْ، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا وَإِلاَّ فَهُوَ مَالُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ.
“Barangsiapa yang mendapatkan barang temuan, maka hendaklah ia minta persaksian seorang yang adil atau orang-orang yang adil, kemudian ia tidak menggantinya dan tidak menyembunyikannya. Jika pemiliknya datang, maka ia (pemilik) lebih berhak atasnya. Kalau tidak, maka ia adalah harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.’” [HR Ibnu Majah no. 2505, Abu Dawud no. 1693]

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan beberapa aturan di tanah haram.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ مَكَّةَ فَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلاَ تَحِلُّ ِلأَحَدٍ بَعْدِي، وَإِنَّمَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، لاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا وَلاَ يُعْضَدُ شَجَرُهَا، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهَا، وَلاَ تُلْتَقَطُ لُقَطَتُهَا، إِلاَّ لِمُعَرِّفٍ.
“Sesungguhnya Allah mengharamkan Makkah, tidak halal bagi seorang pun sebelumku dan tidak halal bagi seorang pun setelahku, dan hanyalah di halalkan bagiku sesaat dari waktu siang. Tidak boleh dicabut ilalangnya, tidak di tebang pohonnya, tidak diusir buruannya dan tidak halal diambil barang temuannya, kecuali bagi orang yang mengumumkannya.” [Muttafaq ‘alaih: HR. Bukhari 112 & Muslim 3371]

Pendapat yang rajih (mendekati kebenaran) terkait barang temuan, bahwa tidak ada perbedaan antara barang temuan di tanah haram (Mekah) dan selain tanah haram.

Karena itu, ketika kita merasa ada orang lain yang lebih memungkinkan untuk mengembalikan barang itu, sebaiknya kita serahkan ke orang lain, dan kita tidak mengambilnya.

Sebagai contoh, anda menemukan barang di sebuah daerah, ketika anda sedang safar. Atau misalnya di terminal. Tentu saja, anda akan sangat kerepotan jika harus mengumumkan di tempat itu. Karena anda harus melakukan safar untuk bisa menemukan pemiliknya. Di posisi ini, anda bisa serahkan ke satpam atau petugas yang amanah. Sehingga anda terlepas dari tanggung jawab menjaganya.

Sebaliknya, jika memungkinkan bagi anda untuk mengembalikannya, karena barang itu anda temukan di daerah anda, maka bisa anda ambil.

Selanjutnya, bagaimana cara menanganinya? Keterangan berikut adalah dari kitab al-Mulakhas al-Fiqhi, karya Dr. Soleh al-Fauzan.

Cara Menangani Barang Temuan

Dilihat dari daya tahannya, barang temuan bisa kita kelompokkan menjadi tiga,

Pertama, barang temuan yang tidak tahan lama
Misalnya, roti, buah-buahan, atau makanan apapun lainnya.

Untuk barang yang mudah rusak semacam ini, anda harus memilih cara penanganan yang paling menguntungkan bagi pemiliknya. Misalnya, dijual atau dibeli sendiri, kemudian uang hasilnya disimpan untuk diserahkan ke pemiliknya jika ketemu. Atau disedekahkan atas nama pemiliknya.

Kedua, barang temuan yang membutuhkan perawatan
Misalnya binatang piaraan, atau binatang ternak atau benda apapun yang butuh perawatan.

Ada 3 pilihan yang bisa dilakukan,
1.   Memakannya, dan dengan komitmen membelinya dari pemilik. Sehingga jika pemiliknya datang, dia bisa berikan uangnya ke pemiliknya.
2.       Menjualnya, lalu uangnya disimpan untuk diserahkan ke pemilik.
3.     Merawatnya tanpa memilikinya. Terutama untuk binatang piaraan. Biaya perawatan untuk sementara kita yang tanggung, dan jika pemiliknya datang, kita bisa minta ganti rugi.

Ketika menjelaskan kambing temuan, Ibnul Qoyim mengatakan,
وفيه جواز التقاط الغنم ، ، فيخير بين أكلها في الحال وعليه قيمتها ، وبين بيعها وحفظ ثمنها ، وبين تركها والإنفاق عليها من ماله
Dalam hadis ini menunjukkan bolehnya mengambil kambing temuan. … ada beberapa pilihan yang bisa dia lakukan, antara memakannya langsung, namun diganti uang senilai kambing itu. Atau dijual dan disimpan uangnya, atau dia rawat dan biaya perawatan diambil dari hartanya.

Ketiga, semua barang bernilai selain dua jenis di atas
Seperti uang, perhiasan, hp atau barang berharga lainnya, yang tidak butuh perawatan, selain hanya disimpan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait barang temuan ini,
1.      Ketika orang itu menemukannya, dia bisa menimbang keadaannya dan lingkungannya. Jika dia sanggup bertindak amanah, dia berhak mengambilnya. Terlebih ketika dia yakin barang ini bisa terancam keselamatannya jika jatuh ke tangan orang lain.
2.   Berusaha mengenali ciri-cirinya, termasuk tempat dia menemukannya. Karena demikian yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3.   Wajib diumumkan selama setahun.. mengenai teknis mengumumkannya, tidak ada batas tertentu. Dia bisa gunakan cara apapun yang paling efektif dan efisien.
4.     Jika ada yang datang mengaku memilikinya, dia bisa minta dirinya untuk menyebutkan ciri-cirinya. Jika ternyata tidak sesuai, tidak boleh dia serahkan, kecuali jika dia memiliki bukti yang lain.
5. Jika pemiliknya tidak datang setelah diumumkan selama setahun, dia bisa memanfaatkannya. Dengan komitmen, jika pemiliknya datang, dia akan serahkan ke pemiliknya.
(al-Mulakhas al-Fiqhi, 2/193)

Tidak akan dijumpai aturan ini di ajaran agama lainnya. Semua aturan ini menunjukkan betapa islam adalah agama yang sangat menghargai sesama. Jangankan harga diri, barang yang hilang saja, dalam islam dijaga, agar bisa dikembalikan kepada pemiliknya. Terlepas siapa yang mempraktekkannya. Karena tidak semua aturan islam, dipraktekkan semua penganutnya, bahkan terkadang justru malah dipraktekkan umat agama lain. Andai umat islam berusaha mempraktekkan semua ajaran nabi mereka, negaranya akan menjadi negara teraman di dunia.


Allahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar