Al- HAYA' (Sifat PEMALU)
اَلْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
"al Haya' ( Rasa malu) tidak datang kecuali dengan
kebaikan."
Sesungguhnya di antara
fenomena keseimbangan dan tanda-tanda kesempurnaan dalam tarbiyah bahwa engkau
menemukan seorang mukmin yang kuat, teguh, bersifat malu, beradab dan tenang.
Malu yang terpuji
adalah : perilaku yang muncul atas meninggalkan yang tercela. [Fathul Bari
1/522] Seperti yang didefinikan oleh Ibnu Hajar rahimahullah. Adapun taharuuj
(merasa berat) dari amar ma'ruf dan nahi munkar, berani dalam kebenaran dan
memahami agama, maka tidak termasuk sifat haya'`. Ini adalah sebagian
yang disinggung oleh Ibnu Hajar rahimahullah saat membagi sifat haya'`
kepada yang syar'i dan tidak. Ia berkata: 'Haya'` yang syar'i adalah
yang terjadi di atas jalur membesarkan dan menghormati terhadap orang-orang
besar, itulah yang terpuji. Adapun yang terjadi disebabkan meninggalkan
perintah syara', maka ia adalah yang tercela dan bukan termasuk haya'`
secara syara', ia pada dasarnya adalah sifat lemah dan hina.' [Fathul Bari
1/229]
Tidak sepantasnya bersifat
haya'` dalam menuntut hak, mengajar orang yang jahil, bertanya tentang
sesuatu yang tidak kita ketahui..... Mujahid rahimahullah berkata: 'Tidak bisa menuntut ilmu orang yang pemalu
dan yang sombong. Aisyah radhiyallahu
'anha berkata: 'Sebaik-baik wanita adalah wanita anshar, rasa malu tidak
menghalangi mereka untuk bertanya tentang masalah agama.' [Shahih
al-Bukhari, kitab ilmu] Ummu Sulaim radhiyallahu 'anha bertanya dalam
masalah-masalah kecil dalam hukum yang berkaitan dengan wanita, dan ia membuka
pertanyaan dengan ucapannya: 'Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari
kebenaran.' Ibnu Hajar rahimahullah berkata: 'Maksudnya Dia tidak
menyuruh malu dalam kebenaran.'
Dan siapa yang tidak
diberikan sifat haya'` secara fitrah, ia dituntut untuk berusaha dan
belajar dengannya. Terlebih lagi, sesungguhnya ia adalah akhlak utama bagi para
pengikut agama ini. Sebagaimana disebutkan dalam hadits hasan:
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخُلُقُ اْلإِسْلاَمِ الحَيَاءُ
"Sesungguhnya bagi setiap
agama ada akhlak dan akhlak Islam adalah sifat haya'`" [Shahih Sunan
Ibnu Majah 2/406, hadits no. 3370/4181]
Dan disebutkan bahwa haya'`
termasuk sunnah para rasul dan ia termasuk bagian dari iman:
اَلْحَيَاءُ مِنَ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِيْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَالْبَذَاءُ
مِنَ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِى النَّارِ
"Haya'` termasuk bagian dari
iman dan iman (balasannya) di surga. Dan ucapan cabul/jorok termasuk sifat
tidak sopan dan tidak sopan itu di neraka." [Shahih Sunan
Ibnu Majah 2/406, hadits no. 3373/4184]
Dan kekasih dan
panutan kita Shalallahu alaihi wasalam (lebih pemalu dari pada gadis perawan
dalam biliknya). [Shahih al-Bukhari, kitab adab, bab ke 77, hadits no. 6119]
Setelah semua itu, apakah kita memilih sifat haya'` atau sifat jorok?
Apakah kita berpakaian dengan iman atau tidak sopan? Dan apakah kita
mengutamakan akhlak para penghuni surga atau akhlak para penghuni neraka?
Sungguh kaum jahiliyah
–di atas kejahiliyahan mereka- merasa berat dari sebagian perbuatan jahat/buruk
karena dorongan sifat haya'`. Di antaranya yang pernah terjadi bersama
Abu Sufyah di hadapan Heraqlius. Tatkala ia ditanya tentang Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam. Ia berkata: 'Demi Allah, jika bukan karena malu bahwa mereka
menuduh aku berdusta niscaya aku berdusta tentang dia.' [Shahih al-Bukhari,
kitab permulaan wahyu, bab ke 6, hadits no. 7] Maka sifat haya'`
menghalangi dia mengada-ada (berdusta) terhadap Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam agar dia tidak dikatakan pendusta. Di saat sekarang, kaum muslimin
sangat membutuhkan akhlak ini dengan menjaga kata-kata dan menahan diri dari
perbuatan keji dan syahwat dengan adanya rasa malu.
Engkau melihat
laki-laki yang pemalu memerah mukanya apabila muncul darinya atau dari yang
lain sesuatu yang berlawanan dari sifat haya'`: Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam lebih pemalu dari pada gadis perawan dalam biliknya dan
apabila beliau tidak menyukai sesuatu hal itu terlihat dari wajahnya.' [Shahih
Sunan Ibnu Majah 2/406, hadits no. 3369]
Dan termasuk sifat haya'`
adalah yang terjadi karena membesarkan dan menghormati orang-orang besar: tidak
adalah Ibnu Umar ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bertanya kepada
para sahabat: 'Sesungguhnya di antara pohon ada satu pohon yang tidak jatuh
daunnya, dan ia seperti seorang muslim. Ceritakanlah kepadaku, apakah dia?'
[Shahih al-Bukhari, kitab ilmu, bab ke 4, hadits no. 61] Ibnu Umar mengetahui
bahwa ia adalah pohon kurma dan merasa malu untuk menjawab dan dia memberikan
alasan rasa malunya –seperti dalam beberapa riwayat hadits- bahwa ia melihat
dirinya adalah yang paling muda dan ia melihat ada Abu Bakar dan Umar yang
tidak berbicara, maka ia tidak senang berbicara.'[Fathul Bari 1/146]. Alangkah
lapangnya dada masyarakat tersebut yang merasa malu padanya yang muda dari yang
tua, dan manusia berinteraksi dengan saling menghormati dan menghargai.
Sifat haya'`
itu sendiri merupakan penjaga dari terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Diriwayatkan bahwa seorang sahabat mencela saudaranya karena sifat malunya.
Seolah-olah ia berkata: Sifat haya'` telah merugikanmu. Maka Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam bersabda:
دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ اْلإِيْمَانِ
'Biarkanlah dia, sesungguhnya sifat
haya' itu termasuk bagian dari iman.' [Shahih al-Bukhari, kitab adab, bab
ke 77, hadits no. 6118]
Abu Ubaid al-Harawi
berkata: maksudnya, sesungguhnya orang yang merasa malu terputus dengan sifat
malunya dari perbuatan maksiat, maka jadilah ia seperti iman yang memutuskan di
antaranya dan perbuatan maksiat.' [Dari Fathul Bari 10/522 saat menerangkan
hadits 6118] Karena itulah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menyebutkan secara
umum dalam menjelaskan buah sifat haya'`, beliau bersabda:
اَلْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
"Haya' (malu) tidak datang kecuali dengan kebaikan."
Dan beliau shalallahu
alaihi wasalam menggambarkan bahwa ia adalah perhiasan bagi perilaku, beliau shalallahu
alaihi wasalam bersabda:
مَاكَانَ الْفحْشُ فِى شَيْئٍ إِلاَّ شَانَهُ وَمَاكَانَ الْحَيَاءُ فِى
شَيْئٍ إِلاَّ زَانَهُ
"Tidak adalah
yang keji pada sesuatu kecuali ia mengotorinya dan tidak ada sifat sifat haya'
pada sesuatu kecuali menghiasinya." [Shahih Sunan Ibnu Majah 2/3374]
Dan fenomena sifat
malu dalam masyarakat yang terkadang menyeret kepada kejahatan tidak bisa
dikategorikan sifat haya'` yang terpuji, karena sifat haya'` itu
tidak datang kecuali dengan kebaikan. Dan sifat mudarah (menjilat,
mencari muka) terhadap sebagian tradisi masyarakat yang menyimpang tidak bisa
dianggap sifat haya'`, karena sifat haya' adalah hiasan bukan pengotor,
sedangkan penyimpangan adalah inti perbuatan buruk dan kotor.
Sebagaimana sifat haya'`
merupakan tatakrama bersama makhluk, maka ia merupakan adab (tatakrama)
tertinggi bersama al-Khaliq (Allah Yang Maha Pencipta). Disebutkan bahwa
beberapa nabi seperti Adam, Nuh, dan Musa diminta untuk memberi syafaat di hari
kiamat dan umat manusia berkata kepada setiap orang dari mereka: 'Berikanlah
syafaat kepada kami di sisi Rabb-mu sehingga Dia melapangkan kami dari tempat
kami ini. Ia (Adam) berkata: 'Aku tidak pantas –dan ia menyebutkan dosanya lalu
merasa malu…Aku tidak pantas - dan ia (Nuh)
menyebutkan permintaannya kepada Rabb-nya yang tidak pantas lalu merasa
malu…..Aku tidak pantas – dan ia (Musa) menyebutkan pernah membunuh jiwa yang
tidak berdosa lalu ia merasa malu kepada Rabb-nya… [Shahih al-Bukhari, kitab
tafsir, surah ke dua bab 1, hadits no. 4476]. Semuanya merasa berat dan
dihalangi oleh rasa malu untuk berani meminta syafaat.
Dan karena perasaan
seorang mukmin bahwa Allah selalu melihatnya di atas semua kondisinya, maka
sesungguhnya ia merasa malu dari Rabb. Karena itulah disebutkan dalam anjuran
menutup aurat saat mandi di dalam kesendirian, sabda Nabi shalallahu alaihi
wasalam: 'Allah lebih pantas dirasakan malu dari-Nya dari pada manusia."
[Dari Mu'allaqat al-Bukhari dalam kitab mandi, bab ke 20, Ibnu Hajar berkata
dalam Fath 1/386: Dihasankan oleh at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Hakim] Orang
yang merasa malu dari Rabb-nya bahwa auratnya terbuka dalam kesendiriannya
sudah pasti sifat haya' (malu) menghalanginya dari perbuatan maksiat.
Dan cukuplah dalam keutamaan sifat haya' bahwa para nabi terdahulu
memperingatkan hilangnya sifat haya', agar seseorang tidak terjerumus
dalam segala keburukan –dan tidak ada lagi penghalang baginya- seperti dalam
hadits:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى: إِذَا
لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
"Sesungguhnya sebagian
dari yang ditemukan manusia dari ucapan para nabi terdahulu: 'Apabila engkau
tidak merasa malu maka lakukanlah apa yang engkau kehendaki." Shahih
al-Bukhari, kitab adab, bab ke 78, hadits no.6120 (Fath 10/523).
Dan di antara beberapa
hal yang dipahami dari hadits ini:
-
Di mana engkau merasa
berat dan takut mendapat dosa maka berhentilah, dan di mana hati merasa tenang
dan engkau tidak merasa berat maka lakukanlah apa yang engkau kehendaki.
-
Orang yang sudah
kehilangan sifat haya' maka ia melakukan apa yang dia kehendaki, dan
hendaklah ia memperhatikan setelah itu apa yang dilakukan Allah I dengannya.
-
Tidak aneh apa yang
kita lihat dari kemungkaran akhlak apabila kita sudah mengetahui bahwa pendorong
sifat haya' telah mati. Maka yang tidak bersifat malu –biasanya-
melakukan apa yang dikehendakinya tanpa merasa malu kepada siapapun.
Kesimpulan:
-
Sifat haya'`
adalah perilaku yang muncul di atas meninggal yang buruk.
-
Tidak menuntut ilmu
atau menuntut hak bukan termasuk malu.
-
Sesungguhnya bagi
setiap agama ada akhlak dan akhlak islam adalah haya'.
-
Umat jahiliyah
mempunyai sifat haya' yang menghalangi mereka dari sebagian perbuatan
buruk.
-
Termasuk sifat haya'
adalah menghormati yang lebih tua.
-
Sifat haya' menjaga
dari terjerumus dalam perbuatan maksiat.
-
Di antara sifat haya'
yang tertinggi adalah beradab bersama Allah Yang Maha Pencipta. Al Haya'
adalah pesan para nabi terdahulu.
Assalamu'alaikum Wr Wb. Ustad..sementara saya mengikuti dari blog dulu yaa..salam buat teman-teman..terima kasih.
BalasHapus