Para ulama berbeda pendapat tentang apakah wanita yang haid boleh membaca
Al-Quran atau tidak? Dan yang kuat –wallahu a’lam- diperbolehkan bagi wanita
yang sedang haid untuk membaca Al-Quran karena tidak adanya dalil yang shahih
yang melarang.
Bahkan dalil menunjukkan bahwa wanita yang haid boleh
membaca Al-Quran, diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha yang akan melakukan umrah akan tetapi
datang haid:
ثم حجي واصنعي ما يصنع الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت ولا
تصلي
“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh
orang yang berhaji kecuali thawaf dan shalat.”(HR.Al-Bukhary dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah)
Berkata Syeikh Al-Albany:
فيه دليل على جواز قراءة الحائض للقرآن لأنها بلا ريب من
أفضل أعمال الحج وقد أباح لها أعمال الحاج كلها سوى الطواف والصلاة ولو كان يحرم
عليها التلاوة أيضا لبين لها كما بين لها حكم الصلاة بل التلاوة أولى بالبيان لأنه
لا نص على تحريمها عليها ولا إجماع بخلاف الصلاة فإذا نهاها عنها وسكت عن التلاوة
دل ذلك على جوازها لها لأنه تأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز كما هو مقرر في
علم الأصول وهذا بين لا يخفى والحمد لله
“Hadist ini menunjukkan bolehnya wanita yang haid membaca
Al-Quran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam
ibadah haji, dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membolehkan bagi Aisyah semua
amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Quran
tentunya akan beliau terangkan sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat
(ketika haid), bahkan hukum membaca Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk
diterangkan karena tidak adanya nash dan ijma’ yang mengharamkan, berbeda
dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Aisyah dari shalat (ketika
haid) dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini
menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena
mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal
ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu
lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).
Namun jika orang yang berhadats kecil dan wanita haid
ingin membaca Al-Quran maka dilarang menyentuh mushhaf atau bagian dari
mushhaf, dan ini adalah pendapat empat madzhab, Hanafiyyah (Al-Mabsuth 3/152), Malikiyyah (Mukhtashar
Al-Khalil hal:
17-18), Syafi’iyyah (Al-Majmu’ 2/67),
Hanabilah (Al-Mughny 1/137).
Mereka berdalil dengan firman Allah ta’alaa:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (الواقعة: 79)
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
mushaf yang kita dilarang menyentuhnya adalah termasuk kulitnya/sampulnya
karena dia masih menempel. Adapun memegang mushhaf dengan sesuatu yang tidak
menempel dengan mushhaf (seperti kaos tangan dan yang sejenisnya) maka
diperbolehkan.
Berkata Syeikh Bin Baz:
يجوز للحائض والنفساء قراءة القرآن في أصح قولي العلماء ؛
لعدم ثبوت ما يدل على النهي عن ذلك بدون مس المصحف، ولهما أن يمسكاه بحائل كثوب
طاهر ونحوه، وهكذا الورقة التي كتب فيها القرآن عند الحاجة إلى ذلك
“Boleh bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran
menurut pendapat yang lebih shahih dari 2 pendapat ulama, karena tidak ada
dalil yang melarang, namun tidak boleh menyentuh mushhaf, dan boleh memegangnya
dengan penghalang seperti kain yang bersih atau selainnya, dan boleh juga
memegang kertas yang ada tulisan Al-Quran (dengan menggunakan penghalang)
ketika diperlukan” (Fatawa Syeikh Bin Baz 24/344).
Manakah yang lebih utama?
Yang lebih utama adalah membaca Al-Quran dalam keadaan suci, dan boleh
membacanya dalam keadaan tidak suci karena hadats kecil.
Dan ini adalah kesepakatan para ulama.
Berkata Imam An-Nawawy:
أجمع المسلمون على جواز قراءة القرآن للمحدث الحدث الاصغر
والأفضل أن يتوضأ لها
“Kaum muslimin telah bersepakat atas bolehnya membaca
Al-Quran untuk orang yang tidak suci karena hadats kecil, dan yang lebih utama
hendaknya dia berwudhu.” (Al-Majmu’, An-Nawawy 2/163).
Diantara dalil yang menunjukan bolehnya membaca Al-Quran
tanpa berwudhu adalah hadist Ibnu Abbas ketika beliau bermalam di rumah bibinya
Maimunah radhiyallahu ‘anha (istri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam), beliau berkata:
فنام رسول الله صلى الله عليه و سلم حتى إذا انتصف الليل أو
قبله بقليل أو بعده بقليل استيقظ رسول الله صلى الله عليه و سلم فجلس يمسح النوم
عن وجهه بيده ثم قرأ العشر الخواتم من سورة آل عمران
“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur
sampai ketika tiba tengah malam, atau sebelumnya atau sesudahnya, beliau bangun
kemudian duduk dan mengusap muka dengan tangan beliau supaya tidak mengantuk,
kemudian membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Ali Imran.” (HR.Al-Bukhary)
Di dalam hadist ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Quran setelah bangun tidur,
sebelum beliau berwudhu.
Imam Al-Bukhary telah meletakkan hadist ini di beberapa bab di dalam kitab beliau (Shahih Al-Bukhary) diantaranya di bawah bab:
باب قراءة القرآن بعد الحدث وغيره
“Bab Membaca Al-Quran setelah hadats dan selainnya”
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar