Sekarang ini menyebar sebuah tulisan, yang kemudian gencar
ditularkan orang melalui media WA, Telegram, Facebook dan lain-lain. Dan
disambut gegap gemita oleh para wanita dan orang-orang yang mencari ridha
wanita.
Tulisan itu berbunyi:
TELADANI POLIGAMI RASUL
(atau pakai judul : Ini
jawaban Isteri kalau suaminya mau menikah lagi)
Sebagian pria muslim ingin
melakukan poligami dengan alasan mengikuti sunnah Nabi. Sering kali sang istri
tidak siap mendengar keinginan tersebut, apalagi jika yang akan menjadi madu
jauh lebih muda dan lebih cantik darinya.
Ini kisah yang dialami oleh
Ustadz Bangun Samudra. Ia pernah mencoba apakah istrinya membolehkannya
melakukan poligami.
“Jeng, kalau Mas menikah
lagi boleh?” tanyanya kepada Istri.
“Ndak boleh”
“Lho kenapa?” Lalu Ustadz
Bangun Samudra pun membukakan Al Qur’an. Mantan pastor itu membukakan surat An
Nisa’ yang di dalamnya ada ayat
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي
الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
”Dan jika engkau takut tidak
akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (apabila engkau
menikahinya), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang engkau sukai: dua,
tiga atau empat. Kemudian jika engkau takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja” (QS. An Nisa’ : 3)
“Kalau engkau melarang
poligami berarti melanggar firman Allah”
“Lalu Mas menikah untuk
apa?”
“Sunnah Rasul. Ibadah”
“Mas, kalau Mas memang
betul-betul menjalankan sunnah Rasul dan betul-betul untuk ibadah Mas, tak
siapkan dua istri”
Ustadz Bangun Samudra sangat
kaget dengan jawaban ini. “Kapan ta’aruf?” tanyanya tidak sabar.
“Nanti sore siap” Jawaban
ini lebih mengagetkan lagi. Maka sorenya, ia pun berdandan rapi.
Sore harinya, sang istri
menepati janji. Ia mengajak Ustadz Bangun Samudra pergi ke sebuah rumah.
Setelah pintu diketuk, keluarlah seorang perempuan. “Kenalkan Mas, ini Mbah
Darmi. Janda. Usianya 75 tahun”
“Lho, ini?”
“Iya Mas. Janda. Berapa
kitab hadits sudah Mas baca sejak masuk Islam sampai hari ini?” Ustadz Bangun
Samudra terdiam. Ia telah membaca 15 kitab hadits. Mulai Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan An Nasa’i hingga Hakim. “Siapa
istri muda dari Rasulullah?”
“Aisyah”
“Sebelumnya?”
“Saudah”
“Usianya?”
“69 tahun”
“Status?”
“Janda”
Istri Ustadz Bangun Samudra
tahu persis jika suaminya sudah tahu bahwa semua istri Nabi janda dan berusia
tua ketika dinikahi beliau. Hanya Aisyah yang masih gadis. Dan semua pernikahan
itu pun karena ibadah, dakwah dan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Calon kedua yang hendak
ditaarufkan kepada Ustadz Bangun Samudra juga seorang janda lanjut usia.
Akhirnya keinginan poligami itu pun kandas oleh kata-kata pamungkas istrinya.
“Istri Rasul semuanya janda
dan tua, Mas. Jadi kalau Mas mau mengikuti sunnah Rasul, aku rela Mas. Ini Mbah
Darmi dan calon berikutnya Mbah To, usia 76 tahun.”
“Kalau begitu Mas
menjalankan sunnah Rasul yang lainnya saja,” simpul Ustadz Bangun Samudra.
BERIKUT DAFTAR ISTRI2
RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
Nama-nama Istri Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam, usia mereka dinikahi, usia Rasulullah menikahi,
statusnya, kondisinya, serta alasan Rasulullah menikahinya.
1. Nama : Khadijah ra
Status : 2 kali janda
Usia Dinikahi : 40 thn
Usia Rasulullah : 25 thn
Kondisinya : Pengusaha,
keturunan bangsawan, punya 4 anak dari pernikahan sebelumnya, memiliki 6 anak
dari Rasulullah ...
Alasan : Petunjuk Allah,
karena dia adalah wanita pertama yang memeluk islam, dan mendukung dakwah Nabi.
2. Nama : Aisyah ra
Status : gadis
Usia dinikahi : 11 tahun
(tetapi tinggal serumah dengan Nabi setelah usia 19 tahun)
Usia Rasulullah : 52 tahun
Kondisinya : Cantik, cerdas,
putri
Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.
Alasannya : Petunjuk Allah
lewat mimpinya 3 malam berturut-turut bhw Rasulullah akan mengajarkan tentang
kewanitaan kepada Aisyah, agar disampaikan kepada umatnya kelak. Aisyah ra
banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah yang disampaikan pada umat.
3. Nama : Saudah binti
Zum’ah ra
Status : janda
Usia dinikahi : 70 thn
Usia Rasulullah : 52 thn
Kondisi : Wanita kulit
hitam, janda dari sahabat nabi yang menjadi perisai Nabi saat perang. Memiliki
12 anak dari pernikahan dengan suami pertama.
Alasannya : Menjaga keimanan Saudah ra dari teror &
gangguan kaum musyrikin.
4. Nama : Zainab Binti
jahsyi ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 45 thn
Usia Rasulullah : 56 thn
Kondisi : Mantan isteri Zaid
bin Haritsah ra.
Alasan : Perintah Allah
bahwa pernikahan harus sekufu, Zainab adalah mantan istri anak angkatnya Rasulullah.
Sekaligus mencontohkan bahwa anak angkat tidak bisa dijadikan anak kandung
secara nasab (kebiasaan masyarakat saat itu). Maka istrinya tetap bukan mahrom
untuk ayah angkatnya. Jadi boleh dinikahi.
5. Nama : Ummu Salamah ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 62 thn
Usia Rasulullah : 56 thn
Kondisi : Putri bibi Nabi,
seorang janda yang pandai berpidato dan mengajar.
Alasan : Perintah Allah
untuk membantu dakwah Rasulullah.
6. Nama : Ummu Habibah ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 47 thn
Usia Rasulullah : 57 tahun
Kondisi : Mantan istri
Ubaidillah bin Jahsyi, cerai karena suaminya pindah agama jadi nashrani ...
Alasan : Untuk Menjaga Ummu
Habibah dari pemurtadan.
7. Nama : Juwairiyyah bin
Al-harits ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 65 thn
Usia Rasulullah : 57 tahun
Kondisi : Tawanan perang
yang dinikahi oleh Rasulullah, tidak memiliki sanak saudara, dan memiliki 17
anak dari pernikahan yang pertama.
Alasan : Petunjuk Allah,
memerdekakan budak, pembebasan dari
tawanan perang dan menjaga ketauhidan.
8. Nama : Shafiyah binti
Hayyi ra
Status : 2 kali janda
Usia dinikahi : 53 thn
Usia Rasulullah : 58 tahun
Kondisi : Wanita muslimah
dari kalangan yahudi bani nadhir, memiliki 10 anak dari pernikahan sebelumnya.
Alasan : Rasulullah menjaga
keimanan shafiyyah dari boikot & teror orang yahudi.
9. Nama : Maimunah Binti
al-harits ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 63 thn
Usia Rasulullah : 58 tahun
Kondisi : Mantan istri Abu
Ruham bin Abdul Uzza
Alasan : Istri Rasulullah
dari kalangan yahudi bani kinanah. Menikah dengan Rasulullah adalah untuk
menjaga dan mengembangkan dakwah di kalangan bani nadhir ...
10. Nama : Zainab binti
Khuzaimah ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 50 thn
Usia Rasulullah : 58 tahun
Kondisi : Seorang janda yang
banyak memelihara anak yatim dan orang yang lemah di rumahnya. Mendapat gelar
ibu para masakin.
Alasan : Petunjuk Allah
untuk bersama2 menyantuni anak yatim dan orang lemah.
11. Nama : Mariyah
Al-Qibtiyah ra
Status : Gadis
Usia dinikahi : 25 thn
Usia Rasulullah : 59 tahun
Kondisi : Budak hadiah dari
raja Muqauqis dari Mesir.
Alasan : Menikahi untuk
memerdekakannya dari perbudakan dan menjaga keimanan Mariyah ra.
12. Nama : Hafsah binti Umar
ra
Status : Janda
Usia dinikahi : 35 thn
Usia Rasulullah : 61 tahun
Kondisi : Putri sabahat Umar
bin Khattab. Janda dari Khunais bin Huzafah yang meninggal karena perang uhud.
Alasan : Petunjuk Allah swt
Hikmah : Hafsah adalah
wanita pertama yang hafal al Qur’an. Dinikahi oleh Rasulullah saw agar bisa
menjaga keotentikan Al Qur'an dan mengajarkan pada muslimah.
Semoga jadi pedoman &
pengetahuan kita bhw poligami Rasulullah krn petunjuk Allah & bkn krn nafsu
seperti fitnah kaum kuffar .....salam..
------------------
Pertama-tama..
Meluruskan Usia Umahatul Muslimin
1. Khadijah
binti Khuwailid.
Ahli
sejarah berbeda pendapat, apakah khadijah menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan janda, ataukah masih
gadis. Sebagian mengisyaratkan bahwa Khadijah masih gadis, diantaranya Abu
Nuaim Al-Ashbahani dalam Dalail
An-Nubuwah(1/178)
Ulama berbeda pendapat tentang usia
khadijah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Keterangan yang sering kita dengar, beliau
menikah dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di
usia 40 tahun. Berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Sa’d dalamAt-Thabaqat
Al-Kubro, dari Al-Waqidi. Dalam riwayat itu dinyatakan:
وتزوجها رسول الله صلى الله عليه و
سلم وهو بن خمس وعشرين سنة وخديجة يومئذ بنت أربعين سنة ولدت قبل الفيل بخمس عشرة
سنة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya (Khadijah) ketika beliau
berusia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40 tahun.” (Thabaqat
Ibn Sa’d, 1/132)
Akan teteapi dalam riwayat Al-Hakim
dengan sanadnya, dari Muhammad Ibnu Ishaq, beliau menyatakan:
وكان لها يوم تزوجها ثمان وعشرون سنة
“Pada hari pernikahannya (Khadijah),
beliau berusia 28 tahun.” (Al-Mustadrak Al-Hakim,
11/157)
Kemudian dalam Al-Bidayah wan
Nihayah, Ibnu Katsir mengatakan
نقل البيهقي عن الحاكم أنه كان عمر
رسول الله صلى الله عليه و سلم حين تزوج خديجة خمسا وعشرين سنة وكان عمرها إذ ذاك
خمسا وثلاثين وقيل خمسا وعشرين سنة
“Dinukil oleh Al-Baihaqi dari
Al-Hakim bahwa usia Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallamketika menikah dengan Khadijah adalah 25 tahun,
sedangkan usia Khadijah ketika itu adalah 35 tahun, ada juga yang mengatakan,
25 tahun…” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2/295)
Allahu a’lam, tidak ada acuan yang
cukup menenangkan dan meyakinkan dalam hal ini, karena itu kita tidak perlu
terlalu mendalami. Lebih dari itu, orang tidak jadi sesat gara-gara salah dalam
menentukan tahun pernikahan Khadijah.
2. Aisyah
binti Abu Bakar
Para ahli sejarah berbeda pendapat
tentang usia Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Pendapat yang makruf, beliau menikah di usia 6
tahun, dan baru kumpul di usia 9 tahun. Sebagaiaman keterangan Aisyah sendiri
tentang dirinya,
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وبنى بي وأنا بنت تسع
سنين
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun.
Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun. (HR. Bukhari 3894 &
Muslim 1422)
Namun keterangan A’isyah ini
dipertanyakan. Karena beliau menyampaikan keterangan ini setelah di usia cukup
tua dan ketika itu angka tahun kurang diperhatikan. Karena itulah ada sebagian
ulama yang membandingkannya dengan usia Asma (saudari Aisyah). Ibnu Hajar
menegaskan selisih usia Asma dengan A’isyah adalah 10 tahun lebih tua.
Sementara Abu Nuaim meriwayatkan
bahwa usia Asma ketika hijrah ke Madinah 27 tahun. Artinya, ketika hijrah,
Aisyah berusia 17 tahun.Adajuga yang mengatakan, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahi
Aisyah di usia 13 tahun, dan baru kumpul di usia lebih dari itu.
3. Saudah binti Zam’ah
Tidak
diketahui pula usianya saat menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya saat
wafat. Namun ada yang mengatakan bahwa usinya saat menikah dengan Nabi adalah
55 tahun. Ibunda Saudah dinikahi oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam saat
3 tahun sebelum hijrah. Meninggal tahun 54 H pada masa kekhalifahan Muawiyah.
4. Zainab
binti Jahsy.
Zainab dinikahi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tahun 5H. Ketika itu, Zainab berusia 37 tahun.
Berjalanlah biduk rumah tangga Rasulullah dengan Zainab selama 6 tahun, hingga
Rasulullah wafat.
Ummul mukminin Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha wafat pada masa pemerintahan Umar bin
al-Khattab tahun 21 H dengan usia 53 tahun.
5. Ummu Salamah. (Hindun
bintu Abi Umayyah)
Ummu
Salamah dilahirkan pada tahun 24 sebelum hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di tahun 4 H. Saat itu
usianya menginjak 28 tahun.
Ummu
Salamah radhiallahu
‘anha memiliki usia
cukup panjang, 85 tahun. Ia wafat pada tahun 61 H, pada saat pemerintahan Yazid
bin Muawiyah.
6. Ummu Habibah bintu
Abi Sufyan
Nama Ummu Habibah
adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Beliau dilahirkan pada tahun 25 sebelum hijrah.
Pada tahun 6 atau 7 H, barulah Ummu
Habibahradhiallahu
‘anha tiba di
Madinah. Saat itulah kehidupan rumah tangganya bersama Rasulullah dimulai. Usia
rumah tangga ini berjalan selama kurang lebih 4 tahun, berakhir dengan wafatnya
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Ummu Habibah wafat pada tahun 44H
dengan usia 69 tahun.
7. Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar.
Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah berlangsung pada
tahun ke-5 H. Saat itu ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu ‘anha berusia
19 atau 20 tahun. Rumah tangga nubuwah ini berlangsung selama 6 tahun.
Ummul mukminin Juwairiyah binti
al-Harits wafat pada tahun 56 H saat berusia 70 tahun. Ada yang bilang tahun
50H saat berusia 65 tahun.
8. Shafiyah binti Huyai bin
Akhtab
Beliau
adalah wanita dari kalangan Bani Israil. Ummul mukminin Shafiyah lahir pada
tahun 9 sebelum hijrah. Setelah menerima Islam, Rasulullah menikahi Shafiyah
yang saat itu belum berumur 17 tahun. Pernikahan pun dilangsungkan, yaitu pada
tahun 8 H. Rumah tangga mulia ini berlangsung selama 4 tahun hingga wafatanya
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Ummul
mukminin Shafiyah binti Huyai wafat pada tahun 50 H di zaman pemerintahan
Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu
‘anhu. Saat itu usia beliau 59 tahun.
9. Maimunah binti al-Harits bin
Hazn.
Saat
menikah dengan Nabi, ia telah berusia 36 tahun. Nabi menikahinya pada tahun 7
H, satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah.
Pada tahun
51 H sesuai riwayat Khalifah bin Khayath dalam Tharikh-nya, ummul mukminin
Maimunah binti al-Harits wafat. Usia beliau saat itu adalah 80 atau 81 tahun.
10. Zainab
binti Khuzaimah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Ramadhan tahun 3
H. Namun kebersamaannya dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah
berlangsung lama. Ummul mukminin Zainab bin Khuzaimah wafat saat pernikahannya
dengan Rasulullah baru berumur 8 bulan atau bahkan kurang dari itu. Dan saat
itu usia Zainab radhiallahu
‘anha 30 tahun.
Dengan demikian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dua
kali merasakan wafat ditinggal istrinya.
12. Hafshah binti Umar bin
al-Khattab.
Pernikahan
Hafshah dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam terjadi
pada tahun ke-3 H. saat itu usia Hafshah adalah 21 tahun. Ia hidup bersama
Rasulullah, membangun keluarga selama 8 tahun. Saat usianya menginjak 29 tahun,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat.
Dan Hafshah wafat pada usia 63 tahun tahun 45 H, pada masa pemerintahan Utsman
bin Affan radhiallahu
‘anhu.
Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memiliki budak wanita. Dua wanita
yang terkenal sebagai budak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
- Mariyah Al-Qibtiyah
- Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah
Kedua, ...
Mengkritisi tulisan diatas adalah:
Maka kita harus tahu dahulu apa itu nikah.
Nikah Menurut Bahasa.
النِّكَـاحُ menurut
bahasa berarti الضَّمُّ (menghimpun). Kata ini dimutlakkan untuk akad atau
persetubuhan.
Al-Imam Abul Hasan an-Naisaburi berkata: “Menurut
al-Azhari, an-nikaah dalam bahasa Arab pada asalnya bermakna al-wath-u
(persetubuhan). Perkawinan disebut nikaah karena menjadi sebab persetubuhan.”
Nikah Menurut Syari’at.
Ibnu Qudamah berkata: "Nikah menurut syari’at
adalah akad perkawinan. Ketika kata nikah diucapkan secara mutlak, maka kata
itu bermakna demikian, selagi tidak satu dalil pun yang memalingkan
darinya."
Diantara ayat-ayat anjuran menikah, salah satunya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ
مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا
فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya...” [An-Nuur/24: 32]
Dan hadits-hadits mengenai hal itu sangatlah
banyak, salah satunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ اثْنَيْنِ وَلَجَ الْجَنَّةَ:
مَـا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَمَـا بَيْـنَ رِجْلَيْهِ.
"Barangsiapa yang dipelihara oleh
Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di
antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua
kakinya (kemaluannya)." [HR. At-Tirmidzi no. 2411]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin
membanggakan jumlah umatnya pada hari Kiamat.
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً
ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لَا تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا ؟ قَالَ: لَا,
ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ
"Dari Ma'qil bin Yasar, beliau
berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
berkata: "Aku mendapatkan seorang wanita yang memiliki martabat dan
cantik, namun ia mandul. Apakah aku boleh menikahinya?" Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Jangan!" Lalu ia
mendatangi beliau kedua kalinya, dan beliau melarangnya. Kemudian datang ketiga
kalinya, dan beliau berkata: "Nikahilah wanita yang baik dan subur,
karena aku berbangga-bangga dengan banyaknya kalian terhadap ummat-ummat
lainnya". [HR Abu
Dawud no. 2050, dan Syaikh al Albani bekata: "Hadits hasan shahih".
Lihat Shahih Sunan Abu Dawud].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
suami isteri agar melakukan aktivitas seksual guna memperolah keturunan, dan
menikah dengan gadis.
Rasulullah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdillah : 'Apakah
engkau sudah menikah?' Aku menjawab: 'Sudah.' Beliau bertanya: 'Gadis
atau janda?' Aku menjawab: 'Janda.' Beliau bersabda: 'Mengapa
tidak menikahi gadis saja sehingga engkau dapat bermain-main dengannya dan ia
pun bermain-main dengan-mu?' Aku
menjawab: 'Sesungguhnya aku mempunyai saudara-saudara perempuan, maka aku ingin
menikahi seorang wanita yang bisa mengumpulkan mereka, menyisir mereka, dan
membimbing mereka.' Beliau bersabda: 'Engkau akan datang; jika engkau
datang, maka demikian, demikian.' [HR. Al-Bukhari no. 5079]
Sebagian ahli ilmu menafsirkan al-kais al-kais
(maka demikian, demikian) dengan jima'. Sebagian lainnya menafsirkannya dengan
memperoleh anak dan keturunan. Sebagian lain lagi menafsirkannya sebagai
anjuran untuk berjima'.
Ibnu Majah meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
عَلَيْكُمْ بِاْلأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ
أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ.
"Nikahlah dengan gadis perawan;
sebab mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur rahimnya, dan lebih ridha
dengan yang sedikit." [HR. Ibnu Majah no. 1861]
Bahkan Allah memerintahkan umatnya untuk menikah
lebih dari satu, kecuali yang tidak mampu.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي
الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa’: 3).
Juga atsar perkataan Ibnu 'Abbas kepada Sa'id bin
Jubair:
هَلْ تَزَوَّجْتَ؟ قُلْتُ: لَا, قَالَ: فَتَزَوَّجْ!
فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً
"Apakah kamu telah menikah?" Sa'id menjawab,"Belum,"
lalu beliau berkata,"Menikahlah! Karena orang terbaik ummat ini
paling banyak isterinya." [HR al Bukhari no. 5069]
Dalam kalimat "orang terbaik ummat",
terdapat dua pengertian. :
Pertama : Yang dimaksudkan ialah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Sehingga memiliki pengertian, bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam orang terbaik dari ummat ini adalah orang yang paling banyak
isterinya.
Kedua : Yang dimaksud dengan "yang terbaik
dari ummat ini" dalam pernikahan, yaitu yang paling banyak isterinya.
Dan dibolehkannya poligami oleh Allah, pasti
memiliki hikmah dan manfaat yang besar baik bagi individu, masyarakat dan umat
Islam.
Makna Adil yang disyaratkan.
Makna keadilan dalam Al Qur’an surat An Nisa’: 3 diatas adalah adil
dalam perkara lahir, yaitu dalam nafkah dan pembagian malam. Adapun adil dalam
hal batin, maka tidaklah wajib karena sulit dilakukan. Inilah yang
dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ
تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat
berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian” (QS. An Nisa’: 129). Yang dimaksud dalam ayat ini adalah sulitnya
berbuat adil dalam hal batin, yaitu kecintaan di hati.
Dalam Sunan Empat, dari 'Aisyah, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membagi dan berbuat adil, lalu
beliau berdoa:
"اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِي
فِيمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ" قَالَ أَبُو دَاوُد يَعْنِي الْقَلْبَ
"Wahai Allah, ini pembagianku dalam
perkara yang aku mampu, maka janganlah Engkau mencelaku dalam perkara yang
Engkau mampu, sedangkan aku tidak mampu". Abu Dawud mengatakan: "Yang beliau maksud
adalah hati". [HR Abu Dawud,
no. 2134, tetapi hadits ini dha'if. Lihat Jami' Ahkamin-Nisa' (3/503), karya
Syaikh Mushthafa al Adawi.]
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muslim menjelaskan :
"Adapun rasa cinta, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mencintai
'Aisyah dibandingkan dengan yang lainnya. Dan kaum Muslimin sepakat, bahwa
menyamakan rasa cinta kepada semuanya bukan suatu kewajiban, karena ini diluar
kemampuan seseorang kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendakinya. Adapun
adil dalam bersikap, maka demikianlah yang diperintahkan".
Diantara hadits-hadits yang mendukung perkataan
Imam Nawawi adalah:
- Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata, Abdul Aziz
bin Abdullah memberitahu kami, ia berkata, Sulaiman memberitahu kami, dari
Yahya bin Ubaid bin Hunain, dia mendengar dari Ibnu Abbas dari Umar
Radhiyallahu ‘anhu, “Dia pernah masuk menemui Hafshah seraya berkata, ‘Wahai
puteriku, janganlah engkau tertipu pada seorang wanita, yang mana Rasulullah
dibuat kagum oleh kecantikannya –yang dia maksudkan adalah Aisyah-. Lalu aku
menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
beliau pun tersenyum”
- Dari Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat sakit bertanya-tanya,
‘Dimana aku sekarang? Di mana aku besok?’ karena beliau merasa terlalu lama
menunggu hari giliran Aisyah. Dan ketika hari giliranku itu tiba, Allah
mewafatkan beliau dengan bersandar di dadaku dan dimakamkan di rumahku” [Hadits
Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
- Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Isteri-isteri
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Fathimah binti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia meminta izin kepada beliau yang ketika itu tengah berbaring bersamaku di
atas kainku.
Lalu beliau memberikan izin kepadanya. Maka Fathimah berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteri-isterimu telah mengutusku kepadamu untuk meminta keadilan mengenai puteri Abu Quhafah (Aisyah), Dan aku pun diam”.
Aisyah berkata, “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Wahai puteriku, bukankah engkau mencintai apa yang aku cintai?’.
Fathimah pun menjawab, ‘Ya’ Kalau begitu, maka cintailah wanita ini’, pinta Rasulullah”
Lebih lanjut, Aisyah berkata, “Lalu Fathimah berdiri ketika mendengar hal tersebut dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia kembali kepada isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu memberitahukan mereka apa yang telah dia katakan dan juga jawaban yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya.’ Maka mereka berkata kepadanya, ‘Menurut kami, kamu belum berhasil menyampaikan pesan kami sedikit pun. Oleh karena itu, kembali lah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan katakan kepada beliau, ‘Sesungguhnya istei-isterimu meminta sikap adil menyangkut puteri Abu Quhafah (Aisyah),.
Maka Fathimah mengatakan, ‘Demi Allah, aku tidak akan berbicara kepada beliau mengenai dirinya (untuk selamanya)”.
Aisyah berkata, “Maka istei-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Zainab binti Jahsyin, isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ketika itu dia menyertaiku dalam kedudukan di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan aku tidak melihat seorang wanita pun di dunia ini yang lebih baik daripada Zainab, lebih bertakwa kepada Allah, lebih jujur dalam ucapan, dan lebih giat menyambung silaturahmi, lebih besar dalam bersedekah, lebih gigih dalam mengerahkan dirinya dalam beramal dan bertaqarrub kepada Allah Ta’ala”.
Aisyah melanjutkan, “Lalu Zainab meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam tengah bersama Aisyah di dalam kainnya dalam keadaan seperti ketika Fathimah masuk ke rumahnya, yang sedang bersamanya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengizinkannya. Lalu Zainab berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteri-isterimu mengutusku kepadamu untuk meminta sikap adil terhadap puteri Abu Quhafah”.
Aisyah berkata, “Kemudian dia terus berbicara tentang diriku sehingga aku merasa sesuatu tentangnya dalam diriku. Sementara aku mengawasi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengawasi pandangannya, apakah beliau mengizinkan aku untuk membela diriku. Sedang Zainab tidak berkenan sehingga dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keberatan jika aku membela diriku”.
Aisyah berkata, “Lalu aku melihatnya, aku tidak lama-lama melihatnya hingga aku pun berpaling darinya”.
Lebih lanjut, ‘Aisyah berkata, “Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seraya tersenyum : “Sesungguhnya dia adalah puteri Abu Bakar” [Hadits Riwayat Muslim]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Tidak ada
keharusan untuk menyamakan di antara isteri-isteri dalam hal cinta, karena hal
itu di luar kuasa manusia. Dan Aisyah Radhiyallahu ‘anha merupakan isteri yang
paling dicintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari hadits-hadits
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya tidak ada kewajiban menyamaratakan
di antara para isteri dalam hal hubungan badan, karena hal tersebut tergantung
pada kecintaan dan kecenderungan. Dan hal ini sudah pasti berada di tangan
Allah Yang membolak-balikan hati. Dan dalam masalah ini terdapat penjelasan
secara rinci, yaitu jika dia meninggalkan kecenderungan karena tidak adanya
pendorong dan tidak adanya hasrat kepadanya, maka hal itu bisa dimaafkan. Dan
jika meninggalkan kecenderungan dengan adanya dorongan kepadanya tetapi
pendorong kepada madu lebih kuat, maka hal itu masih berada dibawah kendali dan
kekuasannya, karenanya jika dia menunaikan kewajiban padanya, maka tidak ada
lagi hak baginya (isteri) dan tidak ada keharusan kepadanya (suami) untuk
menyamaratakan. Dan jika dia (suami) meninggalkan yang wajib darinya (siteri),
maka dia berhak menuntut hal itu darinya (suami)”.
Lalu kita cermati tulisan dari ust Bangun Samudra diatas:
- Dari judulnya dikatakan teladani poligami Rasulullah, kenapa
hanya mengkhususkan pada Rasulullah menikahi janda tua, kenapa tidak pada Rasulullah menikahi janda muda cantik, atau Rasulullah menikahi perawan cantik, atau kenapa
tidak disuruh mengikuti sunnah jumlahnya.
- Rasulullah memerintahkan Jabir untuk menikahi gadis. Dan kita
disuruh utk bersenang-senang, sering menjima’ agar mendapatkan keturunan yang
banyak. Lha kalau nikahi yang tua-tua, menopouse, terus mau jadi apa? Apa itu
yang disebut bersenang-senang?
- Ummahatul
Mukminin, rata-rata adalah wanita yang cantik, terhormat. Kenapa umurnya harus
dibuat-buat supaya menjadi tua dan peyot?.
- Allah memerintahkan untuk menikahi wanita yang kita
senangi, “kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ...” Qs An Nisa:3. Jadi kalau
mau ta’aruf, lakukanlah dengan yang muda, segar dan cantik. Jangan mau disuruh
untuk ta’aruf dengan yang tidak kita senangi.....
- Dalam
poligami Rasulullah ada hal kekhususan untuk Rasulullah. Seperti jumlah yang
lebih dari 4, dan juga hal lain termasuk sebab menikahi. Jadi gak usah
mencoba-coba meniru sebab yang menjadi kekhususan Rasulullah.
- Syariat poligami diperintahkan Allah kepada mereka
yang mampu. Sedangkan yang TIDAK MAMPU, dan sudah merasa nyaman dgn ketidak
mampuannya, maka janganlah membuat syubhat agar orang meninggalkan syariat ini.
Dan tidak sepantasnya juga bagi orang yang malah mencela syariat yang dia tidak
mampu melaksanakannya. Jangan samakan dirinya dengan orang lain, karena orang
lain bisa jadi lebih mampu darinya.
- Jangan sampai anda berusaha menghindari fitnah kuffar, tapi malah membuat seolah-olah syariat poligami adalah sesuatu yang tidak patut untuk diikuti. Itu menjadikan anda tidak ada bedanya dengan mereka kaum kuffar, berusaha menghapus syariat poligami.
Demikianlah
sedikit ulasan atas tulisan yang banyak beredar itu. Mudah-mudahan Allah selalu
membimbing kita dalam menapaki kebenaran.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar